🍁Menata Hati🍁

99 11 0
                                    

*Serpihan daun  kering nan rapuh, tak mungkin kembali ke semula menjadi penghantar sejuknya udara. Tersapu dalam hening dan hampa, terinjak tak bermakna, lalu diabaikan hingga binasa oleh masa.*

🌹.......................................................🌹

Beberapa minggu ini rumah selalu hening, tapi pagi ini keriuhan itu datang lagi. Meski ada yang kurang dan tak semeriah kemarin, Sebab  beberapa peran  hilang dan terpaksa pergi untuk bisa  melengkapi jalannya cerita yang harus mereka lakoni.

"Ariel loe masih belum kelar Hah! Suara Bariton Si sulung menggema dari depan kamar mandi,  menggebrak  pintu, pada si Fulan untuk bergegas keluar.

Semua riweuh bukan main, Pasalnya  cuti  mereka  dari rutinitas kerja akibat keadaan rumah dan problema yang datang bergantian berhasil ambil alih pun kini harus berakhir, mood baru pun  harus mulai tertata lagi untuk kembali jalani dunia kompetisi yang sempat terusik, dan adaptasi tuk  Bergelut akan hubungan sosial pun,  harus di hadapi, meski  percayalah ada sedikit risau yang kini menghuni hati.

Rumor soal Hasan mulai terdengar disekitar komplek mungkin bahkan tiap penjuru negeri. wajar jika batin tak bisa sebebas dan setenang dulu.
Tapi apa mau dikata, hari harus terus dijalani, tanpa Alasan yang pasti hidup harus terus mereka gauli.

Doni sudah geram, jam di tangan sudah tujukan pukul setengah tujuh pagi, tapi Si pengais bungsu belum kelar mandi. Sedang dia dikejar deadline, demi jadwal kereta Bekasi yang harus dia kejar agar dia tak
lagi kena sangsi akibat telat datang kekantor seperti di tempo hari. Ya mau bagaimana, cuma itu satunya cara agar bisa tepat waktu, sebab tak ada fasilitas yang bisa dia dapatkan akibat target jual yang tak kunjung dia capai.

"Bentar Bang, sabar tanggung lagi sampoan!" Sahut Ariel dibalik pintu itu mengguyuri kepala dengan  satu gayung air dingin, sampai dia pun  meringis kedinginan.

"Buruan Riel ! Loe mandi apa luluran sih, lama banget!" Gusar Doni memencak pinggang. Raihan pun terusik dan langsung beranjak dari ranjang, sambil  setengah mengantuk, ia  pun keluar dari kamarnya hampiri Doni sambil mengacak kepalanya yang acak-acakan.

"Bang, gak ada ujungnya loe nungguin pangeran solo macam dia, kenapa gak ikut  mandi di Kamar  Ayah aja sih?" Usulnya.

"Iya juga yah, gue gak inget Han, ya udah gue ikut kesana Ajah lah, mendingan gue cari aman lah." Doni menyeret langkahnya menuju kamar Arman yang ada di Lantai dua.

Raihan menatap punggung Doni dengan lekat, ia  menatap langkah Abangnya itu tetap terjaga  sampai keatas dengan lancar, usai itu dia menendang pintu kasar menyerukan agar Ariel bergegas keluar. " Woy! Loe mandi atau bertapa hah! Udah setengah jam loe di dalem kampret?"

"Berisik!" Pintu pun terbuka menampakan sosok dengan delikan mata tajam. "Orang kebluk gak usah kritik kalo gak bisa on time macam gue!" Sahut Ariel diambang pintu dengan muka bengis dan deru napas kasar. Sambil telanjang dada dan  handuk yang melingkari  pinggang hingga lututnya.

Raihan menjauhkan mukanya mengkerut keningnya heran akan tanggapan tak ramah Ariel, yang tak sesantai biasanya.

"Loe kenapa Riel, Pms hah?" Datarnya

"Gak usah banyak bacot Bang, lagi gak mood gue !" Tukas dia membuang mukanya sebal.

Raihan tak mau menambah keruh suasana hati adiknya dan berlalu melanjutkan niatan untuk mandi.

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang