🍁dimana kala emosi mengendalikan hati, Maka Raga pun mulai tidak bisa lagi berkuasa atas diri. Ambisi lebih mendominasi dan membelenggu sang puan berkelahi dengan nurani.🍁
💔💔💔💔💔💔💔
"Tolong... !" Teriak Zain sekuat tenaga, dengan Air muka yang merah padam dan mata yang memanas, dia menjerit meminta bantuan dengan penuh harapan.
Maniknya mengedar ke sekitar mencari sesuatu agar bisa ia gunakan untuk membuka pintu mobil tersebut, demi menyelamatkan Abangnya yang tengah kehabisan oksigen dan terkunci di sana.
Dadanya berdegup kencang berpacu dengan waktu. Dia melihat sebongkah batu sebesar genggaman tangan.
Dengan tidak peduli, Zain tidak berpikir panjang, saat yang bisa
dia tangkap mata sang kakak sudah semakin rapat.ia mulai memukul kaca dengan batu tersebut, sambil hatinya berteriak minta kesempatan, pada Tuhan untuk tidak membawa siapapun lagi menjauh dan hilang dari nya. Kekuatan itu mendorongnya"Abang jangan tidur, Zain mohon bertahan Abang, jangan tinggalin Adek !" Racau Zain sambil memukul kaca mobil Jamal.
Tapi kaca tak kunjung pecah karna tenaga nya tak sebesar yang di harapkan, tenaganya cukup terkuras oleh air mata yang dia keluarkan.
Kini kekuatan dia kali lipatkan
hingga akhirnya kaca itu pecah seutuhnya. Zain berhasil merogoh Central lock( pengunci otomatis) itu dan membuka pintu mobil, dengan susah payah Badan mungil itu dia condongkan untuk meraih Tubuh Ariel yang terkulai lemah."Abang Nazriel !" Serunya memukul pipi sang Kakak agar tidak pingsan.
Nadi Ariel pun dia periksa nan semakin lemah, tanpa Ragu Zain menariknya keluar dan menggendong pria itu di punggungnya dengan susah payah.
"Tolong-Tolong !" Lengking dia kembali meminta bantuan, meski tak kunjung ada yang datang.
Zain sungguh putus Asa, Dia menggoyang tubuh Ariel untuk bangun, tapi kedua matanya tak juga terbuka dan suara napas pun tidak lagi bisa dia dengar.
"Zaki... !" TERIAK JAMAL berlari memburu Dan mendekap tubuh
Ariel sambil memeriksa degup Jantung adik angkatnya.Matanya membulat hebat dengan raut muka tegang, Jamal segera melakukan CPR pada Ariel, Zain hanya bisa tertegun dan menatap bingung sosok lelaki yang sibuk berusaha keras menyelamatkan Kakaknya itu.
Bocah itu kukuh membisu, mengamati dengan hati risau,
melihat seksama dada sang Kakak
di tekan berulang kali pun cukup mengiris hati Zain. Bahkan kening nya sempat bertaut rapat.Ketika Bibir lelaki asing tersebut menempeli bibir Ariel tuk salurkan udara dari paru-parunya ke mulut Ariel.
Mulutnya hendak mengumpat
kasar, tapi sebuah tarikan napas
yang mulai teratur kini nampak
dari Sang Kakak. Manik yang sempat terpejam itu mulai terbuka pelan, mengedar dengan tatapan kosong seakan mencari sesuatu, mata yang nanar itu kembali terpusat pada Ariel.Senyap... Itu yang terjadi diantara sepasang Kakak beradik yang telah terpisah jarak dan waktu cukup lama, Kedua pasang manik sudah saling menyapa dalam hening. Hanya segurat senyum lega dan sambutan yang masih utuh keduanya genggam, dan tak segera di hunjamkan.
Ada sebuah keraguan diantara
hati satu sama lain, Rasa Takut
akan sebuah penolakan atau terasingkan karna terlupakan.Ariel masih membungkam, ia lantas menegakkan bahunya di bantu
oleh Jamal. Bocah itu sudah ingin menghantam tubuh Ariel dengan pelukan, jemarinya mengepal menahan hasrat rindu hanya karena takut akan akan sebuah kekeliruan yang tak berdasar. Panggilan Zaki berhasil menjadi pembatas untuk ia bisa mempercayai mata, hati dan pikirannya yang berperang penuh bimbang untuk berekspresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]
General Fiction"Dimana keadilan yang kalian janjikan?" Jangankan memenuhi janji itu, sekedar mendengar saja. Kalian enggan!" Seorang pemuda berjalan terseok di tengah terik matahari sambil membawa sepanduk bertuliskan keluhannya. "Bebaskan Hasan prakasa putra, K...