🌺Amukan semut🌺

112 15 0
                                    

'Hentakan kecil itu akan jadi Dentuman keras nan Tajam, bila dilakukan bersamaan penuh keberanian tanpa Keraguan.'

Nazriel Pratama putra.

Hari itu terasa panjang bagi
seorang Zain, bagaimana tidak. Bertubi-tubi Hatinya teriris dan dicabik dengan segala pergolakan emosi, atas diskriminasi orang di sekitarnya, belum juga usai luka itu pulih, Kakak tersayangnya kembali permainkan perasaan hanya demi egonya semata.

Lemas bukan main, ketika dihadapkan dengan kenyataan,
Dimana kedua mata kepalanya sendiri, saksikan Raihan berniat hilangkan nyawanya begitu saja. Dia tak sanggup melihat ketika mobil itu dalam jarak tiga meter siap hantam sang Kakak.

Bergidik seluruh tubuh Zain,
dia masih mengalihkan pandangan dari arah Raihan, dentuman keras yang dia dengar, suara teriakan ramai orang yang bergegas berkerumun, sambil memekik bahwa ada korban, dan beberapa lainnya terdengar memekik memanggil ambulance.

Kericuhan suara orang itu seolah membangunkan isi kepala yang sebelumnya begitu riuh, kembali berteriak penuh kegarangan,akan caci maki terhadapnya, kini suara sumbang yang ada dihadapan makin menggelapkan isi pikiran Zain pada sebuah kepahitan lain, bahwa dialah dalang dari segala kemalangan Keluarganya.

Hancur lebur hati bocah itu, remuk tak bersisa, bahwa satu pilarnya tengah dia rubuhkan. Dan sekali lagi itu diakibatkan karna dirinya.

"Mati ... Orangnya mati di tempat!" Teriak salah seorang warga.

Bocah itu tak mampu menerima kalimat yang daun telinganya dengar sekarang. Tidak, Zain tak bisa terima, remaja itu sudah kehabisan energi jika kembali dihadapkan pada kehilangan lainnya. Remaja enam belas tahun itu akhirnya berteriak histeris, meraung getir meluapkan kepahitan yang tak mau dia akui,

Jeritan, tangisan, juga raungan Zain seperti orang kesetanan, menarik Sosok yang dicemaskan beranjak
dari kerumunan dan berlari dengan wajah pucat, serta sesal akan ulah
gila yang dia perbuat pada adiknya.

Rai Tertegun, nanar matanya melihat adik bungsunya se-terpukul itu, dan jelas dalam air muka Zain, bocah itu penuh kepedihan nan memilukan, suara rintihan Sekaligus menyayat hati, kini menembus di dadanya.

Raihan berlari dan mendekap tubuh adiknya yang bergetar sambil menjerit-jerit, Bocah itu menangis dengan mata yang terpejam sedang kedua tangannya menutup kedua telinganya, dengan posisi membelakangi jalan.

"Zain ... Ini Abang dek, maafin Abang dek-maafin abang, Zain lihat abang please lihat Abang dek," Ujar Raihan dengan suara bergetar dan penuh sesal.

Dia terus mengusap muka sendu Zain dan memeluk erat tubuh adiknya menenangkan sang adik sebisanya.

Zain masih berteriak histeris dengan tangisan sambil meraung perih, adiknya itu masih terjebak dalam halusinasi nan mengerikan.

Ironi, Raihan tak pernah sangka dampak ulah yang dia lakukan akan separah itu, dan membekas bagi adiknya.

"Zain ... Zain Pranata Putra, Abang mu disini, lihat Abang sekarang dek, lihat Abang baik-baik saja !" Pekik Raihan sekuat tenaga agar bisa bangunkan kesadaran adiknya.

Si bungsu menetralkan napasnya mengendalikan diri kembali,
Dia membuka lebar matanya dan menatap lekat wajah saudara yang dia cintai.

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang