*Fondasi yang kuat tak akan pernah bisa di Runtuhkan, Sebagian netra cuma menangkap apa yang mereka Yakini.*
"Aku kembali untuk Sebuah Harapan yang sempat Teracuhkan."
Nazriel Pratama Putra.
************"""""""""************
HAPPY READING SUN'SANS!
🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
Kukuh Remaja itu duduk dengan hati risau, dia masih bergeming sambil memainkan Jemarinya, dengan kondisi separuh hati masih utuh di selimuti, Penasaran akan teka-teki Kelumpuhan Kakaknya alami, baru saja Jamal sampaikan. Tanpa membeberkan keseluruhan cerita, Lelaki Dua puluh Enam tahun itu berhasil membuat Batinnya Berkecamuk.
Ada Sesuatu yang mengganjal dan ingin bocah itu tanyakan, Tapi mulutnya sulit untuk di buka.
Manik hitam Zain sedang bergulir kesegala Arah penuh kekosongan bergelut dengan beban di isi kepalanya.Sesaat Netranya menoleh ke arah pintu I.C.U. dimana sang Kakak sedang dalam penanganan Ahli medis, dan didepan pintu berdiri Jamal sambil menghadap tembok dengan Wajah suntuk.
Tidak Ada yang melemparkan dialog barang secuil, hanya ada keheningan dan ketegangan diantara keduanya.
Sampai Dokter pun keluar dan memanggil nama salah satu diantara mereka. "Siapa Yang bernama Zain?"
Ujarnya dengan telunjuk yang menodong keduanya."Saya Dokter ..." Sahut nya dengan Terperanjat dan berjalan mendekat ke depan sang Dokter.
"Pasien sudah sadar dan mencari saudaranya, kamu Silahkan masuk, tapi tolong jangan terlalu banyak membuatnya menguras energi apalagi terbebani sesuatu. Kondisi nya masih belum stabil." Papar Pria berkaca mata itu dengan senyuman ramah ia pun menarik pundak Zain dengan lembut sebagai persetujuan.
"Saya juga harus masuk." Jamal hendak ikut menerobos tapi Sang Dokter menghadang.
"Tidak bisa mas pasien cuma ingin menemui Satu orang saja, Ada Yang perlu kita bicarakan, mari ikut saya" Tandas sang Ahli medis dengan muka tegas.
Bocah itu sempat membeku dan menatap lekat sosok Lelaki Yang sedang terbaring dengan masker oksigen menempeli wajahnya.
Membulat matanya disertai hawa memanas yang mengusik dan sedikit menyamarkan pandangnya akibat genangan air mata mulai memenuhi pelupuk matanya, kala ia lihat sang Kakak sedang bernapas dengan sedikit kesusahan dan mengontrol tarikan napasnya mengikuti aliran oksigen yang menyusuri rongga pernapasannya tersebut.
Ariel pun menggulir mata sayu nya menatap teduh ke arah tempat adiknya berdiri. Detik itu juga Zain melebarkan langkahnya, Dia pun menenggelamkan kepalanya tepat diatas dada sang Kakak, ia peluk dekap dengan hangat. Tanpa bisa ia kendali, tangisnya pun pecah begitu saja.
"Abang Kemana saja... Kami semua Hampir putus Asa dan mengira Abang telah tiada, Sungguh Zain tidak bisa jika harus berpisah dengan salah satu diantara kalian, Zain cuma punya Abang-abang berempat saja selama ini, cuma kalian tempat Zain bersandar.... " Untai Zain dengan
suara yang terdengar bergetar akibat cegukan yang dia alami."Zain..."Lirih Nazriel membelai halus kepala sang adik.
"Cukup Bunda yang meninggalkan Zain, Jangan lagi-jangan lagi-Jangan lagi... Di pisahkan dari Bang Hasan saja itu sudah menyiksa, Zain tidak bisa jika harus kehilangan Bang Ariel juga !" Racau Zain begitu terdengar pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]
General Fiction"Dimana keadilan yang kalian janjikan?" Jangankan memenuhi janji itu, sekedar mendengar saja. Kalian enggan!" Seorang pemuda berjalan terseok di tengah terik matahari sambil membawa sepanduk bertuliskan keluhannya. "Bebaskan Hasan prakasa putra, K...