🍁 karam 🍁

118 16 0
                                    

Terjangan badai makin menjadi,
kapal yang gagah berlayar hilang kendali, terombang ambing menghantam karang, perlahan menenggelamkan kami. Sanggup kah diri melewati segala uji dari Sang pemilik semesta ini.

'Zain pranata putra'

'Zain pranata putra'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.....................................................

Happy reading Sun'Sans

🍁..........................................................🍁

Nayanika-nya menatap lekat punggung Sang kakak, yang di tarik halus menjauh dari hadapannya.
Tak membiarkan haus rindunya terpuaskan, usai sosok itu hilang Dia pun turunkan tubuhnya duduk lesu sambil menutup wajahnya dalam tarikan napas panjang, menyiapkan mental sebelum jumpai saudaranya yang lain, begitulah prasangkanya
Semula, tanpa tahu siapakah sosok berikutnya yang harus dia hadapi dengan penuh rasa malu,untuk ke sekian kali.

Irisnya bergetar, ujung matanya seakan familiar menangkap bayang jejak dan suara deru kaki yang khas penuh ketegasan. Dia belum mau mengangkat wajahnya tuk berani melihat sosok yang sekarang berdiri di hadapan, Jemarinya mengepal dengan Saliva yang ikut meluncuri tenggorokan keringnya.

"Hasan !" Ucap Arman dengan suara tegas menusukkan hawa dingin pada bulu kuduknya.

"A-Ayah?" Batinnya tercekat semakin menurunkan maniknya kearah lantai.
Nyalinya hilang. Sedang Arman membisu dalam tatapan tajam.

jantungnya seketika mulai berseru kencang, saat menangkap muka si Anak dipenuhi jejak tangan tak berperasaan. Hal itu hadirkan getir mencabik nalurinya sebagai orang tua yang merasa gagal menjaga dan lindungi orang yang dia Cinta, teguran itu membuat Hasan semakin membuang muka dari jarak pandang sang Ayah, karna sesal membakar tuntas harkat martabat dan telah mencoreng nama baik keluarga, begitu lah prasangka nya, dan justru berakhir dengan percuma, sebab sang tuan sudah lebih dulu menyadari. Dimana gejolak batinnya memuncak dan berusaha dia tumpuk pada rematan jemari .

Sebutir embun pahit meluncur di pipi Arman, tanpa sepatah kata yang terlontar, memandang dalam dan hangat mencurah segala rasa nan hanyutkan kekuatan, meruntuhkan pertahanan ego yang tak bisa dia tahan lagi, Ayahnya melemas di kursi depan dengan luka batin yang tak tertahankan. Sampai sebuah tarikan napas panjang pun terhembuskan perlahan, Arman menggigit bibir bawahnya tak kuasa menguntai kata, dimana jelas dia lihat Hasan tengah menunduk malu sambil mengunci bibir dengan jemarinya, berusaha samarkan tangisannya yang mulai pecah dan bahu bocah itu bergetar luar biasa hebat. Semakin mengacak Naluriahnya hingga ikut berteriak memenuhi sesak di dada. Ikut serta rasakan guncangan yang putranya dapatkan.

"Nak .... Apa yang kamu lakukan disana ? Lirih Arman membuka suara

Bahu Hasan semakin bergetar hebat, matanya memanas dua kali lipat dari sebelumnya. Suara Isak itu tak bisa lagi dia sembunyikan, dan dia masih tak mampu menatap raut wajah Ayahnya.

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang