🍁Pertemuan🍁

106 14 0
                                    

"Harapan itu Sama luasnya dengan Jagat Raya tertangkap netra, itu dekat, Namun Tak Teraih.
Sebaliknya Jika menutup mata,
Dia Tak terbayang namun
Terasa oleh nurani, mendekapmu hangat, tenangkan sanubari."

Arjuna Nugraha.

"Gue Ingin hidup tentram, Dan yang gue butuh cuma kesempatan, Bukan kesepakatan."

************************************
Happy reading Sun'sans .

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Suhu tubuh Juna panas dingin, bergeming Dia menatap kosong pada dua korban hasil ulahnya.

Menusuk telinga, getaran suara penuh kegetiran sekaligus ketakutan, tergumam dari mulut pemuda hitam manis tersebut pada Adiknya dalam rangkulan. Om

Mengedar manik Juna, di bawah langit hitam pekat dan hening, merotasinya pastikan tak ada pasang mata lain menyaksikan kecelakaan yang terjadi.

Dalam kebimbangan dan Kekecewaan mengusik naluri juga pikiran, alunan rintihan Hasan menyayat Hati mungilnya.

Namun secuil kecemasan akan dampak keteledoran pun, mengusik. Dia meremat kepalanya frustasi sambil berbalik hendak mangkir dari tanggung jawab yang harus dia bayar.

"Zain ... ini Abang Hasan, bukannya kamu mau lihat Abang, bangun Dek !" Raungnya terdengar putus Asa.
Raungan memilukan itu menahan langkahnya seketika. Juna menoleh pada keduanya dan mendekat dengan kaki yang tertatih penuh keraguan.

Jauh dalam sanubari kehampaan akan kasih sayang dari seorang kakak terpatri dibenak Arjuna. Sesuatu yang tak pernah dia bisa rasakan atau sering kali sengaja dia tampik, tapi orang terdekat tak peka dan memahami isi hatinya.

"Dek, Adek !" Teriaknya lara.

Dia pun mengayun langkah untuk mendekat kearah dua korban tersebut. Nuraninya berempati dan terpanggil.

Brakk....

Helm itu pun jatuh terlepas dari genggamannya dan Pertahanan kakinya goyah.

Hasan mendongak pada asal suara.

" Ello ....?" Tercenung Hasan.

Arjuna mencelos, Seketika Aliran darahnya mendingin, deru napasnya memelan tenggorokannya pun mengering, dia hanya bisa menelan ludah sebagai cara meringankan Ketegangan dalam batinnya.

Pemuda bergeming tanpa mengerti harus berbuat apa, ketika mengenali dua muka familiar itu.

Hasan menarik kerah Juna yang kini bersimpuh di samping keduanya.

"Ma-maaf, sumpah gue gak sengaja." Berdalihnya gelagapan.

"Tanggung jawab, selamatin Dia kalo gak gue laporin polisi" ancam Hasan.

Juna langsung menggeleng cepat

"Jangan lapor polisi please, g-gu-gue akan tanggung jawab, Kita bawa dia ke rumah sakit" usul Juna.

"Gak !" Tolaknya spontan.

"Hah, Kenapa? Kalo gak dibawa ke sana gimana caranya dia ditolong, pelepis loe juga berdarah." Ujarnya.

Hasan terdiam sambil berpikir keras, dalam kondisi pelarian, mana bisa dia tunjukan keberadaannya di tempat umum, Yang ada itu akan merugikan dia juga adiknya. Di sisi lain dia pun tak bisa abaikan kesehatan Zain.

Sambil menggenggam jemari adiknya erat, Dia pun mengambil keputusan besar. "Oke, gue gak akan lapor polisi, Supaya aman, loe musti panggil dokter secara pribadi"

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang