🍁.Relung.✓

187 19 8
                                    

*. Sekuat apa pun rahasia kalian tutupi, meski dengan alasan kebaikan sekalipun itu tak akan pernah dibenarkan, karna penilaian manusia itu berbeda dengan nilai pandang yang ALLAH tujukan untuk hamba-NYA.

Dia lah yang jauh lebih tahu apa yang perlu dan tidak perlu kamu simpan, sebab dia tahu ketentuan apa yang jauh lebih pantas untuk kamu jalankan.

Jadi tak usah ricuh dan membebani diri kalian, cukup lewati semuanya dengan patuh dan sabar bersampul ikhlas.*

🍁🍁🍁🍁🍁




drrrrrt ... drrrttt ...drrrrt ...


ponsel Arman berdering diatas nakas kerjanya.Tak ada pergerakan apapun dan dari siapapun, untuk mengangkat panggilan ponsel tersebut.

"Ck, urrghh, Ayah mana sih? kebiasaan nih, pasti gak dibawa deh ponselnya!" geram Doni. Kembali tak pantang menyerah terus hubungi nomor sang ayah

"Maaf, silahkan hubungi nomor beberapa saat lagi" suara operator.

tuuut ... tuuut ... tuut ...

Terpasang jelas ekspresi Doni kentara dengan aura negatifnya kusut tak ada keramahan, seraya dengar sahutan dari seberang sana. "Gimana bang?" tepuk Ariel pada bahu anak sulung Arman tersebut. Berbaliknya membalas pertanyaan sang adik

"Gak diangkat Riel, gimana soal adik kita itu, apa kata dokter hmm ?" tatap doni datar.

"Tahu deh, bang Raihan sama Hasan lagi ngomong sama Dokter sekarang?" sahut Ariel

"Akh loe, kenapa bukan ikutan dengerin sih, Ck ayo kesana!" Ajak Doni dengan langkah khasnya yang agak terseret itu. Memutar netranya jengah pada Ariel yang memasang wajah datar.

🍁.........🍁

"Saya kasih resep yah, tolong dijaga jangan sampai pasien kelelahan, atau dia menahan buang air kecil, selebihnya tak ada yang perlu dikhawatirkan, asal kalian sering kontrol tiap bulan maka semuanya akan baik baik saja, jangan lupa obatnya diberikan secara teratur yah." jelas pria berjas putihnya itu.

"Terima kasih dok.'' timbal Hasan ramah. Dokter keluar dari ruangan. Lirik Raihan dengan raut wajah lusuh, Memandang dengan lekat si adik yang tertidur pulas dan tenang diatas bangsal. Menghela napasnya panjang

"Kenapa bang?" tegur Hasan

"Abang salah ya San? kalo abang gak lupa stock obat Zain, gak akan begini" sesal pria mungil dengan ciri khas poni pinggirnya itu.

"Udahlah bang, emang udah seharusnya ketahuan, kalo gak gini loe juga yang pusing, ini masalah serius , gak mungkin loe sama Ayah doang yang hadapi persoalan begini, terutama ngandelin gaji kalian berdua, yah emang musti gotong royong..." timbal Hasan dengan dialek sok asik dan gaulnya itu. Sedikit cairkan kegelisahan Raihan dengan tingkah geje nya

"Gimana Han? apa kata dokter?" Todongan dari Doni seketika menarik perhatian kedua pemuda itu.

"Gak ada yang parah, jadi gak usah
rame Bang" serunya dengan lesu.

"Hmmm" dehemnya. Mengedari sosok Raihan dan Hasan yang melengos begitu saja dari pandangan Doni, dan memilih tinggalkan lokasi

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang