"Setiap dari kita akan menjadi sesuatu, bukan berdasarkan definisi orang lain, tapi sesuai apa yang ingin kita bentuk dan Tunjukan ke sekitar."❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
.....................................................................................................................
Tanpa seruan dua saudara saling membisu menautkan pandangan
satu sama lain. Menggurat haru akan jaraknya waktu yang memisah keduanya."Dek, Kok kamu keluar ? badanmu kan, masih lemas." Ujar Hasan mendekat ke arah sang adik dengan tatapan Cemas. Jemari nya melayang hendak membelai rambut Si bungsu, tapi si adik refleks mundur hindari sentuhan Sang Kakak. Cukup mengagetkan dan menyayat Hati Hasan detik itu juga.
"Ha-harusnya Zain yang nanya Ngapain Abang Disini, ?" Pekik bocah itu dengan emosi tapi netra sudah berlinang. Sebuah sambutan yang kurang hangat, diluar harapannya.
Dia menjatuhkan lengannya
kembali, usai lepas dari rasa Syok. Riana berdiri di tempatnya sambil mengamati dua perbincangan dingin mereka."Abang khawatir sama Kamu Zain, makanya abang sengaja Kabur .... " ungkapnya
Zain tertawa Remeh, remaja didepannya membuang muka dan melontarkan kalimat santai
"Jawaban konyol " Untai nya datar
"Emang iya, dan seandainya Abang gak ada disana kamu udah celaka Dek!"
"Kamu ngapain coba kabur di tengah malam hah! Abang Doni, bang Raihan dan Nazriel nanti kebingungan !" Lontar Hasan kalap.
"Jadi Semua salah adek! Abang Kabur juga Karna Zain!" Bentak Zain.
Hasan tertegun mendapat pekikan dari sang adik, yang tak pernah sekalipun dia lihat sejauh ini.
"Kenapa harus Karna Zain? Semua nya harus dimulai atas alasan yang sama! Apa kalian gak punya jawaban lain?! perlakuan kalian cuma bikin Zain sulit dan sakit tahu !" Luapnya dengan emosi setengah menggebu, dalam balutan rintihan suara tangis yang memilukan.
Kekesalannya membuat tubuh dia menegang, tepat di area vitalnya pun sakit hingga Zain sedikit mendesis. "Dek Ab--" Ucap Hasan tertahan.
Riana menyela ditengah suasana canggung dua saudara agar tak semakin mencekam.
"Maaf menggangu Perbincangan ini, Tapi ...Dek, Kamu sebaiknya istirahat badan kamu pasti masih syok usai tabrakan tadi, "alibi Riana
Senyuman hangat Gadis itu cukup berhasil mengambil atensi Zain.
Menangkap bibir pemuda begitu kering ditambah tangan yang masih menempeli perut kanannya. Riana mengajak dia tuk kembali berbaring.
Dengan lembut dan sedikit memaksa."Kamu masih nahan sakit kan?" Tutur Riana.
"Kakakmu panik banget gendong kamu kesini, padahal pelipisnya juga dalam kondisi luka, kalian bisa lanjutin obrolannya nanti. " sambung sang gadis. Kalimat itu pun berhasil meluluhkan hati sang remaja.
Lirikan iba pun tertaut dari manik Zain tuk kakaknya. Tanpa sahutan bocah itu mengikuti langkah Riana yang mengajaknya kembali ke kamar,
dalam ruangan itu Wanoja tersebut menjelaskan Dengan halus, bahwa
tak seharusnya Zain bersikap dingin, disaat Hasan dalam kondisi terdesak."Saya juga seorang kakak, Kadang kami bersikap kasar dan diluar nalar, tapi semua dilakukan atas dasar kasih sayang, sebagai saudara kami tidak mau adiknya merasakan kesulitan atau pun kegagalan yang sama, saya tidak tahu apa yang ada di pikiranmu, tapi saya bisa mengerti ketakutan macam apa yang mengusik hati kamu Zain, Karna saya pernah merasakan itu juga, Kamu boleh memberontak, tapi jangan pernah membenci mereka. Saya pernah melakukan apa yang kamu lakukan ini, sampai akhirnya saya kehilangan Dia dan menyesali semua Karna keegoisan itu." Pungkas Riana.
KAMU SEDANG MEMBACA
L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]
General Fiction"Dimana keadilan yang kalian janjikan?" Jangankan memenuhi janji itu, sekedar mendengar saja. Kalian enggan!" Seorang pemuda berjalan terseok di tengah terik matahari sambil membawa sepanduk bertuliskan keluhannya. "Bebaskan Hasan prakasa putra, K...