Episode 15: Merah Muda

21 9 1
                                    

Mereka bertiga mulai membagikan makanan dan minuman tersebut kepada orang-orang yang tinggal di kolong jembatan tersebut. Saat Laura sedang membagikan kepada salah satu seorang nenek tua. Tiba-tiba saja Laura seperti pernah bertemu dengan nenek tua tersebut.

"Aku seperti pernah melihat nenek ini deh. Nenek ini kan yang pernah mengatakan tentang masa depanku. Aku harus menanyakan pertanyaan yang belum sempat dijawab oleh nenek ini," ucap batin Laura langsung duduk disamping nenek tersebut.

"Permisi nek," sapa Laura dengan begitu sopan, sambil tersenyum.

Nenek tua tersebut langsung menatap wajah Laura dan mereka saling bertatapan, "iya nak, ada apa?" tanya nenek tersebut ikut tersenyum.

"Ini makanan dan minuman untuk nenek, silahkan di makan nek. Oh ya nek, ada yang mau saya tanyakan. Apa boleh saya bertanya kepada nenek?" jawab Laura sekaligus bertanya.

Nenek tersebut langsung mengambil makanan dan minuman yang diberikan oleh Laura dan nenek tersebut kembali menatap wajah Laura, saat nenek tersebut meminum minuman yang diberikan oleh Laura, "apa yang ingin kamu tanyakan nak. Katakan saja," jawab nenek tersebut sambil menaikkan alisnya dan mulai menyantap makanan tersebut.

"Apa kita pernah bertemu. Sepertinya saya pernah bertemu nenek di jalan waktu itu?" tanya Laura yang ikut menaikkan alisnya.

"Kapan ya, nenek sama sekali tidak pernah bertemu dengan kamu nak. Baru kali ini nenek bertemu dengan kamu," jawab nenek tersebut kembali tersenyum.

"Masa sih nek kita belum pernah bertemu. Jelas-jelas saya sangat mengenali wajah nenek," ucap Laura yang masih tidak percaya dengan jawaban nenek tersebut.

"Sudahlah nak. Kalau begitu, nenek mau makan di tempat lain dulu ya, karena nenek mau membagi nasi nenek ini dengan cucu nenek," ujar nenek tersebut hendak pergi meninggalkan Laura.

"Tunggu nek," tahan Laura dan nenek tersebut langsung berbalik badan dan menatap wajah Laura kembali.

"Ada apa lagi nak?" tanya nenek tersebut.

"Ini makanan untuk cucu nenek. Kalau begitu, nenek hati-hatilah di jalan," jawab Laura langsung memberikan nasi kotak tersebut dan nenek tersebut langsung pergi meninggalkan Laura setelah mengucapkan ucapan terima kasih.

"Dia adalah manusia yang sangat baik. Aku akan memberikan kejutan dihidupnya"

Setelah itu, Laura langsung menghampiri Bella dan Ibunya, "kamu habis berbicara dengan siapa nak?" tanya Bu Riska kepada dirinya.

"Saya barusan saja mengobrol dengan seorang nenek-nenek tua. Apa di sini ada seorang nenek-nenek yang sering tidur di sini Bu?" jawab Laura sekaligus bertanya.

"Tidak kok. Di sini kebanyakan anak-anak bersama Ibunya. Tidak ada nenek-nenek yang tidur di kolong jembatan ini," jawab Bu Riska dengan wajah yang serius.

"Jadi tadi nenek itu siapa ya. Nenek itu benar-benar mencurigakan. Siapa dia sebenarnya," ucap batin Laura sambil berpikir.

"Kenapa kamu diam nak. Apa ada masalah?" tanya Bu Riska sambil memegang pundak Laura.

"Eh, tidak kok Bu. Omong-omong, di mana Bella?" tanya balik Laura sambil menaikkan alisnya.

"Bella sudah tidur nak. Mending kamu pulang juga, karena ini juga sudah malam" jawab Bu Riska sambil tersenyum tipis.

"Baiklah Bu. Kalau begitu, saya pulang dan sampai jumpa lagi nanti," melambaikan tangannya dan Laura langsung pergi dari tempat tersebut dengan mobilnya.

Keesokan paginya. Di mana Laura baru bangun dan ia langsung duduk sambil melamun, "aku masih bingung dengan kejadian kemarin malam. Kenapa aku terus membayangkan nenek itu ya. Apa nenek itu seorang malaikat yang menjaga diriku. Argh, mana mungkin, itu kan hanya sebuah cerita dongeng saja. Sudahlah, lebih baik aku mandi dan sarapan," Ucapnya langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah beberapa menit, akhirnya Laura selesai mandi dan sudah mengenakan pakaian rapinya. Laura pun langsung keluar dari kamarnya dan berjalan menuju meja makan. Di meja makan, sudah ada Ibunya yang sedang membuat sarapan.

"Ibu buat sarapan apa Bu?" tanya Laura sambil mengambil air putih.

"Nanti kamu juga akan tahu. Omong-omong, kemarin malam sepertinya kamu pulang malam. Kamu habis dari mana saja nak?" jawab Ibunya sekaligus bertanya.

"Ehm, dari cari angin saja Bu. Biasa, anak muda ya begitulah," jawab Laura sambil tersenyum dan langsung meminum air putihnya.

"Kamu harus jaga diri kamu, karena kamu ini anak perempuan tunggal Ibu dan Ayah kamu. Jadi, banyak pria yang di luaran sana hendak memanfaatkan kamu sayang. Maka sebab itu, kamu harus jaga diri kamu ya sayang Ibu," ucap Ibunya ikut tersenyum tipis.

"Iya Ibuku sayang, cerewet banget sih. Omong-omong Ayah di mana?" tanya Laura langsung duduk dikursi.

"Ayah kamu ada di ruang kerja, katanya ada pekerjaan yang harus ia selesaikan. Ada apa memangnya sayang?" jawab Ibunya sekaligus bertanya.

"Tidak ada sih Bu. Oh ya Bu, apa aku boleh membuatkan kopi untuk Ayah," meminta izin Laura dan Ibunya langsung mengizinkannya.

Laura pun bergegas membuatkan kopi cappucino untuk Ayahnya. Setelah membuat kopi tersebut, Laura langsung mengantarkannya menuju ruang kerja Ayahnya, "Ayah, apa Laura boleh masuk?" tanya Laura di depan pintu ruang kerja Ayahnya.

"Masuklah sayang," jawab Ayahnya dan Laura langsung masuk ke dalam, sambil membawa kopi tersebut.

"Ada apa sayang?" tanya Ayahnya yang sedang mengetik dan mengerjakan berkas-berkas pekerjaannya.

"Ini kopi untuk Ayah. Kopi manis buatan Laura, itu akan membuat hati Ayah lega dan pekerjaan Ayah akan selesai," jawab Laura sambil tersenyum dan meletakkan kopi tersebut di atas meja Ayahnya.

Ayahnya langsung menatap wajah Laura, "terima kasih banyak sayang Ayah. Kamu jadi repot-repot begini karena Ayah," ucap Ayahnya langsung meminum kopi tersebut dengan perlahan-lahan.

"Sama sekali tidak merepotkan Ayah. Oh ya Ayah, ada yang mau Laura tanyakan kepada Ayah," ujar Laura langsung duduk di atas sofa, sambil menyilangkan kakinya.

"Apa itu sayang?" tanya Ayahnya sambil menaikkan alisnya dan kembali meminum kopi tersebut.

"Menurut Ayah, warna apa yang cocok untuk cafe Laura yang terbakar di Jalan Tanah Abang itu. Sepertinya Laura harus memberikan warna yang berbeda dari sebelumnya, agar banyak pelanggan yang lebih tertarik dengan cafe Laura. Apa Ayah punya referensi warna yang cocok untuk cafe Laura?" tanya Laura dengan jelas.

"Wah, ini sungguh pertanyaan yang sulit. Ayah juga bingung soal memilih warna. Tapi Ayah dan Ibumu lebih suka warna merah muda dengan perpaduan putih mawar," jawab Ayahnya sambil tersenyum tipis.

"Eh, kenapa warna Ayah dan Ibu sama?" tanya Laura kembali, sambil menaikkan alisnya.

"Entahlah. Mungkin sejak Ayah melihat Ibumu yang mengenakan pakaian merah muda saat pertemuan pertama kami. Mulai dari situ Ayah menyukai warna yang Ibumu pakai," jawab Ayahnya dan pipi Ayahnya sedikit memerah.

"Wah, romantis banget. Apa Ayah bisa ceritakan sedikit tentang hubungan kalian," ucap Laura ikut tersenyum.

Akhirnya Laku JugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang