Anjelly Stephanie Loman atau biasa dipanggil Jelly. Anjelly atau Jelly, sosok yang terbiasa melakukan semuanya sendiri, hidup mandiri dengan hasil kerja kerasnya selama ini. Ditinggal orangtua yang sudah lama berpisah dan tinggal bersama oma opanya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lo kenapa sih kelihatan mumet banget gitu? stress banget lo sama jabatan ini?" tanya Rachel memperhatikan raut wajah teman seperjuangannya dulu yang kini duduk dengan kaki menyilang di sofa ruangannya.
Sejak anak buahnya bubar dari ruangan Rachel, pandangan Margo sudah kosong. Satu tangannya kini sibuk mengelus elus dagu, dahinya mengernyit, tampak berpikir keras. Entah apa yang dia pikirkan, tapi di mata Rachel, Pria itu sedang tidak fokus.
Bagaimana bisa Margo fokus, kalau teleponnya semalam di-reject oleh Anjelly? Bahkan, setelah Margo menelponnya belasan kali, tak ada belas kasihan sedikitpun dari Jelly untuk mengangkatnya. Mungkin Margo bisa saja menyusul Jelly ke kosnya, tapi sayangnya kemarin pekerjaan seperti merantai kakinya sehingga ia tak bisa kemana mana selain mendekam di ruang kerjanya sendiri. Berpacaran dengan bertumpuk tumpuk kertas yang harus ia paraf, berbicara sendiri membaca ratusan kata yang tertera, alih alih mendengarkan ocehan Jelly seperti biasanya dari suara telpon.
"Cepat putih rambut lo kalau kebanyakan mikir, Mar" celetuk Rachel.
Margo berdecak kesal, lamunannya pun buyar. Lantas mendelik kesal pada Rachel yang menyeringai iseng. "Apasih yang lo pikirin? kerjaan?"
Margo menggeleng.
"Terus apa?"
Belum sempat Margo menjawab, dering telepon Margo sudah menyela lebih dulu. Tanpa beranjak, seakan percaya pada sosok Rachel, Margo menerima panggilan tersebut ditempat. "Siang, iya ada apa, Pak?"
Margo dia sejenak, sementara Rachel yang menyadari diamnya Margo pun mengangkat kepalanya guna memperhatikan perubahan raut wajah temannya. Mencoba menebak nebak, apa yang sedang dua orang bicarakan via telepon tersebut.
"Gak ada, Pak?" tanya Margo.
"Oh, pergi makan siang diluar..." sekarang Rachel yang kebingungan akan raut kesal Margo yang tiba tiba muncul.
Desahan panjang nan kecewa terhembus dari paru paru Margo, "Iya, taruh di mejanya saja, Pak. Terima kasih, Pak" kemudian sambungan itu ditutup oleh Margo secara sepihak.
Tatapan penasaran dan menagih dari Rachel berhasil mengganggu Margo. Enggan untuk menjawab, Margo hanya melirik malas pada Rachel. Kemudian langsung mengalihkan pandangannya pada satu map besar yang sekarang harus ia paraf setelah Rachel dan timnya tuntaskan.
"Let me guess"
"Sedang gak mau main tebak-tebakkan"
Rachel berdecak, tapi tidak juga mengurungkan niatnya. "Are you seeing someone?"
Bungkamnya Margo berarti iya untuk Rachel. Lantas Rachel bersiul bahagia, ia mundur melempar punggungnya ke sandaran sofa. Melepas pena tebal yang ia pegang dan mengistirahatkan kedua tangannya di lengan sofa, kakinya pun ia silang. Kepalanya sedikit miring, wajahnya menampilkan senyum penuh makna seraya menatap Margo.