Anjelly Stephanie Loman atau biasa dipanggil Jelly. Anjelly atau Jelly, sosok yang terbiasa melakukan semuanya sendiri, hidup mandiri dengan hasil kerja kerasnya selama ini. Ditinggal orangtua yang sudah lama berpisah dan tinggal bersama oma opanya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
anyway, kalau part ini sampai 15+ komen sebelum 21.00 WIB, aku double update ya soalnya rada gak sabar juga sih klimaksnya :D
__________________
Malam itu Margo tidak memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Beberapa menit setelah Jelly turun, ia menyusul Jelly ke indekosnya. Hatinya terasa perih saat ia masuk ke kamar kos Jelly dan menemukan gadis itu menangis dengan kondisi berbaring menghadap dinding.
“Love . . .” panggil Margo.
Setelah menutup pintu dan melepaskan sepatu pun kaus kakinya, Margo ikut naik ke atas ranjang. Memeluk Jelly dari belakang dan mengusap-usap pinggang gadis itu. Seraya terus membisikkan kata maaf padanya.
“I’m so sorry . . . I didn’t mean that” bisik Margo, “Sorry If I was scared you, sorry if I was rude” sambungnya.
“Break up is not what I want, Love. That is not what I need and not the best solution for us”
Jelly mendengkus. Gadis itu mencoba untuk menyingkirkan tangan Margo dari perutnya, tapi Margo menahannya dengan kuat. Ia malah semakin mendekatkan diri, membuat punggung Jelly menempel dengan dada Margo, membuat Jelly yang tadinya kedinginan kini seperti terselimuti hangat.
“Pak”
“Mas, Anjelly. Mas . . .” mohon Margo menyembunyikan kepala di celah rambut Jelly, tepat di tengkuk gadis itu. Mulai frustasi saat Jelly mengembalikan panggilan mereka seperti semula.
“Pak, nga—“
“Panggil Mas dong, Sayang . . .” mohon Margo lalu menghujani tengkuk Jelly dengan kecupan. “Kita belum putus, gak ada namanya putus. Tadi karena kita berdua masih emosi jadinya gini” lanjut Margo.
Jelly mengerang kesal. Tangannya naik menyeka air matanya. Kemudian mengatur nafasnya yang sempat sesak karena mennagis. Emosinya kembali terpancing, kesalnya pun muncul lagi di permukaan, “Kamu tuh bukan sesuatu yang memalukan, Mas. Aku gak pernah malu punya pacar kayak kamu. Malah harusnya kamu yang malu punya pacar kayak aku”
“Love . . . why are you talking like that? Saya gak pernah malu punya pacar kayak kamu. Saya sudah semenggebu-gebu gini kamu sempat mikir saya malu sama kamu?”
“Ya gitu . . .” lirih Jelly.
“Love . . .”
“Mas sekali lagi aku bilang, aku tahu aku jahat. Tapi aku mau backstreet sama kamu bukan karena kamu aib aku. Tapi karena aku gak siap buat go-public di depan teman-teman kantor, di depan pegawai-pegawai kamu, di depan direktur-direktur lain, atau bahkan atasan kamu yang lebih tinggi lagi”
Margo menghela nafas panjangnya. “Come here, Baby. Look at me” Margo membantu Jelly untuk memutar tubuhnya sehingga tubuh mereka sekarang berhadapan. Pria mendengkus pelan melihat wajah sembab Jelly, lantas memaki pelan ketika ingat itu semua karena kebrengsekannya di mobil.