Anjelly Stephanie Loman atau biasa dipanggil Jelly. Anjelly atau Jelly, sosok yang terbiasa melakukan semuanya sendiri, hidup mandiri dengan hasil kerja kerasnya selama ini. Ditinggal orangtua yang sudah lama berpisah dan tinggal bersama oma opanya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Gila, gilaaaa” suara Samuel menyapa kedua pasang telinga pengantin tersebut. Mengundang gelak tawa Jelly, sementara Margo hanya tersenyum simpul.
“Gila, Anjelly. Gue bener-bener gak kepikiran” sahutnya lagi yang malah membuat tawa Jelly makin mengeras.
“Eh, Bapak” giliran beralih ke Margo, Samuel langsung jaga sikap.
“Jadi selama ini donatur makan siang kita tuh Pak Margo ya?” sindir Bella ketika gilirannya untuk bersalaman dengan pengantin baru itu tiba.
“Iya, Mbak” ucap Jelly tersenyum malu.
“Makasih ya, Pak Bos, untuk makan siangnya. Beneran deh, makan siang dari bapak untuk Jelly itu sangat membantu kami semua, apalagi kalau malas keluar makan siang” Bella bergerak ke hadapan Margo.
“Makasihnya ke istri saya, Bella. Jangan ke saya. Dia yang punya niat baik buat bagi-bagi ke kalian, bukan saya. Saya mah yang penting Jelly nya kenyang, ada makan siang” tegas Margo, mencoba meluruskan kesalahpahaman yang ada.
“Yaampun, beruntung banget Bapak dapat modelan Anjelly” Nina yang berada di belakang Bella menimpali.
“Jelly juga beruntung dapat modelan Pak Bos” sahut Bella yang menunggu diujung antrian.
“Ya sama-sama saling menguntungkan sih. Anyway, Anjelly” Nina menggenggam erat tangan Jelly. Menatap lekat mata cokelat Jelly yang begitu cantik.
Jelly mengerjapkan matanya, menaikkan kedua alisnya, “Kenapa, Mbak Nina?”
“Tolong ya, kalau misalnya si Pak Bos ini stress atau lagi bete atau lagi kesal, apapun itu, tolong banget dijinakin. Soalnya . . .”
“Nina” tegur Margo.
“Tuh” adu Nina, “Soalnya si Pak Bos ini galak banget kalau lagi stress. Gak pandang bulu kalau mau ngomel. Mulutnya bisa berubah cerewet, kasih pidato panjang lebar. Mana kalau lagi meeting, komennya bisa berubah pedas banget”
“Nina”
Nina mengerucut bibirnya, “Lihat, kan? baru digituin aja, si Pak Bos udah natap gue kayak mau bunuh gue, Jell. Jadi tolong ya, gue harap lo bisa jinakin dia sebelum pergi kantor”
Jelly melirik sekilas pada Margo. Tergelak pelan melihat raut kesal di wajah Margo. Matanya kembali beralih pada Nina, kemudian mengangguk seraya menepuk punggung tangan Nina, “Iya, Mbak. Doakan juga ya semoga Pak Margo gak gampang emosian dan keras kepalanya berkurang”
Mendengar itu, tawa Nina meledak. Begitupun Bella yang masih berdiri disana menunggu Nina. Puas ada yang berani terang-terangan meledak si Bos Besar.
Margo yang dijadikan topik utama dan dibicarakan keberukannya secara terang-terangan berdehem kencang, “Udah bisa minggir, Nina. Antriannya panjang”