chapter twenty-seven

1.4K 138 32
                                    

Sudah seminggu sejak mereka kembali dari Edinburgh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah seminggu sejak mereka kembali dari Edinburgh. Semua berjalan lancar seperti biasanya. Ia kembali menekuni proyek mandirinya untuk program internship nya, harus kembali meladeni Haikal dan Dahayu yang meminta oleh-oleh, serta pekerjaannya yang entah mengapa kian menumpuk. 

Pagi ini dia tidak berangkat sama Margo. Pacarnya—maksudnya, Bos Besarnya itu baru saja pulang dari Solo kemarin malam. Sehingga tidak sempat ke kos Jelly seperti biasanya. Jelly sih tidak masalah, dia lebih lega sehingga paginya tidak perlu dimulai dengan sembunyi-sembunyi. Tapi Margo yang bermasalah, pria itu kesal dan terus merengek ingin menginap. Padahal dia sampai di Jakarta saja jam 1 malam. Jelly jam segitu tidak menerima tamu. Pokoknya pintunya terkunci rapat semalam. Terlalu mager untuk berdiri lagi hanya untuk membuka pintu. 

Intinya hari ini berjalan sesuai dengan yang ia harapkan sampai Samuel menegurnya, “Loh? Itu mirip kayak tote bag yang Bos Besar bawa di bandara pas balik dari Eden” tunjuknya pada tas baru saja Jelly letakkan di kursi putarnya. 

Gerakan Jelly berubah kikuk. Ia tersenyum canggung menatap Samuel yang duduk dengan memiringkan kepala padanya, “Beneran, kak?” bohong Jelly. 

“Beneran, pas itu gue sempat dimintai tolong Pak Margo buat angkat isinya. Pas gue tanya isinya oleh oleh gitu” Jelly menelan salivanya, Oh ya, saat pulang dari Eden, tas ini penuh dengan oleh-oleh Jelly. Karena Margo seorang gentleman—bagi Jelly—Pria itu menawarkan diri membawa tentengan Jelly yang katanya banyak itu. 

“Oh ya? Mirip kali, Kak” 

“Mungkin” Samuel mengangguk-angguk yakin, tapi raut wajahnya kelihatan masih ragu. “Itu lo beli dimana?” sambung Samuel. 

“Ini dikasih sama temen gue yang di Eden dulu, kak” bohong Jelly. 

“Bagus soalnya” Jelly tersenyum mendengar pujian itu, “Gue pengen, tapi pas jalan-jalan kemarin gue gak nemu yang kainnya rada tebal” 

“Oh ya, kemarin lo jalan-jalan kemana?” pertanyaan itu keluar sebelum Samuel memutar lagi kursinya membelakangi Jelly, berhadapan dengan laptopnya. 

“Kemarin? Gue gak jalan jalan kemana-mana, Kak. Gue cum—“

“Bukan kemarin, Jell. Tapi the last day in Eden” potong Samuel. 

Hari terakhir? Berarti hari yang dia jalan sama Margo dong batin Jelly. Kalau iya, berarti Jelly harus hati-hati dalam menjawab, “Kenapa emang, Kak?” 

“Gue pas itu sempat lunch di satu kafe sekitar Royal Mile. Terus gue gak sengaja lihat cewek yang mirip elo gitu” jelasnya dengan dahi mengernyit dan kepala mendongak menatap langit-langit kantor seraya polpen di tangannya mengetuk-ngetuk pelan dagunya.

“Ah lo salah lihat kali, Kak” sanggah Jelly. Ia memang sempat bekunjung ke Royal Mile untuk foto-foto dan berlagak seperti sedang berada di Diagon Alley, tapi ia berharap siapapun yang Samuel lihat bukanlah dirinya, “Soalnya gue jalan sama temen tuh di sekitar Uni dulu” bohongnya lagi. 

The Way I AmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang