BAB 45 "Baikan"

40 4 0
                                    

"Ngapain di sini? Mau ngeprin? Ya udah sana. Ngapain malah duduk." tanya Icha saat melihat Revan yang tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Aku nggak mau ngeprint." jawab Revan.

"Terus kalau nggak mau ngeprint? Ngapain ke sini? Mau jemput aku? Nggak mungkin kan? Kemarin-kemarin aja aku nebeng tapi kamu nggak ngebolehin." Icha terus memberi Revan pertanyaan. Namun malah dia sendiri yang menjawabnya.

"Emang aku ke sini nggak mau jemput kamu."

"Ya udah sana pergi. Merusak pemandangan aja."

"Bukannya aku itu pemandangan yang paling indah yang pernah kamu lihat ya." Revan tersenyum menatap Icha.

Icha merasa mual mendengar perkataan Revan yang narsis. Ia lalu mengabaikan Revan, membuka ponselnya. Ada pesan dari mamanya.

"Cha, dompet kamu mama titipin ke Revan." Isi pesan itu. Dan seketika Icha langsung menatap ke arah Revan dengan pandangan yang kesal.

"Revan. Kenapa sih kamu nggak bilang kalau mama nitipin dompet aku ke kamu." kata Icha kesal.

"Kamu juga nggak minta." kata Revan dengan santainya.

"Ya mana aku tahu. Ini aja aku baru baca pesan dari mama. Ya udah mana dompet aku." Icha meminta dompenya.

"Bilang dulu Revan ganteng."

"Nggak mau."

"Ya udah kalau gitu, aku pergi aja deh." Revan beranjak dari duduknya. Namun Icha menahannnya.

"Ya udah oke oke." Icha menghela nafas sejenak. "Revan ganteng, siniin ya dompet aku." Icha menengadahkan tangannya meminta dompetnya balik.

"Kok gitu sih. Sambil senyum dong."

Lagi-lagi Icha menghela nafas. "Revan yang paling ganteng sedunia. Balikin ya dompet aku." Icha tersenyum saat mengatakannya sesuai perkataan Revan.

"Nah gitu dong." Revan lalu memberikan dompetnya pada Icha.

"Makasih Revan ganteng." kata Revan saat melihat Icha yang langsung pergi setelah mendapatkan dompetnya balik.

Icha berbalik arah, dan tersenyum pada Revan. "Makasih Revan yang nggak ganteng. Hahaha." Setelah itu Icha kembali pergi membayar tagihan fotokopiannya.

***

"Ayo naik." kata Revan menyuruh Icha untuk naik ke motornya.

"Beneran? Tumben? Kesambet apa Van?" tanya Icha nggak percaya saat mendegar Revan menyuruhnya untuk naik ke motornya. "Kamu udah nggak marah lagi sama aku? Kamu udah maafin aku?" Icha bertanya lagi.

"Mau apa enggak? Ya udah kalau nggak mau." kata Revan tanpa sedikitpun menjawab pertanyaan Icha yang banyak itu.

"Iya iya gitu aja marah." Icha lalu naik ke motornya Revan. Memeluk Revan dari belakang. Dan tak ada penolakan dari Revan. Membuat Icha tersenyum bahagia.

"Seandainya waktu berhenti di detik ini." suara hati Icha dan Revan.

"Cha, bangun. Udah sampai." kata Revan membangunkan Icha.

"Hah? Sampai mana?" tanya Icha yang masih setengah sadar.

"Sampai kampus lah." jawab Revan.

Icha memperhatikan sekelilingnya. Dia sudah sampai di kampus. Banyak pasang mata yang melihat ke arahnya dan Revan dengan tatapan yang tidak suka.

"Icha bodoh banget sih. Bisa-bisanya ketiduran." batin Icha mengutuki kebodohannya.

"Kenapa nggak bangunin dari tadi sih sebelum sampai kampus?" tanya Icha kesal karena Revan tak membangunkannya dari tadi. Sekarang Icha benar-benar malu.

Ketika Playboy Jatuh Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang