"Bunda udah dateng."
"Iya bentar."
"Bangun dulu. Kasian Bunda nunggu kamu lama."
"Tapi nanti buatin gue puding."
"Iya aku buatin. Ayo, bangun dulu."
"Iya."
"Bunda udah nungguin kamu dari tadi," ucapnya memperjelas, lalu ia terduduk di hadapan lemari dan melipat pakaian dari dalam koper dimasukkan ke lemari pakaian.
Dengan malas Gema beranjak dari ranjang. Mengusap wajahnya sejenak, menatap punggung gadis itu dari belakang.
"Sial," umpatnya amat pelan, saat menyadari gadis itu memakai kaos kesayangannya.
Gema tidak marah. Melainkan cukup gemas melihat gadis mungil itu memakai kaos hitam yang terlihat menjadi kebesaran.
"Ayo bangun, Gema. Kasian Bunda udah nungguin kamu. Abis ini aku janji buatin puding," ucapnya tanpa menoleh ke arah belakang.
Tubuh Gema membungkuk. Mencium pipi gadis itu dari samping. "Awas aja kalau lo bohong," ancamnya berbisik.
"Iya, enggak."
Akhirnya Gema masuk ke dalam kamar mandi. Mencuci muka dan gosok gigi terlebih dahulu sebelum bertemu Bunda. Selesai sudah semuanya, Gema kembali menghampiri gadis itu.
"Sssh, geli." Lelaki itu baru saja mengusap lembut tengkuknya. Ia menoleh. Mendapati Gema yang tersenyum menghadap cermin.
"Jangan lupa almetnya dipakai," ucapnya mengingatkan lelaki itu, kembali fokus merapikan pakaian.
"Iya."
"Hari ini gak ada kelas?"
"Kayaknya enggak," balas Gema, lalu memakai almamater kampus dan berjongkok di samping gadis itu.
"Tolong," ucapnya pelan, menyodorkan wajah.
"Apa?" balasnya, menuai rengekan kecil dari lelaki itu.
"Rapihin rambut gue."
Satu tangan gadis itu terulur. Merapikan rambut Gema yang sebenarnya tidak begitu berantakan.
Padahal biasanya lelaki itu rajin menyisir setiap mandi. Tapi entah mengapa kali ini Gema tampak terlihat manja.
"Nanti siang aku mau ketemuan sama Arza di--"
"Gak boleh."
Gadis itu menyudahi pergerakannya. Kembali fokus melipat pakaian. "Aku tetep harus pergi, Gema. Mau bahas itu biar cepet di ACC sama dia."
"Oke kalau gitu. Lo gak bisa pulang ke rumah."
"Aku bisa ke rumah Bunda."
Sungguh gadis itu membuatnya mendesis kesal. Daripada emosinya meluap, ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan menemui Bunda.
"Eh, Nak." Wanita itu menyapa dengan begitu hangat dari arah dapur. "Gimana rumah ini? Suka gak?"
"Lumayan," balas Gema, lalu terduduk di kursi yang berhadapan dengan meja pantry.
Bunda tersenyum simpul menatap anak pertamanya itu. Ia bangga melihat Gema yang sekarang terlihat lebih dewasa.
Walau usia pernikahan anak pertamanya itu baru sebulan, tapi ia bisa melihat Gema bukanlah lagi anak yang susah diatur dan keras kepala.
"Bunda mau ngomong apa?" tagih Gema, terus memperhatikan Bunda yang senang kali membersihkan rumah.
Padahal ini adalah rumahnya yang direkomendasikan dari Bunda.
"Itu ...," Bunda membalikkan tubuh. Terduduk di hadapan Gema. "Kalian gak pisah kamar, kan? Maksud Bunda ... kalian sekamar, kan?"
Gema menganggukkan kepala. "Kenapa emangnya?"
"Bunda takut aja. Takut kamu ngasih peraturan yang enggak-enggak buat Gaby."
Yang ada dia ngasih peraturan buat gue. Batin Gema berucap.
"Enggak, Bun. Gema gak ngasih peraturan apapun ke dia," balasnya, menuai senyuman singkat dari Bunda.
"Maafin Bunda, ya. Gara-gara Bunda kamu jadi ..."
Bunda menggantungkan ucapannya. Menundukkan kepala, merasa tidak bisa melanjutkan kalimat selanjutnya.
"Enggak, Bun," balas Gema cepat yang tahu arah pembicaraan Bunda akan ke mana.
Keadaan hening sejenak sebelum Bunda kembali menatap anak pertamanya itu.
"Mulai belajar buat sayang sama Gaby, ya? Kalau kamu sayang sama Gaby, itu artinya kamu juga sayang sama Bunda," jelas Bunda, menuai anggukan kecil dari Gema.
•••••
Selasa, 24 Oktober 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGEMANTRA [END:REVISI]
Teen FictionIa ingin membuktikan. Bahwa cinta tumbuh itu bisa dari rasa terpaksa. --Algemantra-- 9aglie© (BELUM REVISI) Start : Selasa, 24 Oktober 2023 Finish : Kamis, 23 Mei 2024 🎖 RANK #1 married [Sabtu, 9 Maret 2024] plagiat? viral ❕️