Langkah kakinya terhenti, tawanya berhenti, dunianya berhenti.
Alis Hikaru menukik tajam bagai pesawat jatuh, matanya memandang bingung pada objek tiga dimensi unyu mematahkan iman.
Lengan pendek, sepatu biru bergambar tokoh kartun upin ipin , ransel merah, mata sipit pipi gembul dan aroma stoberi.
Bocah SD yang tidak lebih tinggi dari dadanya menghadang Hikaru sepulang sekolah.
Hei anak manis, apa kamu tersesat?
Hono bertanya dengan lengan kanan yang masih tersampir di bahu kanannya.
Entah ilusi atau bukan tapi Hikaru merasa melihat percikan tidak suka dari si 'anak manis'.
Ah, sudah pasti itu ilusi Atau imajinasi semata Atau trik kamera dengan sudut dan pencahayaan sempurna.
Hikaru geleng-geleng, Tidak mungkin 'kan bocah suci nan lugu menyukai preman seperti—
" Aku suka kamu! "
Bocah itu memandang Hikaru dengan sungguh-sungguh.
" Aku suka kamul! "
… bocah yang malang.
***
" Bagaimana? Dia masih di situ, bukan? "
Matahari hampir tenggelam saat Hikaru bersembunyi di semak-semak seperti penguntit.
Seragamnya mirip korban perang, rambutnya lebih parah lagi.
Ada lebam di pipi kanan dan lengan kiri, habis berkelahi sampai busuk.
Hono yang di tampilkan tak berbeda dari Hikaru tertawa sampai berkeping-keping sambil memegangi perutnya.
" Yang benar saja! Seorang Morita Hikaru menghajar segepok sampah takut pada bocah?! "
" Diam, brengsek! Kuhajar kau!"
" Hei bocah~ dia ada disini~"
Secepat cahaya Hikaru menarik leher Hono dan menyumpal mulutnya dengan tisu.
" Kau tidak setia kawan sekali! "
Hono terbatuk-batuk heboh.
" Sialan kau. Bocahmu itu masih disana."
Hikaru menengok dari celah semak, menemukan bocah SD tempo hari masih menunggu di ayunan taman bermain
" Apa dia tidak tahu cara membaca jarum jam? Harusnya jam segini anak SD sudah ada di rumah!"
" Mana kutahu, bodoh! Ya sudah, aku duluan saja. Karin sudah menunggu." Hono berdiri sambil cengar-cengir.
"Jangan biarkan Ten-mu menunggu juga loh."
Hikaru menghela napas, sudah tiga hari dia mulai seperti ini.
Bersembunyi seperti maling ayam demi menghindari seonggok bocah bernama Yamasaki Ten.
Orang bilang dunia sudah gila, kini Hikaru tahu kenapa demikian.
Contoh saja, bagaimana bisa seorang malaikat surga jatuh cinta pada tiang listrik jejadian macam Ten?
Hikaru sungguh tak habis pikirnya.
Lagipula, kapan mereka pernah bertemu? Singatnya tiga hari yang lalu adalah pertemuan yang pertama.
Apa dia jatuh cinta pada pandangan pertama?
" Hah, anak kecil saja bisa suka padaku."
Matanya mengintip awas, di lihatnya sosok mungil imut-imut turun dari ayunan kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh area taman bermain.
Reflek Hikaru kembali bersembunyi.
Sosok kecil itu tampak kecewa.
Sinar oranye senja jatuh ke rambut bocah yang memeriksa sekitarnya
" Ternyata dia bisa membaca jam." Gumam Hikaru sementara objek pengamatannya berpindah dari sana.
Menunggu dalam detak jantung yang lamban, tubuh Ten menghilang di balik tikungan jalan.
Hikaru mendesah lega kemudian keluar dari persembunyiannya.
Hikaru duduk di ayunan Ten hingga petang menjelang.