Aku sudah lama tidak kembali kesini. Ke kota kelahiranku.
Aku merindukan segala yang ada di kota kenangan ini, aroma pantainya, cahaya matahari yang selalu malu untuk menampakkan diri, ilalang yang bergoyang-goyang mengikuti irama angin, jalan setapak yang terlihat tenang disaat musim gugur, bahkan ibu-ibu pemilik kedai di ujung jalan yang selalu menyanyikan lagu jadul dengan nada kalang-kabut.
Aku merindukan semuanya.
Sudah empat tahun sejak aku merantau ke pusat kota dan bekerja disana.
Karena ini liburan musim dingin, yeah, liburan natal juga, maka aku memutuskan untuk pergi mengunjungi kedua orang tuaku di kota ini.
Aku bisa membayangkan ibuku menangis haru karena kejutan yang tak terduga ini. Aku juga bisa membayangkan, Ayahku yang langsung memasak makanan kesukaanku.
Mereka tinggal berdua Dan menghabiskan masa tua mereka dengan mengelola toko bunga kecil-kecilan di depan rumah.
Setidaknya itu bisa menghilangkan rasa bosan mereka pasca pensiun.
Kota ini memang menyimpan kenangan masa kecilku, dari mulai Hono yang suka bermain bersamaku, Aku juga masih ingat bagaimana repot nya seorang Karin menghadapi kencan pertamanya bersama pacar pertamanya.
Masa remaja yang sangat hangat dan mustahil untuk di lupakkan.
Mungkin aku akan menelpon Karin sebentar lagi untuk melepaskan rasa kangen.
Bagaimana wujud Karin sekarang? Masih kah seperti dulu?
Berbicara soal masa remaja, aku punya kisah tersendiri, Aku juga punya cerita tentang cinta pertama.
Namanya Yamasaki Ten, aku menyukainya Dia tinggi, dan itu hal yang sangat aku benci ketika harus menengadahkan kepalaku jika ingin berbicara dengannya.
Aku selalu tertawa jika mengingat ia menyatakan perasaannya pertama kali kepadaku.
Dengan setangkai mawar yang di sembunyikan di balik tubuh raksasanya, ia berkata " Run, aku mencintaimu…" terdengar menggelikan. Tapi aku merindukan saat-saat itu.
Aku dan Ten putus saat aku memutuskan untuk pergi bekerja di kota yang lebih besar.
Aku lebih memilih putus daripada harus memaksakan diri menjalin hubungan jarak jauh yang pasti akan menyiksa batin kami berdua.
Yeah, awalnya aku merasa sakit hati. Tapi, aku berusaha berpikir bahwa memang ini yang terbaik untuk kami.
Ngomong-ngomong, aku juga penasaran bagaimana bentuk Ten sekarang? Apa ia masih tinggal di ujung jalan di kota ini? Apa ia masih tersenyum seperti waktu itu kepadaku?
--
Aku sedang berjalan pulang dari kuil, Jalanan disini sebenarnya sangat enak jika di lalui dengan bersepeda karena menurun.
Tak apa, aku juga senang jika melakukannya dengan berjalan kaki.
Dari sini aku bisa melihat kota, walaupun yang terlihat hanya atap-atapnya. Terlihat sangat cantik.
Aku mengayunkan tanganku kesamping merasakan ilalang yang menyentuh ujung-ujung jariku.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan cepat.
Asap mengepul keluar dari mulutku menandakan hari ini memang benar-benar dingin.
Aku melakukannya beberapa kali. Tak peduli jika hari semakin dingin. karena aku melakukannya dengan bahagia, seolah-olah sedang bernostalgia.