Nostalgia (2)

35 10 0
                                    

Aku sudah siap dengan mantel tebal yang melilit tubuh ku. Hari ini memang dingin, tapi aku merasa hangat.

Entah kenapa bibirku terasa tersenyum dengan sendirinya, aku juga heran akan hal itu.

Aku menunggu di beranda rumahku di temani secangkir teh hangat yang lumayan bisa meredakan kegugupan ku.

Untuk pergi dengan Ten hari ini, aku terpaksa membatalkan janjiku dengan Karin untuk sekedar melepaskan rasa kangen, dan menggantikannya dengan esok hari.

Padahal Karin sudah membuat cake kesukaanku.

Terpaksa aku menyuruhnya untuk menyimpannya, dan berjanji akan memakannya besok.

Kulihat Ten sedang mengayuh sepedanya Masih setia dengan syal merah yang meliliti lehernya.

Dia tampak sempurna dengan penampilan seperti itu.

Aku tersenyum dan melambai kearahnya Ia pun membalas dengan senyuman khasnya juga.

" Lama menunggu?" tanyanya.

" Tidak juga."

" Ingin ku ajak kemana?"

" Kau yang mengajakku jalan-jalan, kan? Kenapa jadi kau yang bingung?"

" Ah ya, aku lupa." kulihat ia tersenyum kikuk.

" Jadi, mau kemana?" tanyaku.

" Ayo naik! "

Ten tidak menjawab pertanyaanku, tapi malah menyuruhku untuk naik ke jok sepeda yang berada di belakangnya dan

Aku hanya mengikuti perintahnya.

Entah mau di bawa kemanapun, aku pasti akan ikut.

" Pegangan! "

Aku menarik mantel Ten untuk di pakai sebagai pegangan.

" Kalau tidak erat pasti akan terjatuh."

Ten mengubah posisi tanganku menjadi memeluk. Aku terkejut, tapi sama sekali tidak keberatan dengan posisi ini.

Perlahan-lahan sepeda yang kami tumpangi berjalan menyusuri jalanan sepi kota ini.

Aku tersenyum, walaupun aku tahu Ten tidak mengetahuinya. Aku sangat senang.

Rasanya ini seperti masa-masa awal dimana kita baru pertama kali menjadi sepasang kekasih, aku jadi merindukan masa itu.

Aku mengeratkan pelukan pada pinggang Ten, menyandarkan kepadaku pada punggung Ten. Ini hangat dan nyaman.

Sungguh aku tidak berbohong. Rasanya aku ingin tertidur dalam posisi ini.

Aku tahu Ten menoleh karena terkejut dengan apa yang barusan aku lakukan, tapi itu sama sekali tidak membuatku merubah posisi nyaman ini.

Jujur, aku menyukai punggung Ten. Aku suka aroma tubuhnya. Aku suka bunyi helaan nafasnya. Aku suka nyanyian detak jantungnya. Aku suka cara ia tersenyum menampilkan gigi-giginya yang begitu rapih. Sungguh, aku suka apapun dalam diri Ten.

TenRun AreA! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang