Ten tau kalau dirinya kurang disiplin Tidak... Tapi sangat kurang disiplin.
Dan mungkin, hari ini adalah hari apesnya di karenakan oleh kebiasaan buruknya tersebut.
" Menurutmu ini jam berapa? "
Ten melirik menatap berani pada gadis yang lebih rendah dari dirinya di depan.
" Enam dua puluh..." Jawabnya dengan tak minat dan Tak lupa menambahkan kata pamungkas yang cukup menyebalkan untuk di ucap. "...Kak."
" Kemarin ku suruh untuk disini berada jam berapa? "
Ten melirik ke kiri, melihat jalanan sepi.
Barulah dia sadar kalau hanya dirinya orang berseragam putih hitam yang masih beredar di sekitar gerbang kampus.
" Pukul enam tepat... Kak."
" Lantas apa yang kau lakukan?"
Ten sungguh membenci ini kesiangan di hari pertama ospek? Yang benar saja.
Belum menjawab pertanyaan, Ten memilih untuk melirik id card milik kakak tingkatnya yang terkalung di depan badan.
Morita Hikaru, matanya cukup jeli untuk membaca nama itu dalam jarak yang lumayan.
" Tidak mau jawab? " Tanya Hikaru dengan nada galak.
Ten memakluminya karena di depannya itu anggota Komdis Galak, seakan sudah menjadi harga mati.
" Jalanan macet." Jawab Ten singkat.
Kalau boleh menilai Hikaru ini sebenarnya lumayan juga wajahnya, masuk ke dalam tipe-tipe ideal lah.
Hanya saja Ten perlu melakukan sesuatu dengan temperamennya itu.
Walaupun mitosnya orang pendek memang akan bersumbu pendek pula.
Tapi masa untuk senyum sedikit saja susahnya minta ampun?
" Itu bukan alasan." Hikaru tetap mempertahankan argumen bahwa disini Ten lah yang salah.
" Kalau macet aku bisa apa Kak? "
" Makanya berangkat lebih pagi lagi! " Bentak Hikaru.
Ten tidak kaget dia sudah tau kalau hal semacam ini akan mengisi hari-harinya selama ospek.
Hal-hal memuakkan tentang Senior yang selalu benar.
" Maaf."
" Kau pikir maaf saja cukup? "
" Memangnya harus di tambah apa lagi? "
Hikaru melipat tangannya di depan dada dan menatap angkuh pada juniornya yang tak disiplin tersebut.
" Kau harus di hukum terlebih dahulu."
" Kalau di hukum nanti aku terlambat berkumpul dengan yang lain di lapangan."
Ten ingin mengelak, siapa juga yang mau berkeringat sepagi ini dalam balutan baju formal?
" Banyak omong Kalau ku bilang di hukum ya di hukum."
" Untung wajahmu cantik."
" Bilang apa barusan? "
Ten buru-buru tutup mulut bisa kena damprat dia kalau ketahuan memuji cantik.
Walaupun begitu Hikaru masih lebih tua darinya.
" Tidak Maksudku, aku mau di hukum."
" Jangan macam-macam denganku."
" Serius Kak Jadi, aku dapat hukuman apa?"
Hikaru mengerutkan kening penuh curiga Namun beberapa detik berikutnya kecurigaannya luntur.
" Lari keliling lapangan 5 putaran. Sehabis itu kau langsung menghadapku lagi."
Ten menghela napas.
" Dan jangan menghela napas di depan wajahku! "
Sekali lagi Ten berteriak dalam batin.
" Untung dia cantik..."
" Cepat lakukan!"
" SIAP."
Ten menaruh alat-alat perangnya yang ia bawa dari rumah di atas tanah pijakan dan
bersiap-siap.Yah walaupun merepotkan, apa boleh buat Hukuman tetap saja hukuman Lagipula dia sadar diri kalau dirinya salah.
Sebenarnya, ini merepotkan sekaligus menyenangkan sih.
" Kenapa senyum-senyum? Cepat lari! "
Ten tersentak dan mengangkat kaki tanpa ragu berlari sesuai perintah seniornya.
Dan di tengah-tengah acara larinya, ia masih saja tersenyum-senyum. Barangkali, saat itulah ia baru sadar bahwasanya ada yang aneh sedari tadi.
Kenapa dia tidak keberatan saat Hikaru membentaknya, kenapa dia tidak melawan keras saat Hikaru menghukumnya.
Padahal aslinya Ten itu cukup pembangkang.
Semuanya terjawab dalam sebuah kalimat yang di iringi tawa.
" Hahaha sial, sepertinya aku jatuh cinta."
