" Hei, pendek! Selamat pagi!"
Kedua alisnya berkedut mendengar sapaan yang ditujukan untuknya.
Hikaru memilih untuk tidak mempedulikannya dan mempercepat langkahnya ke sekolah daripada mempedulikan bocah itu.
Bocah yang memanggilnya pendek mengekori Hikaru ke sekolah.
Bocah tersebut tetap merayunya selama perjalanan menuju sekolah.
" Pendek, apa kau sudah mengerjakan PR dari pak Tsuchida?"
" Kalau kau sudah mengerjakan, aku nyontek nanti jam istirahat. Oke pendek?"
" Hei pendek, Kamu bawa bekal apa buat nanti siang?"
" Apakah kau membawa susu tinggi kalsium, pendek? Mau kubelikan?"
" Kudengar nanti olahraganya adalah basket, Kamu duduk saja di tribun pendek. Kalau tidak, nanti malah kau yang di- shoot ring basket."
Hikaru merasa sebuah perempat nadi seperti yang ada di manga berdenyut di kepalanya.
Ocehan darinya itu membuat Hikaru ingin menjahit mulutnya.
Run jangan pikirkan ocehan anak itu. Pikirkan kalau ocehan itu adalah suara kicauan burung yang off-note dan dikeluarkan membuat telinga semua orang tuli.
Jangan berpikir, Run. Tahan amarah, Tahan ceritamu untuk menyulam bibir anak itu dan menimbunnya ke segitiga bermuda.
Jangan marah, Run.
Selalu ingat kata mama, Orang sabar disayang Tuhan.
" Hei, pendek-"
Oh, masa bodo' lah
" YA! YAMASAKI TEN! "
Bocah yang bernama Ten itu pun berhenti mengoceh dan diam berdiri.
Karena teriakannya, seluruh murid di sekitar mereka berdua mengalihkan perhatian mereka ke arah mereka berdua.
Ten tersenyum jahil melihat ekspresi marah Hikaru.
" Apa sih maumu?!! Siapa kamu seenaknya manggil aku ini pendek! Aku tidak pendek! Kamu yang pendek, tau!"
Hikaru sangat tidak suka jika ada orang yang mengolok-olok ketinggian yang termasuk di bawah rata-rata gadis seumurannya.
" Ku kira kau ada masalah dengan pendengaranmu. Lagian dari tadi di panggil nggak nengok." Ucap Ten dengan santai.
" Terus, kalau nggak mau dipanggil pendek, apa dong? Cebol?"
Itu adalah hal terakhir yang ingin di dengarnya dari mulut Ten.
Hikaru menunjuk ke arah Ten dengan sepatu berwarna merah muda sebelah kiri miliknya yang baru saja ia lepas, dia mulai mengancam Ten.
" Jika kau berani memanggil aku pendek lagi, awas kau!"
" Memangnya kau mau apa?" Tantang Ten, Dia menekuk lututnya agar sejajar dengan Hikaru yang masih memiliki ekspresi marah.
" Ceb-"
PLAK!
Ten tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.
Dia berciuman mesra dengan sol sepatu yang dimiliki Hikaru yang dilempar ke arahnya dan tepat sasaran.
" Awas kau Ten! Aku akan melakukannya lebih dari itu jika kau masih berani memanggilku pendek atau cebol!" Ucap Hikaru sebelum berlari ke kelasnya dengan sepatu yang hanya dipakai sebelah.
Ten mengusap yang baru saja berciuman dengan sol kotor sepatu Hikaru. dia mengambil sepatu warna merah muda itu dari tanah.
" Ten, kau ini benar-benar ya…"
Ten menoleh ke belakang dan melihat temannya sesama murid pindahan di sekolah nya itu.
Karin menggelengkan kepalanya melihat wajah Ten yang masih ada bekas sepatu akibat lemparan Hikaru barusan.
" Hai, Karin. 'Bertemu pagi!" Dia menyapa Karin dengan santai.
Karin menghela napas panjang.
Sebelum Karin sempat angkat bicara lagi Hikaru berlari ke arah mereka, Dia berlari dengan kaki kirinya yang hanya dibalut dengan kaus kaki putih.
Dia mengambil sepatu kirinya yang ada di tangan Ten.
Hikaru menatap tajam Ten.
" Sepatuku ini baru saja menginjak kotoran burung tadi pagi. Rasakan itu! kualat kau!" Ucap Hikaru sebelum berlari lagi meninggalkan dua murid itu.
Karin menatap kengerian ke arah Ten.
Dia menatap ke muka Ten yang masih memiliki bekas sepatu.
Ten mengecap seakan ia mencoba untuk merasakan sesuatu.
" Pantas saja tadi mulutku terasa aneh."
" Ten! "
![](https://img.wattpad.com/cover/340048194-288-k588514.jpg)