28

66 12 0
                                    

"Jiya datang!" pekik Dino dengan suara pelan.

Joshua yang memang sudah mengetahui bahwa mantan istrinya datang, hanya bisa menatap dalam diam.

"Iya. Dia datang," ucap Joshua.

Dapat Jiya lihat sorot kecewa dari kedua bola mata Joshua. Ia cukup tau diri, untuk tidak mengacaukan acara malam ini. Walaupun sebenarnya, tanpa mereka tau, Jiya sudah mengacaukan hati Joshua terlebih dahulu.

"Karena Jiya sudah datang, mari kita mulai acara intinya!" pekik Seungkwan.

Suasana di sini, semakin ramai. Ada banyak keluarga Woozi dan beberapa orang tua dari para member. Tubuhnya ada di sini, tapi entah mengapa, hatinya terasa hampa.

Semua sangat pelik.

"Selamat ulang tahun!" ucapnya, Jiya menebar senyum sendu. Ia merindukan momment ketika dirinya bisa berkumpul bersama para member.

"Liat, semua baik-baik saja, bukan?" bisik Gitta.

"Tidak ada satu pun yang baik-baik saja." Jiya menarik lengan yang baru saja bersalaman dengan Woozi. "Aku datang kemari, bukan sebagai keluarga. Tapi melainkan, hanya sebagai tamu undangan."

Sikap formal yang diberikan oleh Jiya, membuat hati Joshua meredup. Rasanya seperti dihempaskan, jatuh dari ketinggian.

"Aku datang, hanya karena menghargai Woozi."

Kini, semua mata tertuju pada Jiya dan Joshua.

"Oh, dan aku membawa pasangan pada malam ini." Jiya berkata, seraya menarik kedua sudut bibirnya.

"Pasangan?" Joshua kehilangan separuh hatinya.

"Maaf, karena sedikit terlambat." Seorang pria dengan perawakan tinggi, datang menghampiri Jiya, lalu merangkulnya. "Sangat susah sekali, mencari tempat parkir. Apakah acaranya sudah dimulai?"

Jiya diam, begitupun dengan Joshua. Dan para member tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka.

Ada apa ini?

Patah hati, memang sesakit ini, Joshua. -Author.

Joshua tidak banyak bicara. Ia pun tidak banyak tingkah. Bahkan untuk menatap ke arah Jiya berada, ia tidak sanggup. Karena itu, sangat menyakitkan.

Sekalinya melirik dengan tidak sengaja, ia malah dibuat risih oleh pasangan tersebut. Laki-laki asing itu, merangkul pinggang Jiya dengan sangat agresif. Lalu mereka tertawa bersama. Entah mengapa, hatinya sangat sakit.

Penantiannya selama lima tahun, apakah akan berakhir seperti ini?

Itu tidak adil baginya.

Mengapa hanya ia yang tidak bisa melupakan mantan istrinya?

Joshua menatap Jiya dengan tatapan menggebu, lalu sebelum akhirnya melangkah pergi menuju wanita itu.

"Apa yang ka--"

Ucapan Cheol terhenti, ketika melihat Joshua sudah meraih lengan sang wanita.

"Dasar laki-laki gila!" umpatnya.

"Kau ... berhenti membuatku bingung!" Joshua lalu menarik lengan Jiya. "Maafkan istri saya, kita sedang bertengkar," ucapnya pada sang laki-laki. "Silahkan menikmati pestanya, kami permisi."

Semua orang, menatap kepergian mereka dengan pandangan berbeda-beda. Tidak percaya akan apa yang sudah Joshua lakukan.

"Joshua, si gila itu!" umpat Nura.

"Bukankah, itu hal biasa?" timpal Jeonghan.

"Lepaskan!" ucap Jiya, begitu mereka sudah tiba di halaman parkir.

"Minta tolong kerja samanya, Jiya." Joshua mencoba untuk membujuk Jiya.

"Di sini ada pers! Dan tidak seharusnya kau melakukan itu!" omel Jiya.

Jiya berniat untuk kembali masuk. Namun gerakan laki-laki itu, terlampau cepat. Joshua menangkap tubuh wanitanya, lalu mengangkatnya seperti orang sedang memanggul beras.

"Ya Tuhan! Laki-laki ini benar-benar gila!" jerit Jiya histeris. Ia panik.

"Jiya, berisik!"

"Siapa laki-laki tadi?" tanya Joshua.

"Turunkan aku!" sentak Jiya.

"Aku akan menurunkanmu, jika kamu mau menjawab pertanyaanku."

"Oke!"

Joshua menurunkan tubuh Jiya, yang berada di bahunya.

"Aish! Sungguh gila!" umpat Jiya, dengan suara pelan.

"Aku bisa mendengarmu," ucapnya. "Jadi, siapa dia?"

Jiya mendelik tajam. "Dia Taehyung, mantan pacarku. Dan kebetulan kami bertemu kembali, tepatnya ketika aku terbaring di rumah sakit, lima tahun lalu."

Joshua mengangguk paham. "Kalian kembali bersama?"

"Tidak mungkin aku menolaknya, bukan?" tanya Jiya, dengan senyuman sinis.

"Lalu, bagaimana denganku?" tanya Joshua.

"Hatimu, bukan urusanku lagi."

"Tapi, aku sudah mengambil tindakan sejauh ini."

"Aku tidak memintanya!" tegas Jiya.

Yuhuu, apakah ada yang mendengar suara hati yang semakin patah? Ya, itu milik Joshua.

Joshua meraih tangan Jiya, menggenggamnya dengan erat. "Tolong pikirkan lagi. Aku minta maaf dengan tulus. Dan, itu bukan anakku. Dia hamil karena lelaki lain. Jadi, jangan pergi. Tolong tetaplah di sini."

Jiya melihat tepat pada manik mata Joshua yang sendu. Ada air mata yang lelaki itu coba tahan.

Bagaimanapun, Joshua tidak ingin menampilkan sisi lemahnya di hadapan wanita yang sangat ia cintai.

"Jiya," panggil Joshua dengan suara purau.

Jiya berusaha menarik tangannya, namun laki-laki itu, justru menarik balik. Membuat tubuhnya menjadi lebih condong ke depan.

"Pikirkan lagi, tolong ..." cicitnya dengan suara lemah.

Deru nafas Joshua, menerpa wajah Jiya. Jarak mereka, begitu dekat. Hanya tersisa beberapa senti saja.

Untuk sejenak, keduanya saling diam. Di antara suasana malam, mereka menikmati pahatan wajah masing-masing. Sosok yang selama ini mereka rindukan.

Bolehkah, mereka untuk tidak egois hanya kali ini saja?

Apakah mereka akan menyerah pada takdir, dan kembali bersama?

Atau, mereka akan pergi dalam diam. Menikmati waktu mereka masing-masing?

-Entahlah, hanya author yang tau.-

Gelap malam, merajai langit. Terkadang keheningan, bisa menjadi teman ternyaman. Terasa sepi. Namun malam tak mampu membunuh jiwa sunyi, dalam diri mereka.

Kecewa? Sudah pasti.

Hatinya patah? Sudah jelas.

Apakah dengan mereka kembali bersatu, keadaan akan kembali membaik?

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang