Mereka saling terdiam. Seolah saling terhipnotis satu sama lain, keduanya hanya diam seribu bahasa.
Semilir angin berhembus dari air conditioner membelai kulit keduanya, seakan menambah keterpakuan keduanya dalam suasana sepi.
Keduanya benar-benar diam saja, seakan sedang berperang batin.
"Jangan pergi. Tetap di sini."
Tak membutuhkan waktu lama, setelah mendengar kalimat singkat namun bermakna dari sang pria, anehnya membuat Jiya mengangguk. Joshua memeluknya. Rasanya sudah lama sekali, tidak merasakan pelukan hangat seorang Joshua Hong.
Jari jemarinya perlahan bergerak dan balas memeluk punggung tegap Joshua yang sedang bergetar.
Apa yang sedang dia lakukan? Apakah dia menangis? tanya Jiya dalam hati.
Tarikan nafas panjang, terdengar dari wanita di pelukannya. Ia masih harus mencerna kalimat singkat yang Joshua ucapkan.
Apa maksud dari kalimat itu?
Ia bahkan tidak menolak, ketika Joshua memeluknya.
Adakah mesin waktu? Sepertinya Jiya sangat membutuhkan itu, untuk saat ini.
Lalu saat tersadar, wanita itu dengan segera melepaskan pelukannya.
"Ada apa denganmu?" tanya Joshua.
"Ini salah!" pekiknya.
Joshua tersenyum remeh, ternyata seperti ini rasanya. "Apakah kau sudah memiliki hubungan dengan pria lain? Maksudku, T-aehyung?"
Jiya mengerjap pelan. "Apa yang kau maksud?"
"Kita menikah sudah 5 tahun, lalu kita bercerai juga sudah 5 tahun. Apakah kau benar, tidak mempunyai perasaan yang sama denganku?" tanya Joshua, ia bahkan menghitung waktu perceraiannya dengan wanita itu.
"Coba kau tanyakan pada dirimu sendiri, Tuan Joshua Hong."
"Jiya-ya ..."
"Kita sudah bercerai, Joshua. Kau bisa bebas dengan pilihanmu, dan aku? Aku bisa menikmati waktuku, serta mungkin akan menemukan pria yang tepat pula. Bukankah itu adil?" tanya Jiya.
"J-jadi, t-tapi mengapa kau membalas pelukanku?"
"Aku hanya terbawa suasana saja, tapi perasaanku padamu, itu sudah tidak sama. Tolong mengertilah," ucap Jiya.
Biarkan dirinya egois untuk kali ini saja, ia tidak ingin kembali diinjak-injak harga dirinya oleh lelaki di hadapannya.
Sudah cukup.
Ia muak.
Joshua mundur beberapa langkah, ia menyenderkan tubuhnya pada dinding. Sementara Jiya yang juga menahan tangisnya, hanya berdiri kaku menatap mata sang mantan suami.
"Kau tega, Jiya ..."
"Tega? Selama aku hidup denganmu, kau selalu tidak ada waktu Joshua! Ya, aku paham. Aku paham, jika kau seorang idol. T-tapi lihatlah, apa yang sudah kau lakukan pada anakmu, padaku juga. Rumor-rumor itu menghantuiku! Dan setelah kita bercerai, orang-orang malah menyerangku dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar. Lalu, saat itu kau ada dimana, Joshua? Kau juga sama sekali tidak membantah rumor yang sedang beredar! Jika saja para sahabatku tidak membantuku untuk bangkit, mungkin saat ini kau tidak bisa menemuiku dalam keadaan hidup, Josh." Jiya menangis tersedu-sedu. Mengingat kembali, bagaimana dirinya bisa bangkit melawan rumor yang beredar. Dirinya hampir menyerah.
Joshua terkejut dengan ucapan Jiya. Ia tak menyangka, jika penggemarnya, malah membuat wanita yang dicintainya hampir menyerah.
"Mengapa kau tidak mengatakan yang sebenarnya?"
"Untuk apa? Jika para fans fanatik-mu memergoki kita bertemu, sudah dipastikan pasti aku akan mendapat rumor buruk lagi. Kau seharusnya menasehati mereka!"
"M-maafkan aku."
"Aku sudah memaafkanmu sejak dulu," ucap Jiya.
Jiya menghela nafas, ketika Joshua memeluknya, lagi. Ia ingin memberontak, tapi ditahan oleh lelaki itu.
"Biarkan aku memelukmu seperti ini, hanya untuk beberapa menit saja. Karena aku tidak tau, kedepannya akan seperti apa. Apakah kita bisa bertemu lagi, atau tidak?" bisiknya dengan suara lirih.
Jiya akhirnya membiarkan dirinya dipeluk oleh mantan suaminya. Menyalurkan segala perasaan yang selama ini tersimpan di hatinya. Jujur saja, ia juga merindukan pelukan hangat seorang Joshua.
Tuhan, jika ini mimpi. Aku tidak ingin bangun. batin Joshua.
Apakah ini nyata? Jika nyata, tolong kali ini saja, Tuhan ... aku tidak ingin ini berakhir. batin Jiya.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 Minus 1 [END]
FanfictionSeorang gadis yang tidak menyangka akan bersanding dengan salah satu Idol ternama. pertemuan mereka yang tidak sengaja, membuat keduanya menjadi dekat dan akhirnya saling mengikat janji dalam sebuah pernikahan. meskipun mereka terhalang oleh tembok...