06

183 29 11
                                    

"Aku lupa membangunkan, Gia!" pekik Jiya, begitu melihat jam pada ponselnya.

Joshua lalu tersenyum. "Biar aku saja, kamu istirahat, sana!"

Jiya mendengus kesal, "Itu tugasku sebagai istri, membangunkan anak dan membuat sarapan untuknya serta untuk suami."

Joshua lagi dan lagi tersenyum, "Oke kita bagi tugas. Kamu yang membangunkan Gia, aku yang memasak?"

"Tidak bisa seperti itu! Jika mengikuti adat Indonesia, itu disebut pamali."

Joshua mengerutkan keningnya, "Pamali? Apa itu?"

"Aku juga tidak tau, ya intinya dosa. Itu tugas istri."

"Aku juga ingin membantumu, sayang."

"Tidak, kau sudah bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga kecilmu. Ini bagianku, mengurus si kecil dan memasak. Intinya pekerjaan rumah, biar aku yang urus."

"Tak apa ... hanya sesekali, aku juga tidak tega membiarkan istriku tercinta, melakukan pekerjaan ini sendirian. Berbagilah denganku," ucap Joshua dengan suara lembut.

Karena tidak ingin memperpanjang masalah, sebenarnya sudah panjang juga, daritadi ribut. Akhirnya Jiya menganggukkan kepalanya.

"Yes!" teriak Joshua, "Aku yang memasak, kamu bangunkan Gia saja."

Dengan berat hati, Jiya melangkahkan kakinya menuju kamar si kecil. Ia melihat jika malaikat kecilnya masih terlelap.

"Gia, sayang ..." Jiya mulai menoel-noel pipi sang anak.

"Ngh ..."

"Bangun, Nak. Matahari sudah menampakkan sinarnya, mari kita mandi terus sarapan? Daddy yang memasak."

Gia dengan segera membuka kedua matanya, "Daddy, Mom? Apakah dia tidak bekerja?"

"Oh lihatlah sekarang, Mommy memanggil kata Daddy, kau langsung bangun seperti ini. Dasar kucing kecil!" omel Jiya.

"Mom ..." rengek Gia.

"Kau menempel sekali, pada Daddy-mu, sayang."

"Pertanyaanku, belum dijawab!" rengek Gia.

"Hari ini, Daddy libur, sayang. Ayo, mandi ..."

Gia mengangguk antusias, ia lalu mengalungkan kedua tangannya pada leher Jiya.

Setelah selesai dengan ritual paginya, Gia turun dari kamar atas dan segera menghampiri Joshua yang tengah berkutat di dapur.

Gia memakai setelan berwarna kuning, rambut panjangnya dikepang kelabang. Membuat penampilannya semakin sempurna.

"Morning, Dad!" Gia lalu memeluk kaki Joshua.

"Hai, Georgia! Selamat pagi, sayang." Joshua lalu mengangkat sang anak dan menggendongnya, memberikan serangan kecupan bertubi-tubi pada pipi gembul tersebut.

"Dad!" Jiya turun dari lantai atas, "Kamu sedang memasak! Berhenti mengecupi, Gia."

Joshua terkekeh geli, "Apa kamu mau dicium juga, sayang?"

Jiya diam di tempat, pipinya sudah memerah bak kepiting rebus. Hanya begini saja, bisa membuatnya salah tingkah. Memang dirinya yang terlalu bucin terhadap Joshua.

"Makanan siap!" Joshua lalu meletakan hasil masaknya di meja makan. Aroma wangi, langsung menerpa indera penciuman Jiya dan Gia.

"Wah, sepertinya enak."

"Dad! Aku mau makan," rengek Gia.

"Iya, sayang. Nanti Dad, ambilkan." Joshua lalu mengambil piring serta menyendokkan nasi serta lauknya untuk puteri tercintanya itu.

Suasana ruang makan menjadi hening, hanya terdengar sendok dan garpu yang saling bersahutan.

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang