30

71 11 0
                                    

"Mana boneka saljunya?!" pekikan yang sangat menggelegar, terdengar dari Jiya.

Taehyung hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sebenarnya, boneka itu sudah diberikan kepada Jisoo. Perempuan itu menjadi salah satu brand ambassador produk perusahaannya. Tapi, haruskah ia menceritakannya pada Jiya? Sejujurnya, ia ingin bertemu dengan wanita yang sudah lama, selalu mengusik hatinya.

"Mana?" tanya Jiya.

"Bonekanya sudah aku berikan pada Jisoo, maaf." Taehyung terlebih dahulu meminta maaf, sebelum wanita itu marah besar.

Jiya mendesah kasar, kedua matanya mendelik sebal.

"Jisoo lagi, Jisoo lagi! Minta lagi bonekanya!" serunya.

"Nanti aku belikan yang lebih besar dari boneka yang dimiliki oleh Jisoo, ya?"

"Tidak! Aku ingin boneka itu!" pekik Jiya.

"Aku tidak bisa meminta boneka itu kembali, Jiya. Tolong mengertilah," ucap Taehyung.

"Boneka salju itu, awalnya milikku!" teriak Jiya.

Taehyung menutup kedua telinganya, sungguh, mengapa wanita itu menjadi sangat menyebalkan?

"Apa kau tidak malu? Kau sudah memiliki anak, tapi masih saja menginginkan boneka?" tanya Taehyung.

Jiya tersenyum miring. "Lalu? Apa pedulimu? Toh, aku sendiri yang malu."

Hati Taehyung mencelos, begitu mendengar jawaban Jiya. Sungguh, Jiya-nya sudah banyak berubah.

"Kau berubah, Jiya."

"Bukankah sifat manusia, memang mudah berubah? Begitupun dengan hatinya?" tanya Jiya.

Taehyung hanya bisa diam, ia terpukul dengan telak. Sungguh, Jiya selalu mempunyai jawabannya sendiri.

Entah sudah berapa kali, lelaki itu meringis mendapat jawaban yang lagi dan lagi membuatnya tak bisa berkutik.

"Mengapa kau hanya diam?" tanya Jiya.

"Ck!" Taehyung berdecak pelan. "Aku tidak ingin berdebat, Jiya."

"Aku mau bonekanya!" seru Jiya.

"Nanti aku belikan boneka yang lebih bagus," janji Taehyung.

"Aku hanya ingin boneka yang ada pada Jisoo, apakah tidak boleh?" tanya Jiya.

"Tapi bonekanya sudah dimiliki Jisoo," jawab Taehyung.

"Lalu, mengapa kau memberikannya? Sejak awal, boneka itu milikku! Apa kau akan seperti Joshua, lebih memprioritaskan Jisoo dibanding aku?"

"B-bukan seperti itu," Taehyung menggeleng cepat. "Jangan salah paham."

"Kau yang membuatku salah paham, Taehyung!"

"Iya, aku minta maaf." Taehyung lalu menundukkan wajahnya. "Dia brand ambassador produk perusahaan milikku, dan ketika ia memintanya, aku tidak bisa menolak."

Jiya mengangguk paham, ia memasang ekspresi sedih. Lalu tertawa dengan keras, "Jadi, aku akan selalu kalah dengan artis itu?" sungguh, ia sangat kesal. "Aa, aku paham sekarang."

"Tidak, maksudku tidak seper--"

"Kau membuatku emosi!" teriak Jiya.

Entah mengapa, Jisoo selalu berada di sekitarnya. Ia benci wanita itu.

Jiya menatap Taehyung dengan sorot tajam. "Jangan terpengaruh oleh Jisoo, meskipun dia artismu."

"Iya."

"Jaga hatimu," lanjut Jiya.

"Iya."

"APA KAU TIDAK MENDENGARKANKU, KIM TAEHYUNG?!" teriak Jiya. "DARITADI JAWABANMU HANYA ITU!"

Taehyung menelan salivanya dengan susah payah. "Lalu, aku harus menjawab apa, Hong Jiya?"

Mendengar marga Joshua, membuat Jiya mendelik sebal. "JANGAN SEBUT NAMA ITU!"

Taehyung meringis, merasakan tatapan wanita di hadapannya sangat menusuk.

"Aku lelah ..." lirih Jiya.

Taehyung dengan segera mendekat, ia menggenggam salah satu lengan wanita tersebut. Mengelusnya dengan pelan, memberikan kenyaman tersendiri untuk Jiya.

"Aku masih lelah. Masih sakit hati. Masih takut. Ma--"

"Masih cinta," potong Taehyung.

Jiya tidak membalas ucapan lelaki itu. Tidak menolak ataupun menyetujuinya.

"Apa kau belum bisa melupakan Joshua?" tanya Taehyung.

"Memangnya, k-kenapa?"

"Apa aku tidak bisa mengisi ruang kosong hatimu?"

Deg.

Pernyataan dari Taehyung, membuat Jiya tak bisa berkutik. Ia salah tingkah dibuatnya.

Apa yang harus dia lakukan?

Haruskah menolaknya? Atau menerimanya?

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang