18

83 18 0
                                    

Joshua bahkan tidak peduli dengan apa yang orang-orang lakukan untuk membujuk dia keluar dari kegelapan ini. Semuanya—dia rasa, dia akan lebih merasakan sakit ketika keluar dari sini dan tidak melihat Jiya serta Gia, di setiap sudut rumah.

Notifikasi dari ponsel yang membuat layarnya menyala, Joshua hanya menatapnya sekilas dan tidak ada niatan untuk membalas. Tapi pesan dari Seungcheol, membuat dia tergerak untuk membalasnya. Walaupun hanya beberapa kalimat.

Pria yang sudah dewasa itu, kembali meneteskan air matanya untuk yang kesekian kalinya saat tak sengaja membaca notifikasi pesan dari Seungcheol lagi. Joshua hancur, hatinya bagai ditusuki jarum dari berbagai arah karena menyadari bahwa masa lalunya lah yang menghancurkan hidupnya.

Persetan dengan popularitasnya, dengan gestur tubuhnya, dan kondisinya saat ini benar-benar menjadi pria yang sudah matang. Joshua tetap menyandarkan tubuh ringkihnya pada ranjang. Membiarkan tubuhnya kedinginan terlalu lama duduk di lantai.

Tangan yang terbiasa menggenggam jari mungil istrinya itu bergetar, saat dia hendak mengambil foto pernikahan mereka yang selalu dia dekap sejak kepergian Jiya.

Wajah tampan yang berantakan itu menahan tangis, bibirnya kembali bergetar dengan mata yang memanas. Ibu jarinya bergerak, mengusap foto Jiya yang tengah tersenyum di hari pernikahan mereka. Dia mengusapnya dengan pelan, sangat pelan. Seolah-olah takut bisa melukai wanitanya lagi.

Jiya … I miss you, so much.

Cairan bening yang paling Joshua benci, membebaskan dirinya lagi untuk kesekian kali. Tubuhnya yang sendu di pojok ruang itu memeluk bingkai foto dengan erat. Bahu kokohnya bergetar hebat, mengisyaratkan bahwa pria kuat ini sedang berada di titik terendahnya.

Isakan demi isakan terus menerus keluar dari bibir pucatnya sambil menyebutkan nama Jiya dan Georgia secara bergantian. Tangisan itu membuat Joshua sulit bernapas, kepalanya terasa berat dan berisik.

Dia memukul dadanya sendiri yang terasa berat, ketika membayangkan tatapan kecewa Jiya dan bagaimana wanita itu terbaring lemah dengan sekujur luka di tubuh dan hatinya. "Jiya …"

Kedua tangan itu masih menggenggam pinggiran bingkai foto dengan erat. Kepala yang berisik itu mendongak, menatap sekitarnya yang benar-benar gelap. Joshua sengaja tidak menyalakan sumber cahaya apapun. Di kamar yang remang-remang itu, hanya ada secercah cahaya yang datang melalui celah jendela. Joshua anggap—cahaya itu adalah sebagian dari seorang Jiya yang menemani dirinya.

Hidungnya sembab, bibirnya pucat, wajahnya terlihat berantakan dengan bekas air mata. Kedua kelopak matanya bahkan jauh dari kata normal. Dan Joshua menyadari itu, tapi sungguh. Dia tidak peduli dengan penampilannya sekarang.

Joshua tertawa ditengah kesunyian jiwanya, tawa yang tersirat akan luka yang mendalam. Dirinya saat ini tengah jatuh dalam lubang penyesalan dan kekecewaan. Sesal, karena dia telah menyakiti wanitanya. Kecewa, karena penyebab kehancuran hidupnya adalah orang terdekatnya sendiri, yang tak lain adalah masa lalunya. Bahkan, Jisoo masih bisa menampilkan senyuman manis di hadapan para penggemarnya. Berbanding terbalik dengan dirinya.

Foto bersejarah itu tergeser jatuh ke lantai saat Joshua menjambak rambutnya sendiri dengan kuat. Kedua tangannya mengepal, memukul kepala yang terasa berisik dengan kuat. Seluruh tubuhnya bergetar hebat disertai erangan sakit yang teramat dalam. Membuat figura itu menjadi pecah.

"Ah tidak! Jiya, apa kau baik-baik saja, sayang?" tanyanya, pada foto yang menampilkan senyum indah seorang Hong Jiya. Sungguh, dirinya seperti orang yang sudah hilang kewarasannya.

Lelaki itu menggigit jari telunjuknya sendiri dengan kencang, hingga menimbulkan setitik darah, untuk meredam isak tangis. Keningnya kembali tertunduk menempel pada kedua lututnya sendiri. Kedua matanya terpejam kuat, membiarkan air matanya mengalir tersendat.

Ia meraih pecahan kaca itu, lalu menggoreskannya pada pergelangan tangannya. Hingga menimbukan darah segar yang dengan deras mengalir begitu saja, tapi ia biarkan. Layaknya seorang psikopat, Joshua tidak bisa merasakan sakit.

Tolong, biarkan kali ini Joshua berada di dalam lubang kegelapan. Dia harus menerima semua penyesalan dan kekecewaan yang sedang dia alami.

Maaf, karena membiarkanmu pergi.

Maaf, karena tidak bisa melindungimu.

Maaf, atas semua kebodohanku sendiri.

Dan maaf, aku tidak bisa menjadi lelaki yang patut kamu banggakan.

Aku akan menganggung semua kesakitan ini, sendirian, lagi. Tanpa ditemani dirimu, dan siapapun itu. Ini karma yang sudah Tuhan berikan untukku. Aku harap, kita bisa segera dipertemukan dalam keadaan yang sudah sama-sama baik. Aku tidak menjauh, aku hanya menjaga sedikit jarak terhadapmu.

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang