Tubuh Joshua nampak tidak bertenaga, kemeja rumah sakit dengan lengan panjang yang ia kenakan, sudah bermandikan keringat. Dan jangan lupakan wajahnya yang pucat, kini menatap Jiya dengan lemah.
Dari jarak yang sedekat ini--posisinya tepat di atas Joshua, Jiya dapat melihat dengan jelas bagaimana wajah pucat serta bibirnya yang kering milik suaminya. Menandakan bahwa kondisi pria itu, bisa dikatakan jelas tidak sehat.
Jiya segera menegakkan kembali tubuhnya, berulang kali menutupi rasa gugupnya. Sial, ia bahkan dapat mendengar deru nafas Joshua yang tidak beraturan tadi. Dan tentunya, kedua mata pria itu jelas mengatakan bahwa dirinya menyesal.
Plak!
"MENGAPA KAU MELAKUKAN INI SEMUA? JIKA INGIN MATI, MATILAH DENGAN TENANG!!" kicauan terdengar dari mulut Jiya.
Joshua yang mendapat omelan seperti itu, hanya bisa tertawa. Ah, rasanya sudah lama, tidak mendengar suara istrinya mengomel. Ia sangat merindukannya.
"MENGAPA KAU TERTAWA!" teriak Jiya.
"Aku sudah lama, tidak mendengar omelan darimu."
"Aku belum bisa memaafkanmu! Kau ingat itu."
Joshua tersenyum simpul. "Aku tau."
"Jadi, bagaimana Jisoo?" tanya Jiya.
"Apanya, yang bagaimana?" tanya Joshua tak mengerti.
"Rupanya kau pura-pura bodoh!" sarkas Jiya.
"Aku memang tidak mengerti, apa maksudmu?" tanya Joshua.
"Dia hamil, bodoh!" gerutu Jiya.
Dia hamil, bodoh!
Dia hamil, bodoh!
Kalimat itu, terus-menerus berputar di kepalanya. Rasanya kepalanya sangat berisik, ia menjambak kuat-kuat rambutnya, untuk menghilangkan suara berisik itu. Tapi usahanya gagal.
"Apakah benar, itu anakmu?" tanya Jiya, kini suaranya jelas bergetar. Ia tidak sanggup untuk mengatakan itu.
Joshua lalu menarik lengan Jiya, menempelkan pada dada bidangnya.
"Apa kau mendengar suara detak jantungku? Bagaimana bisa, aku mendapatkan keturunan dari wanita lain, padahal nyatanya hatiku hanya menginginkanmu seorang."
Jiya mendelik kesal, lalu menarik tangannya. "Apa kau lupa, kau juga meniduri wanita lain, Joshua!"
"Itu hanya kesalahan, sayang."
Jiya tersenyum miring. "KESALAHAN? KAU BILANG KESALAHAN? BAIKLAH. JIKA PERMAINANMU SEPERTI ITU, MAKA AKU JUGA AKAN MENIDURI MINGYU DAN ANGGAPLAH ITU SEBUAH KESALAHAN JUGA. SEKARANG, APA YANG KAU RASAKAN?"
Mingyu yang mendengar itu, sontak terkejut. Bagaimana bisa dirinya menjadi orang ketiga diantara Jiya dan Joshua.
"Dino-ya!" Scoups memanggil Dino. "Tolong ajak jalan-jalan Gicheol dan Gia, ya?"
Dino segera mendekat, dan membawa Gia dan Gicheol menuju taman rumah sakit.
"Sayang, apa kau akan balas dendam? Dan membuatku sakit?" tanya Joshua.
"Aku akan melakukan segala cara, demi membuatmu sakit hati. Jika dengan balas dendam, membuatmu sadar, aku akan melakukan itu."
"Cukup, Jiya." ucap Joshua dengan suara purau.
"Mulai detik ini, aku akan menjadi wanita jahat. Kau yang mengubahku seperti ini, Joshua!"
"Tidak! Aku mohon, jangan seperti ini."
"Dan jangan libatkan aku ke dalam permasalahan kalian!" teriak Mingyu.
"DIAM!" seru Joshua dan Jiya secara bersamaan.
Gitta lalu menarik lengan Jiya, menamparnya dengan pelan.
Plak!
Meskipun tamparan itu pelan, tapi tetap saja sakit.
"Aku mohon, sadarlah! Ini bukan Jiya yang aku kenal," cicit Gitta, lalu memeluk tubuh wanita tersebut.
"Aku seperti ini, karena dia yang membangunnya!" jerit histeris Jiya.
"Aku minta maaf, Ji. Sunggu--"
"Persetan dengan maafmu! Aku tidak butuh itu, yang aku butuhkan hanya, kembalikan hatiku yang sudah sepenuhnya hancur!"
"Ini bukan ranah kita, sayang." Cheol lalu menarik Gitta.
"Aku tidak ingin jika, Jiya-ku tersayang menjadi seperti ini, Cheol." Gitta menangis di pelukan suaminya.
"Kita mulai dari awal, ya?" pinta Joshua, ia bahkan nekat melepaskan infusan dari tangannya, hingga menimbulkan darah segar yang mengalir.
"Lelaki gila!" Rere dengan segera, kembali menyuntikan jarum infusnya pada lengan Joshua.
(*peran Rere di sini sebagai dokter.)
Jiya tersenyum miring. "Uruslah bayimu dengan Jisoo! Aku akan mengurus surat perceraian kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
2 Minus 1 [END]
FanfictionSeorang gadis yang tidak menyangka akan bersanding dengan salah satu Idol ternama. pertemuan mereka yang tidak sengaja, membuat keduanya menjadi dekat dan akhirnya saling mengikat janji dalam sebuah pernikahan. meskipun mereka terhalang oleh tembok...