07

156 32 18
                                    

"Mau pergi jalan-jalan?" tanya Joshua pada Georgia.

"MAU!" pekiknya.

"Tapi, apakah tidak akan jadi masalah?" tanya Jiya dengan raut khawatir.

"Tentu tidak, apa yang harus dikhawatirkan?" tanya Joshua dengan tatapan lembut.

"A--maksudku, kamu seorang idol. Seharusnya menjaga privasi, bukan? Aku tidak ingin, jika salah satu dari penggemar fanatikmu, membuntuti kita."

Joshua tersenyum, "Aku paham, apa yang kamu khawatirkan."

"Maka dar it--"

"Tidak masalah, sayang. Percaya padaku, ya?" pintanya.

Jiya hanya bisa diam. "Tapi, biar bagaimana pun, kau seharusnya ditemani oleh manager."

"Percayakan semuanya padaku, hm?"

Permintaan dari Joshua, membuat Jiya terdiam.

"Segeralah berganti pakaian, sepuluh menit lagi, Daddy tunggu di sini. Dan kalian harus sudah siap, mengerti?!" tegasnya, yang langsung diangguki oleh keduanya.

Jiya terlebih dulu mengganti pakaian Gia, ia menggantinya dengan menggunakan rok denim serta atasan berwarna peach. Begitu sudah selesai, ia bergegas mengganti bajunya. Hari ini dirinya akan mengenakan setelan berwarna putih. Rok denim panjang berwarna putih dengan pinggang high, serta crop top putih. Rambutnya ia biarkan tergerai dengan indah.

"Are you ready, princess?" tanya Jiya pada Gia.

"I'm always ready, Mom!" pekiknya dengan suara menggemaskan.

"Mari kita berikan sedikit pertunjukan pada, Daddy."

Mereka turun, dan mendapati Joshua tengah asik memainkan ponselnya seraya tersenyum.

"Ekhm!" deheman dari sang istri, membuat Joshua mengalihkan tatapannya.

"Astaga! Peri dari dunia mana, ini? Kenapa aku diberikan kedua peri secantik ini?" tanyanya pada diri sendiri.

"Jangan melebih-lebihkan!" tegas Jiya.

Joshua hanya terkekeh pelan.

"Kita mau kemana hari ini, Dad?" tanya Gia.

"Gia-ya! Kamu mau kemana?" tanya Joshua balik, dengan suara lembut.

Gia nampak berpikir, ia menopang dagunya.

"Astaga! Anak siapa ini? Mengapa sangat menggemaskan!" pekik Joshua, ia lalu mengecup pipi gembulnya berkali-kali.

"Diamlah, Dad!" seru Gia.

"Persis sepertimu," bisik Joshua, pada Jiya.

"Bagaimana dengan mengunjungi pusat perbelanjaan?" tanya Jiya, yang langsung diangguki oleh keduanya.

Mereka berbincang sembari melajukan mobilnya, tentu tidak menyetir sendiri. Joshua memiliki sopir pribadi.

"Boleh! Aku ingin membeli sepatu baru! Gicheol selalu meledek, mengatakan bahwa sepatuku sangat jelek," rengek Gia.

"Gicheol?" beo Joshua. "Anak dan Ayah, sama saja. Sama-sama tukang pamer."

"Biarkanlah, Gia sayang. Paman Seungcheol memang seperti itu, dia tukang pamer. Makanya sekarang Gicheol menuruni sifat Ayahnya," bisik Joshua.

"Terus, aku menuruni sifat siapa?" tanya Gia dengan wajah polos.

"Setelah Gicheol meledekmu, apa yang kamu lakukan?" tanya Jiya.

"Aku hanya tersenyum," cicitnya.

"Persis seperti Daddy!" tegas Jiya.

"Oh, benarkah?" tanyanya.

"Benar, sayang."

"Sudah tiba," ucap Jiya. "Ayo turun."

Mereka bertiga lalu turun dari mobil, baru saja beberapa langkah. Joshua dengan segera menghentikan langkahnya, lengannya ditarik seseorang.

Itu seorang wanita.

"Oppa!"

Jiya melihat, bahwa Joshua sempat menegang. Tapi beberapa saat kemudian, ia bisa mengontrol ekspresinya. Tersenyum seramah mungkin, padahal yang ia tau. Jika itu, termasuk senyum yang dipaksakan.

Jadi, siapakah wanita tersebut?

Ada hubungan apa mereka?

Dan kenapa wajah Joshua sangat tegang?

Banyak sekali pertanyaan yang memutar di kepala Jiya, ingin ia abaikan, tapi tidak bisa. Ini sangat menyiksanya, dan juga sakit.

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang