12

151 51 152
                                    

Pagi hari yang sangat cerah, pantulan sinar matahari dari balik tirai gorden, mulai menyerang pipi seorang ibu muda, membuat seseorang itu dengan terpaksa mengerjap pelan.

Astaga! Ini sudah siang! Jiya membatin.

Ah, sungguh sial baginya. Dirinya kesiangan, dan mendapati Joshua sudah tidak ada di sampingnya.

Tapi ia mendengar suara kebisingan dari lantai bawah.

Apakah ada tamu? batin Jiya.

Ia dengan segera bergegas menuju lantai bawah, tanpa memperdulikan penampilannya yang acak-acakan.

"Ha-Gitta?" beo Jiya.

"Hey! Kau baru bangun? Astaga, Jiya! Ini sudah siang. Oh, apakah tuan putri nyenyak dalam tidurnya?" tanya Gitta dengan nada mengejek.

"YA! JUST THE FUCKING SHUT UP!"

Gitta hanya tertawa.

"TERTAWA DI ATAS PENDERITAAN ORANG LAIN, EH?" tanya Jiya, dengan mata mendelik tajam. "DIA BUKAN KAKAK ATAUPUN SAHABATKU!"

"Honey ... ada apa?" tanya Joshua, ia lalu menghampiri sang istri yang nampak kesal.

"Bisa kau usir mereka?" tanya Jiya.

Gitta yang mendengar itu, hanya bisa tertawa dengan sangat kencang. Wanita ini, memang terkenal dengan tingkah gilanya.

"Kenapa kau ingin mengusir kami?" itu bukan suara Gitta, melainkan sang suami, yakni Seungcheol.

"Coba kau lihat, dia ..." Gitta mulai mendramatisir keadaan, lalu menunjuk Jiya. "Dia memukulku dengan sangat kencang."

"What the fuck, Man!" teriak Jiya. "Berhentilah bersandiwara, Gitta!"

Melihat tingkah Jiya, membuat Gitta tak bisa menahan tawanya. Sungguh, ini sangat lucu.

"Gila!" sentak Jiya.

Gitta lalu mendekat ke arah Joshua. "Hey! Bukankah dia juga gila? So ... kami pasangan yang serasi, bukan?"

Seungcheol hanya geleng-geleng kepala, melihat tingkah sang istri.

"YA! JOSHUA PUNYAKU!" teriak Jiya.

"Eyy, bukankah kau sudah tidak menginginkannya?" tanya Gitta. "Aku ingat betul, bahwa kau ingin menggadaikan suamimu sendiri," Gitta semakin memanas-manasi, "Biar aku rawat dengan baik, sini ..."

"Tidak! Sana kau urus saja Seungcheol! Jangan usik rumah tangga kami!" bentak Jiya.

"Kau ..." Gitta menggantungkan kalimatnya, membuat Jiya was-was.

"A-apa?" tanya Jiya.

"Tidak ada!" sentak Gitta, lalu tersenyum.

"Dasar, wanita gila!" ucap Jiya.

"Kau juga, wle!" Gitta menjulurkan lidahnya.

"Kalian ini ..." Seungcheol dan Joshua hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Sana mandi dulu! Aku tidak ingin bertamu, jika tuan rumahnya masih kucel begini. Lihatlah, bekas iler masih terlihat jelas. Belum lagi ..."

"BISA BERHENTI TIDAK, SIH?!" teriak Jiya.

Bukannya takut, Gitta malah semakin tertawa lepas. Ini sangat lucu!

"Sudahlah sayang, berhenti menggoda sahabatmu. Ini masih pagi, dan lihatlah ... Jiya sudah tidak bisa menahan emosi, karena kelakuanmu." Seungcheol berucap dengan suara lembut.

"Apakah kau tahan dengannya?" tanya Jiya, pada Seungcheol.

"Gitta? Kenapa?" tanya Seungcheol.

"Lihatlah perbuatan yang sudah dia perbuat, wanita gila itu, menjadi semakin gila dengan tingkahnya yang terkadang tidak masuk akal."

Seungcheol mengangguk paham, "Tapi percayalah, itu hanya candaan semata. Biar bagaimanapun, aku akan tetap mencintainya."

Mendengar jawaban dari suaminya, membuat Gitta menjulurkan lidahnya kembali.

"Tuh! Lihatlah kelakuan istri tercintamu itu!" omel Jiya.

"Cepatlah mandi, biar aku yang membuat sarapan." Joshua kini mengambil alih pembicaraan.

Mendengar itu, Jiya dengan segera berlari menuju lantai atas.

"Jangan berlari, Jiya!"

Seruan itu, membuat Jiya menghentikan lariannya. Ia lalu berjalan dengan hati-hati.

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang