39

49 13 2
                                    

"Hujan." Melani menatap Jiya, dengan tatapan kasihan. Wanita itu sudah menangis selama berhari-hari, bahkan liburan mereka, benar-benar hampa.

Mungkin kalian bertanya-tanya, bagaimana Melani bisa ikut liburan dengan member seventeen? Ya, jawabannya adalah, jarena gadis cantik itu, menyusul mereka semua, menggunakan penerbangan paling awal.

Air hujan turun dengan deras di luar sana, menyadarkan Jiya yang sedaritadi menangis dalam diam, seraya mengingat kembali masa lalunya. Ia masih satu atap dengan Joshua.

"Berhenti, ya?" tanya Melani dengan lembut. Namun Jiya bukannya berhenti, air mata tersebut malah semakin deras membanjiri pipi mulusnya. "Aku mungkin baru saja mengenalmu, tapi aku yakin. Kita bisa berteman dengan baik. Jujur, aku bingung, apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku memanggil Joshua?"

Jiya melotot sempurna, mendengar ucapan dari teman barunya tersebut. Ia tau, jika Melani adalah kekasih dari Dk. Tapi sejauh ini, mereka belum bertemu sama sekali. Karena gadis itu, tengah menempuh pendidikan dengan gelar Master di salah satu universitas ternama, negara Paris.

"Aku harus apa?" tanya Melani.

Jiya berjalan keluar dari kamar, ia lalu berhenti sejenak.

"Bagaimana rasanya, menjadi orang jahat?" tanyanya. Pandangannya tertuju pada satu titik yang sangat jelas, di bawah sana.

Udara sekitar menjadi dingin, akibat guyuran hujan yang sedang terjadi pada sore ini. Sangat dingin, seperti suasana hatinya yang tidak jauh berbeda. Berbagai kejadian dalam beberapa tahun ke belakang dan yang baru-baru ini terjadi, menciptakan luka yang begitu dalam bagi Jiya. Tidak ada yang berjalan lancar.

Ia menatap Joshua, dengan tatapan dalam. Lalu tertawa miris. Namun di telinga Melani, justru terdengar tawa yang penuh keputusasaan.

"Dalam hidup, suka duka itu pasti ada."

"Jika dipikir kembali, hidupku sudah terlalu banyak duka. Lalu, siapa yang pantas disalahkan?"

Melani memilih untuk tidak menjawab.

"Tuhan? Jangan, aku terlalu lemah untuk menyalahkan Tuhan, sang pemilik segalanya." Jiya bertanya dan menjawab sendiri.

"Diriku sendiri? Tidak, aku jelas tidak ingin disalahkan," ungkap Jiya.

Melani memasang wajah penuh minat. "Lalu, siapa yang pantas disalahkan?"

"Joshua!" tegasnya. "MENGAPA KAU MASIH SAJA BERTANYA? PADAHAL JAWABANNYA SUDAH PASTI."

"Apa?!" beo Melani.

"Laki-laki itu yang bertanggung jawab atas semua kesedihanku. Aku akan lakukan segala cara, untuk mendapatkan kembali hati Joshua."

Melani tidak habis pikir dengan jalan pikiran dari Jiya. Sungguh, jalan pikirannya sangat rumit dan tidak dimengerti.

"Jiya-ya! Jangan jadi jahat, hanya karena seorang laki-laki."

Kedua mata Jiya nampak kosong. Suasana riuh di lantai bawah, tidak mengusik kekosongan batinnya.

"Wanita baik, akan menemukan pria baik pula. Atau jika tidak, dia yang akan ditemukan oleh pria baik lainnya," nasehat Melani.

"Itu hanya untuk orang-orang beruntung, dan aku bukan salah satu dari orang beruntung tersebut." Jiya membalasnya dengan tatapan datar.

"Sayang!" panggilan dari Dk, membuat Jiya terusik.

Melani yang mendengar itu, ia lalu tersenyum penuh arti.

"Kemarilah," ucap Dk.

Melani menatap Jiya sekilas, ia menepuk bahu wanita itu. Lalu berjalan menuruni anak tangga, dan mulai berbaur dengan member lain serta pasangannya.

"Kita perlu bicara," suara Joshua, membuat Jiya menegakan bahunya.

Sejak kapan, lelaki itu ada di belakangnya?

"Aku menunggumu," lanjut Joshua.

Jiya menghela nafas lelah. Semoga saja hatinya baik-baik saja, jika berhadapan dengan Joshua, lagi. Sejauh ini, dirinya bisa menahan segala rasa yang ia simpan baik-baik. Tapi beberapa hari yang lalu, dirinya sudah tidak bisa menahannya. Hingga, tumpahlah sudah perasannya. Tapi, respon dari Joshua? Ia hanya menatap datar, dan menganggapnya angin lalu.

Joshua menarik lengan Jiya, membuat wanita itu melototkan matanya. Ia membawanya menuju kamar, dan menguncinya.

"JOSHUA! JIKA INGIN MEMBUAT ADIK UNTUK GEORGIA, JANGAN DI SINI!" teriakan dari Jeonghan, membuat Joshua menutup kedua telinganya.

Joshua lalu membuka pintunya lagi, ia menatap Jeonghan dengan tatapan mengancam.

Ia tertawa hambar. "Hahaha! Aku hanya akan berbicara serius pada Jiya!"

"Berbicara apa? Apa kalian akan memberikan kami keponakan baru?" tanya Dino, yang langsung dicubit oleh perempuan cantik di sebelahnya. Ya, dia adalah gebetan baru Dino. Mereka bertemu secara tidak sengaja, ketika Gitta menyuruhnya untuk meminta mangga dari tetangga sebelah. Asti, namanya. Nama yang sangat cantik, bukan? Gadis berdarah Sunda, yang kini menetap di Bali.

"Ampun, babe." Dino lalu mengecup punggung tangan kekasihnya.

Wajah Jiya memerah, bahkan dia tidak sanggup untuk menatap Joshua.

"Apakah kalian sangat menginginkan keponakan baru?!" seru Joshua, ia mulai kesal dengan sikap membernya.

Blam!

Ia menutup pintunya dengan kasar, lalu beralih menatap Jiya yang sedang membuang wajahnya.

"Mengapa wajahmu, menjadi merah seperti tomat?" goda Joshua.

Jiya mendelik tajam, ia lalu menendang tulang kering lelaki tersebut. Hingga membuatnya meringis kesakitan.

"Aku tidak peduli, jika kau seorang idol!" seru Jiya. "Apa yang kau mau?"

Joshua menatap Jiya dengan tatapan serius.

Ah, tatapan itu.

Jiya tidak tahan, dengan tatapan tersebut.

"Maaf ..." cicitnya, dengan suara pelan. Bahkan nyaris tak terdengar.

"Maaf, untuk?" tanya Jiya.

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang