23

65 14 0
                                    

"Apa yang kau maksud?" tanya Joshua.

"Aku memintamu untuk menceraikanku, apa kau tuli?" jelas Jiya.

"Tidak, tidak! Aku tidak ingin bercerai darimu!"

"Maka kau egois! Jika seperti itu, Cheol pasti akan memiliki istri kedua!" seru Jiya.

"Hey! Jangan bawa-bawa aku!" koreksi Cheol.

"Aku mohon, Ji. Apakah tidak ada alasan bagimu untuk memaafkanku?" tanya Joshua.

"Ada," jawabnya dengan cepat.

"Apa itu? Katakanlah," pintanya.

"Biarkan aku memiliki anak dari member lain," jawabnya dengan santai.

"Apa kau sudah gila?!" teriak Joshua.

"Di saat seperti itu, apakah kau memikirkanku, Joshua? Di saat kau melakukan hubungan suami istri dengan Jisoo, apakah aku terlintas di benakmu? Tidak, kah?"

"Jiya-ya! Aku mohon, jangan terus membahasnya. Dadaku sesak ..."

"Begitupun denganku, Joshua. Mendengar jika suaminya sendiri memiliki anak dari wanita lain, itu sakit, Josh! Lebih sakit dari apapun!" Jiya kini berteriak, tapi suaranya tertahan. "Rasanya seperti ini, diselingkuhi. Aa, aku tidak terpikir, bahwa kau akan menyelingkuhiku." Jiya tersenyum sendu. "Aku berpikir, bahwa Dokyeom yang akan menyelingkuhi Melani. Atau mungkin Cheol yang akan berselingkuh dari Gitta. Tapi nyatanya, aku sendiri yang merasakan itu. Sakit, Josh. Ini terlalu sakit untukku. Tidak bisakah, kau melepaskanku? Membiarkanku pergi dari hidupmu? Membuatku bahagia dengan pilihanku sendiri? Menjadi seorang single Mommy untuk Gia? Apakah itu sulit bagimu?"

Joshua yang mendengar permintaan istrinya, hanya bisa diam. Ia menangis tanpa suara. Benar, ini salahnya. Ia egois. Tapi ia tidak bisa melepaskan Jiya begitu saja, wanita itu adalah dunianya.

Seseorang yang diharapkan bisa menjaganya, ternyata menghianatinya.

Seseorang yang diharapkan bisa membimbingnya, ternyata menusuknya dari belakang.

Ini sakit.

Lebih sakit dari apapun.

"Beri aku waktu," ucap Joshua pada akhirnya.

"Jika aku memberimu waktu, apakah kau akan melepaskanku?" tanya Jiya.

"Aku tidak yakin," bisik Hoshi.

"Aku pun begitu," balas Mingyu.

"Aku tidak yakin bisa melepaskanmu, Jiya. Itu sulit," ucap Joshua.

"Lalu kau tidak bisa bersikap seperti ini, Josh! Tunjukan bahwa kau memang pria sejati. Pilihlah, aku atau anak dalam kandungan Jisoo?"

"Jika aku memilihmu, apa kau akan kembali kepadaku?"

"Tidak, itu hal bodoh!" seru Jiya.

"Lalu, mengapa kau menyuruhku untuk memilih?" tanya Joshua.

"Aku hanya ingin kau bertanggung jawab. Ingat, kau memiliki anak selain Georgia."

"Ya, aku tau! Tidak usah kau ingatkan, Jiya." Joshua sudah lelah dengan ini semua.

"Maka dari itu, aku menyuruhmu untuk tidak bersikap layaknya pria brengsek. Tapi nyatanya, kau memang pria brengsek." Jiya mengangkat salah satu alisnya, tersenyum miring.

"Aku mengakui, bahwa aku seperti itu. Tapi, bisakah kau tidak mengatakannya dengan lantang? Apalagi ini di hadapan para memberku," Joshua menghela nafas lelah.

"Biar Gia, aku yang rawat. Aku akan pulang ke Indonesia dan menjelaskan semuanya pada Ibu serta Ayahku," ucapnya, tanpa menghiraukan ucapan Joshua sebelumnya.

"Biar aku yang menjelaskan," ucap Joshua.

"Tidak! Ayah pasti akan marah, melihat bahwa puterinya disakiti oleh pria yang sangat dicintainya."

"Aku tidak bisa membiarkan itu, Jiya ..."

"Tidurlah, istirahatlah. Besok pagi, semuanya akan kembali dengan normal."

Jiya lalu keluar dari ruang rawat tersebut, dadanya sesak. Banyak sekali jarum tak kasat mata yang menusuk hatinya, sangat sakit.

Perlahan, cairan bening itu mengalir dengan sendirinya. Ia sudah tidak tahan, menangis di lorong rumah sakit dengan suara tertahan. Isakan itu sangat tragis, hingga membuat siapa saja yang mendengarnya, ikut merasakan pilu yang sedang dialami Jiya.

Bahagialah untukku, Jiya ... -Author.

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang