25

67 13 5
                                    

Laki-laki dengan topi itu, berdiri mematung di depan ruang kamar inap Jiya. Entah sudah berapa lama, ia hanya bisa berdiri dan tak berniat untuk masuk.

Alasannya sudah jelas, bukan?

Nyalinya terlalu kecil, untuk bisa berhadapan dengan penghuni kamar itu.

Jika kalian berpikir bahwa dirinya pecundang, ya, memang benar adanya.

Ia tidak punya keberanian untuk sekedar menatap Jiya.

Kau brengsek!

Aku sangat membencimu!

Kalimat itu, terus memutar diingatannya. Sulit sekali untuk melupakannya.

Tapi tatapannya beralih menatap seseorang yang berada di samping wanitanya. Ah, mengingat itu. Apakah Jiya, masih menjadi wanitanya?

Joshua menatap seseorang yang dengan telaten, tengah menyeka telapak tangan istrinya. Hatinya memanas, namun sebisa mungkin ia menahannya.

Laki-laki itu mundur menjauhi pintu dan melenggang pergi, untuk segera menuju kamar rawatnya sendiri.

Kedua tangannya mengepal kuat.

"Darimana saja, kau?" tanya Jeonghan  begitu melihat Joshua sudah tiba di ruangannya sendiri.

"Siapa lelaki yang berada di samping Jiya?" tanyanya dengan tatapan datar.

"Bukankah itu sakit?" tanya Nura, dengan tatapan sinis.

Jeonghan dengan segera beralih menatap calon istrinya. "Hey, apa yang kau katakan, sayang?"

"Bukankah benar? Bagaimana perasaanmu, ketika melihat Jiya bersama lelaki lain? Sakit, bukan?" tanya Nura.

"Jangan diteruskan, Nura." Jeonghan kini memaksa wanitanya untuk pergi dari hadapan Joshua.

"Bahkan, di saat seperti ini. Kau lebih memilih sahabatmu?!" teriak Nura. "Kau lihatlah sahabatku, Jiya! Dia terluka, sangat parah. Dan aku tidak tau, bisa sembuh atau tidak! Pikirkan kondisi Jiya juga, bukan hanya memikirkan kondisi Joshua si bodoh itu!"

Hampir saja Jeonghan menampar Nura, tapi dengan secepat kilat, Cheol menghentikan layangan tangannya.

"Jangan bersikap kasar terhadap wanita!"

"Dia terlalu berisik!" umpat Jeonghan.

Nura tertawa sinis. "Hahahaha! Ternyata laki-laki sama saja! Tidak mau mengerti perasaan wanita!" Nura mengambil nafasnya. "AKU MUAK DENGANMU, DAN DENGAN KALIAN SEMUA! MASIH MENDING CHEOL MEMBELAKU, TAPI TETAP SAJA. AKU MEMBENCIMU, YOON JEONGHAN!!"

Nura menghapus air matanya dengan kasar, ia meninggalkan ruang rawat Joshua.

"Kau tidak seharusnya seperti itu, Jeonghan." Joshua kini bersuara. "Kau tidak seharusnya membelaku, benar apa yang Nura katakan. Aku si bodoh, yang meminta perlindungan kalian semua."

"Kejarlah," pinta Cheol, pada Jeonghan. "Meminta maaflah."

Jeonghan diam sejenak.

"Tunggu apalagi, Yoon Jeonghan?" tanya Cheol. Lalu lelaki itu pergi dari ruangan, dan menyusul Nura. "Setidaknya, harus ada yang waras di sini."

"Bagaimana perasaanmu, Shua?" tanya Gitta yang baru saja tiba, bersama Gicheol dan Gia.

"Aku baik-baik saja, tapi hatiku sakit." Joshua menatap Gia dengan tatapan datar.

"Apa kau tidak ingin memeluk puterimu?" tanya Cheol.

"Aku tidak pantas memeluknya," lirih Joshua, air matanya kini menetes.

"Sayang, bisa bawa Gia ke ruangan Jiya?" tanya Cheol. "Aku akan berbicara dengan Joshua."

Selepas kepergian Gitta dan anak-anaknya, kini hanya ada Joshua dan Cheol di ruangan tersebut.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Cheol.

"Aku akan melanjutkan hidupku," jawab Joshua.

"Agensi Jisoo sudah membuat pernyataan, bahwa memang benar artisnya tengah mengandung."

"Tapi aku tidak sebodoh itu, Cheol. Aku tidak mengeluarkannya di dalam, a-aku--" Joshua menghentikan ucapannya. "--Aku bingung."

"Meskipun seperti itu, kau tetap salah. Karena telah meniduri wanita lain," ucap Cheol.

"Ya, aku tau ..."

"Lalu?" tanya Cheol.

"Aku akan memberikan pernyataan resmi," jawab Joshua dengan mantap.

"Lalu, pernikahan kalian diambang kehancuran."

"Setidaknya, untuk sementara biarlah seperti ini dulu. Jika masalahnya sudah beres, aku akan kembali pada Jiya."

"Dan, jika Jiya tidak menerimamu?"

"Aku akan memaksanya,"

"Jika dia berontak?"

"Sudahlah, Cheol. Aku tidak ingin berdebat denganmu," ucap Joshua.

"Jadi maksudmu, pernikahan kal--ah maksudku, pernikahan yang sudah lama kalian bangun, dibiarkan hancur begitu saja, demi membuat masalah ini beres? Kau mempertaruhkan pernikahanmu, apa kau serius?" tanya Cheol, tak percaya.

"Aku harus merelakannya, Cheol. Meskipun aku tak ingin," lirihnya.

"Ada cara lain, jangan seperti ini, Shua!"

Joshua tersenyum manis. Sudah lama Cheol tidak melihat senyuman itu.

Tanda peringatan dari otaknya, berdengung dengan sangat kencang. Menandakan bahwa akan terjadi sesuatu.

"Jangan lakukan hal gila, Joshua!"

"Tidak, aku sudah lelah, Cheol ..."

Maafkan aku ... batin Joshua.

2 Minus 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang