O6

4.9K 536 39
                                    

"Assalamu'alaikum..."

"Sstt!" Bachtiar dan Erlang kompak meletakkan telunjuk di depan bibir.

Ranu sontak menutup mulutnya, ia tutup pintu dengan sangat pelan kemudian berjalan menuju sofa, menyusul Kairo yang sedang menertawakan dirinya.

"Dasar Islam KTP semua."

Kairo terkekeh tanpa suara. "Waalaikumsalam, akhi."

Ranu meletakkan se-kresek besar berisi camilan yang ia beli di kantin rumah sakit sebelum masuk kesini, lantas menatap ke depan dimana Arkhana tertidur di pelukan Bachtiar dan ayahnya itu dibantu Erlang berusaha melepaskan tangan yang melingkar di pinggangnya lalu dengan hati-hati membaringkan adiknya.

Manis sekali.

Erlang dengan cekatan menaikkan selimut, menata kedua tangan di atas perut, membenarkan nasal kanul yang sedikit miring, mengecek laju infus, terakhir menyibak rambut Arkhana dan perlahan turun menyentuh pipi menghapus bekas air mata.

"Cih," Melihatnya Ranu tersenyum miring. Dasar.

Sadar apa yang telah dilakukannya, Erlang buru-buru menarik tangannya dan menatap orang-orang yang ternyata sudah dulu menatapnya.

"Apa lihat-lihat?" Sungut Erlang, gugup.

Pria itu lantas berdehem. "Gue mau ngopi di kantin, kalo ada yang nitip chat aja." Ucapnya singkat, lalu pergi.

Bachtiar geleng-geleng kepala, ia ikut duduk di sofa bersama Kairo dan Ranu yang mulai membuka makanan ringan. Bachtiar sendiri membuka nasi gorengnya yang sudah dingin, meskipun makanan ini paling enak dimakan hangat-hangat tapi Bachtiar akan tetap memakannya karena ia sangat lapar.

Arkhana menangis cukup lama tadi, meskipun sudah tidak sesenggukan pelukannya tidak mau terlepas dan dengan senang hati Bachtiar mendekapnya sampai anak itu tertidur di pundaknya.

Hidupnya pasti tidak mudah disana, anak itu jadi bungsu disini kemudian disana ia harus beradaptasi lagi lalu punya adik dua. Katanya kan begitu tadi. Meski ia bersama Aluna, punya sosok ayah kandung di sisinya tapi entah mengapa Bachtiar ragu akan cerita dari Arkhana.

"Kenapa Arkhana sembab gitu mukanya?" Tanya Ranu, memandangi wajah adiknya dari jauh.

Kairo melirik sinis. "Sembab berarti ya abis nangis, mas. Masa abis kesurupan."

"Ya kali aja, kesurupan sambil nangis. Lo apain, Ro?"

"Lo nuduh adek lo yang baik hati dan tidak sombong ini, mas? Liat aja tuh rekaman cctv ntar lo liat gue gebukin si Arkhana sampe nangis."

Ranu tertawa, merasa suasana hatinya yang buruk sedikit membaik karena ucapan Kairo, ia mengangguk-angguk puas lalu melirik ayahnya yang anteng sekali.

"Laper banget kayaknya, yah." Ucap Ranu.

Bachtiar mendongak dengan mulut yang penuh. "Ya emang laper ini."

"Ayah gak kerja? Gak ada jadwal?"

"Enggak, ayah minta tuker jadwal dua hari ke depan. Kata dokter Arkhana dirawat mungkin lima harian, nanti selama dua hari ayah temenin tapi sisanya minta tolong kalian urusin, ya."

Kairo diam, tapi Ranu mengangguk. Dua kakaknya itu orang sibuk, Kairo tanpa mengangguk pun pasti sudah otomatis dia yang akan terus menetap disini.

"Lo katanya mau kerja, mas? Kok malah kesini?" Tanya Kairo, menyenggol lengan mas nya yang sedang kalap mata itu.

Semua jenis jajanan dibeli dan dibuka semua sama dia.

"Bisa dikerjain disini nanti, gue gak fokus kalo di rumah. Kepikiran Arkhana terus gue."

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang