31

3.2K 335 38
                                    

Arkhana terdiam di salah satu bilik toilet umum sambil terkekeh ia membasuh telapak tangannya yang ada bercak merah.

Mungkin karena Arkhana terlalu boros pada tubuhnya yang sedang full baterai. Tapi tidak masalah. Selagi ia masih bisa tersenyum dan berjalan semua akan baik-baik saja.

"Sudah selesai?" Tanya Bachtiar melihat kedatangan Arkhana dari toilet.

Anak itu mengangguk.

Setelah puas bermain air dan pasir lalu berfoto sampai mati gaya, menghabiskan bekal, ngobrol tentang banyak hal sambil memandang matahari terbenam, sudah dalam keadaan ganti baju mereka memutuskan pulang.

"Erlang di depan, ayah di belakang," Perintah Bachtiar.

Dalam keadaan gelap mereka berjalan lima ratus meter lagi menuju parkiran mobil.

"Mas Ran, nyanyi dong. Merinding banget gue anjir," Ujar Kairo lantas merapat kepada Raina.

Wanita itu tertawa, ia segera merangkul Kairo.

Ranu menoleh ke belakang, berdecih. "Ati-ati, biasanya yang takut malah yang ditempel-"

"MAS!" Teriak Kairo histeris. "Diem atau mulut lo gue sumpel sama nih tiker!"

Ranu tergelak, menjulurkan lidahnya kecil kepada Kairo lalu fokus menyenteri jalan lagi. Tidak ada lampu di bagian sawahnya, ya, mereka melewati sawah-sawah panjang dan jika tidak fokus sedikit maka bisa nyusruk ke galengan. Kalian tahu galengan?

"Kalau gak ada yang kerja di hari minggu kita bisa berangkat pagi terus pulang siang," gumam Bachtiar juga menahan kesal. "Jadi kayak ikut acara jurit malam nih kita."

Di belakang sendiri jadi dia was-was, sesekali menoleh takutnya ada yang ngikut tapi juga harus fokus ke depan kadang juga memantau Arkhana yang berada tepat di depannya tampak berjalan sempoyongan. Seno juga sudah diam lunglai kehabisan daya.

"Kalian juga kesenengan tadi sampe lupa waktu, kalau pulang sebelum magrib kan enak," Tukas Erlang tidak mau kalah.

Arkhana terkekeh. "Kan emang ngejar sunset nya, mas Er. Buat story."

"Sunset kok dikejar," Balas Erlang.

"Daripada ngejar dia yang beda yang sama kita. Yhaaa," Sahut Kairo telak.

"Udah, jangan diterusin. Kasian, biar menenangkan hati dulu dia," Ucap Ranu menengahi tapi ada sirat mengejek.

"Gapapa, mas Er. Kadang Tuhan itu emang cuma mempertemukan bukan menyatukan, minta gimana baiknya aja," Ujar Seno tenang.

Erlang hanya bisa mendesah pasrah. Mau bagaimana lagi, awalnya ia pikir hanya sedang dalam ketertarikan sesaat. Rupanya ia sudah jatuh terlalu dalam sampai ketika berpisah rasa sakitnya pun juga tertoreh dalam. Arkhana tertawa melihatnya.

"Berkat kalian ngomong terus, jalan jadi gak kerasa jauh," Kekeh Raina saat melihat parkiran sudah di depan mata.

"Nanti kita makan di rumah aja ya, Yah," Pinta Kairo. "Udah capek banget."

Bachtiar terkekeh, mengangguk. "Nanti ayah beliin, kalian ngebut aja kalau mau. Hati-hati tapi, ya."

Sudah diberi perintah langsung dari pusat, Kairo merebut kunci mobil dari tangan Erlang. Serahkan pada Kairo jika ingin cepat sampai tujuan, karena dalam dirinya mengalir darah supir bis sugeng rahayu, bis mira, dan bis harapan jaya.

Arkhana ikut mobil Bachtiar bersama Raina. Rencananya nanti setelah mengantar akan langsung ke rumah sakit memenuhi panggilan dokter Tama dan sesuai keinginan Arkhana setelah liburan tetapi ternyata dokter Tama mengabari kalau sore tadi beliau ada acara mendadak di luar kota selama tiga hari.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang