32

3.8K 371 62
                                    

"Terus yang dicopet terima kasih gak sama lo?"

Arkhana mengangguk cepat. "Terima kasih, sambil nangis malah. Panik banget paling, di tasnya ada barang penting bos-nya."

Setelah mendengar cerita penyebab Arkhana babak belur, Ranu, Erlang, Kairo, dan Bachtiar hanya bisa menghela napas berat. Tapi Arkhana tidak menceritakan bab ia bertemu Aluna, atau korban pencopetan itu adalah personal asistennya. Hanya cerita kronologi penjabretan lalu ia diantar polisi pulang karena Dewangga ikut ke kantor untuk memberi kesaksian.

Ia juga benar-benar tidak mau ke rumah sakit, berusaha menjaga kesadarannya dan hanya diobati seadanya oleh petugas ambulan yang datang dan sekarang sudah beristirahat di kamar setelah minum obat.

"Harusnya kamu sembunyi dulu sampai polisi yang kalian panggil datang, bukan main lawan aja,"  Ujar Bachtiar, memeras handuk yang sudah dicelupkan ke dalam air dingin.

Untuk mengompres dada anak itu yang sekarang memar, katanya kena lemparan kursi. Bachtiar benar-benar tidak habis pikir. Beruntung tidak ada yang sampai patah tulang-tulangnya.

Arkhana berdehem sebentar, sakit sekali tenggorokannya. "Nggak tau, Yah. Gak kepikiran juga. Mereka juga marah-marah, pake bahasa jawa lagi, kita yang udah capek kepancing lah."

"Emang mereka bilang apa sih?" Tanya Erlang, melipat tangannya.

"Mereka bilang gini, Jianncokk-- hmmp!"

Bibir pucat Arkhana langsung dibekap Bachtiar. "Siapa yang ngajarin ngomong kayak gitu?"

"Itu kang jambret yang bilang, Ayah. Kana gak tau juga apa artinya tapi Kana paham pasti itu buat ngumpat kan. Tapi pas mereka ku katain balik malah marah."

Erlang hanya bisa geleng-geleng kepala, ia meringis melihat memar biru keunguan di pipi adiknya. "Jadiin pelajaran aja, nggak usah libatin diri terlalu jauh kalau kita gak bisa lindungin diri sendiri dulu."

Ranu mengangguk mengiyakan perkataan Erlang. "Bener. Untung mereka sedang dalam keadaan tangan kosong. Kalau bawa pisau terus lo ditusuk gimana, leher lo digorok? Atau mereka bawa pistol? Bahaya, Kana. Lo gak masuk rumah sakit lagi, tapi masuk liang lahat!"

Tidak perlu pakai pistol dan pisau, dilempar kursi saja sudah sakit. Mana asam lambungnya langsung naik. Arkhana mengangguk dengan lemas.

Kairo terkekeh melihatnya, panik sekali tadi dia. Bisa banget memang bikin orang khawatir. "Padahal nggak gue ajak demo biar gak kenapa-napa, malah cari acara sendiri yang bikin badan ancur."

"Kamu tadi ikut demo?? Yang di depan gedung DPRD?" Ranu sontak menatap tajam.

Kairo tersenyum lebar hingga matanya tinggal segaris. "Iya, tapi bentar. Lagian demonya juga berjalan kondusif kan, mas."

"Bikin macet," ketus Ranu.

"Arkhanaaa!!!"

Seno berlari masuk ke kamar dan duduk mendusal di antara Erlang dan Ranu, ia baru membaca pesan dari Kairo padahal pemuda itu mengirimkannya sejak siang dan sekarang sudah malam. Pesan Kairo tenggelam.

"Lo kenapa bisa kayak begini? Pantes tadi siang Kairo langsung pulang. Untung polisi cepet datengnya, kalau enggak gimana?? Lo emang demen tantangan apa gimana sih, Kan."

Arkhana hanya tersenyum, tidak bisa menjelaskan lagi dari awal karena tenggorokannya sakit. Lagipula Seno pasti sudah tahu karena Kairo cerita.

"Kamu baru pulang dari demo?" Tanya Bachtiar.

"Enggak, Yah. Demo udah selesai dari sore tapi aku masih harus ke kampus karena ngurus seminar nasional besok hari Sabtu," jawab Seno menahan takut dalam hati.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang