O8

4.9K 467 60
                                    

Berhasil meyakinkan dokter kalau ia akan menjaga diri dengan baik setelah keluar dari rumah sakit, senyum Arkhana tidak luntur sama sekali bahkan sampai perawat melepas jarum yang menancap di punggung tangannya. Ranu geleng-geleng kepala melihatnya, sambil membersihkan area kamar agar bebas dari sampah, Ranu membatin dalam hati akan sikap keras kepala adiknya itu.

"Udah beres," Ranu menatap lega pada sekantong sampah hasil begadangnya bersama Erlang semalam.

"Gak ada yang ketinggalan?" Tanya Bachtiar, menatap sekeliling kamar.

Kairo menggeleng. "Semua barang-barang udah dibawa pulang sama mas Erlang tadi, yah."

"Oke. Kita pulang tapi cari sarapan dulu," ucap Bachtiar sambil membantu Arkhana turun dari kasur. "Kamu pengen makan apa, Kana?"

Ringisan Arkhana sontak luntur saat mendapat pertanyaan dari Bachtiar, ternyata perutnya masih sedikit nyeri saat ia berdiri sendiri seperti ini. Agar tidak jatuh segera ia merangkul pinggang Bachtiar erat membuat pria paruh baya itu sedikit kaget.

"Eh, masih sakit, ya? Ngeyel sih."

"Cuma kaget aja, yah. Entar juga udah biasa lagi."

Bachtiar mendengus menahan kesal, namun tetap melingkarkan tangan di belakang punggung anaknya antisipasi kalau tiba-tiba anak itu jatuh atau lemas.

"Mau sarapan apa, El?" Tanyanya pada Kairo. Sukanya bertanya pada Kairo adalah anak itu tidak banyak pertimbangan dan cepat memberikan keputusan.

Kairo membuka pintu, mempersilahkan kepada Ranu, Bachtiar, dan Arkhana agar keluar lebih dulu. Mereka berjalan pelan karena Bachtiar yang sedang memapah Arkhana, beriringan menuju parkiran dengan Ranu yang membawa se kresek sampah dan Kairo yang petentang-petenteng membawa beban hidup.

"Makan di rumah aja, yah. Biar mas Ranu yang masak, kemarin aku belanja banyak sayur buat apa kalo gak dimasak, keburu layu di kulkas," ucap Kairo santai.

Bachtiar nyengir kuda. "Semua jenis sayur di rumah udah ayah kasih ke Raina buat masak catering kemarin. Hehe."

Raina, emaknya Seno. Rumahnya tidak sekomplek dengan Kairo, tetapi di depan gapura perumahan, mempunyai usaha rumah makan yang dinamai warung makan bunda langganan anak kampus buat makan siang.

"Ayah kira kita masih lama di rumah sakit, jadi ayah kasihin aja semua sayur buat bundanya Seno lumayan juga buat nanti dijual kan, eh tapi ternyata kita pulang hari ini. Kalau mau makan di rumah masih ada roti, selai, susu, sereal, sama telur."

Kairo menatap datar pada ayahnya yang memasang tampang tidak berdosa. "Makan di warungnya Seno aja, yah. Bosen Kairo makan pertepungan kayak gitu."

"Warungnya Bu Rain kan pagi belum buka, bukanya siang aja. Lupa lo?" Sahut Ranu, perkara makan aja ribet sekali keluarga ini.

Karena ada Arkhana nih, yang membuat suasana baru seperti ini. Biasanya juga makan urusan nafsi-nafsi alias sendiri-sendiri.

"Lah iya," Kairo teringat. Tapi tiba-tiba terpikir sebenarnya emaknya Kairo itu niat jualan atau tidak karena kadang buka sesuai mood, kalaupun buka hanya dari jam sepuluh sampai jam dua siang, dan menerima catering hanya untuk acara tasyakuran kecil-kecilan.

"Mau bubur aja?" Tanya Ranu yang langsung dijawab gelengan tegas oleh Kairo.

Ranu memutar bola matanya malas, ia menatap Arkhana yang dirangkul erat oleh Bachtiar. "Tapi kamu mau bubur, Kan?"

"Em... Iya, terserah. Aku ngikut aja." Jawabnya sambil tersenyum canggung.

Kairo berdecak pelan, mulai. Ingin emosi tapi mobil sudah di depan mata. Ia duduk di belakang bersama Arkhana.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang