O9

4.7K 450 15
                                    

Bachtiar pergi dari rumah pagi-pagi buta sekali bahkan ketika orang-orang belum bangun, namun Ranu yang kebetulan akan pergi ke masjid melihat ayahnya hendak keluar dari rumah mengurungkan niatnya berangkat lebih awal dan memilih menunggu Bachtiar dijemput oleh rekannya.

Selama pergi bekerja, Bachtiar tidak pernah pamit karena pria paruh baya itu selalu bilang kalau ia pasti akan kembali. Akan pulang ke rumah setelah mengantarkan orang-orang ke satu alamat tujuan. Ranu tahu maksud ayahnya, pamit adalah satu hal yang tetap penting dilakukan.

Bersama Arkhana yang kebetulan terbangun karena merasa haus, mereka berdiri di depan rumah menunggu jemputan. Dengan mata yang masih menyipit karena mengantuk, Arkhana memeluknya tubuhnya sendiri yang meremang karena dingin, ia tidak pernah suka dingin.

"Mobilnya sudah datang, ayah pergi dulu ya.."

Ranu mengangguk, memeluk ayahnya sekilas dan tersenyum. "Hati-hati, yah. Semoga selalu dalam perlindungan Allah."

"Aamiin... Makasih ya doanya anak baik," Bachtiar tersenyum, lantas menatap Arkhana yang tampak menggigil. "Mau peluk ayah juga?"

Tanpa pikir panjang, Arkhana menerjang tubuh tinggi besar Bachtiar, memeluknya erat sekali. Lama. Bachtiar mengusap-usap punggung itu, menyalurkan rasa hangat yang mungkin tidak pernah Arkhana dapatkan dari seorang ayah. Atau ibu sekalian.

Tubuh Arkhana terlalu kurus dan dingin. Bachtiar janji ia akan segera pulang dan menghangatkan tubuh anak ini.

"Ayah hati-hati, nyupirnya jangan ngebut, santai aja asal selamat..."

Bachtiar terkekeh. "Iya. Ayah cuma dua hari aja, tungguin ayah pulang, ya?"

"Iya, Kana tunggu."

"Selamat bersenang-senang hari ini, pulangnya jangan nunggu kecapekan, inget kalo kamu masih sakit."

"Iya, ayah. Terima kasih sekali lagi ayah udah peduli sama Kana, udah mau nerima Kana disini, Kana gak bisa bales apa-apa karena Kana juga gak punya apa-apa, ayah."

Bachtiar menahan senyumnya, ia ayun-ayunkan tubuh dalam dekapannya ini. "Ayah juga gak minta apa-apa, ayah udah punya semuanya. Tapi ayah minta sama kamu satu hal."

"Apa?"

"Selalu bahagia, sehat. Jangan pernah sakit lagi karena hati ayah sakit banget lihat kamu sakit."

Arkhana terkekeh. "Itu banyak hal, ayah."

"Iya itulah pokoknya," Bachtiar mengacak gemas rambut Arkhana.

"Semoga Allah membalas kebaikan ayah dengan hal-hal baik juga."

"Aamiin, udah ah ayah berangkat ya."

Bachtiar dengan terpaksa melepaskan pelukannya, menatap Arkhana yang kini dirangkul oleh Ranu. Ia melambaikan tangan sebentar hingga kemudian mobil membawanya pergi dari perumahan.

Ranu menghela napas panjang, dalam hati mendoakan semoga Bachtiar selalu dijauhkan dari hal-hal buruk. Ia menatap adiknya yang masih bergeming menatap jalanan yang kosong.

"Masuk yuk, disini dingin banget."

Arkhana menoleh ketika digiring masuk ke dalam rumah. "Mas gak jadi berangkat ke masjid?"

"Enggak, dirumah aja jamaah sama kamu."

"Gimana, sih. Gak apa-apa mas kalau mau berangkat juga, kayaknya belum telat-telat amat. Atau Kana ikut ke masjid sekalian?" Ujar Kana.

Ranu tetap menggeleng. "Gapapa, Kana. Gak usah, mas mau nemenin kamu aja disini, asal kamu tau ya, ketika kita niat aja itu sudah dihitung satu kebaikan, jadi ya meskipun mas gak jadi berangkat ke masjid tapi mas sudah niat tadi."

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang