22

4.1K 421 41
                                    

"Kemeja putih, celana item, dasi, sepatu, kaos kaki. Udah semua kan, ya?" Tanya Kairo sambil membaca list persiapan maba ospek dari Seno selaku panitianya.

Arkhana mengangguk. "Ada yang kurang satu lagi, bang."

"Apa?" Kairo menatap adiknya.

"Makan," jawab Arkhana lalu nyengir. "Enggak laper, sih. Tapi udah kerasa gak enak."

Kairo langsung melihat jam tangannya, sudah waktunya makan siang memang. Kairo mengangguk, tersenyum bangga kepada Arkhana yang mulai berani mengatakan sesuatu entah dia lagi pengen atau demi kebaikannya sendiri setelah berminggu-minggu hidup bersamanya.

Anak itu mulai terbiasa. Pun, Kairo sudah melupakan acara marahnya kepada Arkhana.

"Mau makan apa?"

Melihat Arkhana berpikir, Kairo melanjutkan. "Harus yang ada nasinya."

"Sushi. Ada nasinya tuh. Ayo, bang."

Kairo menggeleng. "Nasi di sushi nya itu ada cukanya, Kana."

"Makan sashimi nya aja, ntar makan nasi di luar lagi."

"Boleh. Asal gak pake wasabi sama cabe bubuk."

"Kan bisa minta nasi sendiri, bang." Arkhana masih kekeuh.

Akhirnya Kairo mengangguk. "Oke deh, nanti gue pilihin menunya."

Dasar. Menawarkan tapi tetap dia yang memutuskan. Arkhana bergumam ketika berjalan di belakang Kairo. "Ribet banget lu, Kairo."

"Gue denger ya, anjir," Kairo menoleh tajam.

Arkhana tersenyum lebar. "Denger apa, bang? Gue gak ngomong apa-apa."

"Cih," decih Kairo lantas merebut barang belanjaan dari tangan Arkhana dan membawanya. "Ini tuh juga demi kebaikan lo."

Semenjak Arkhana memutuskan ikut pulang bersama Bachtiar, mereka; yakni Erlang, Ranu, dan Kairo begitu memperhatikan pola hidup yang sehat untuk Arkhana mengingat lambung anak itu yang sudah sengklek. Tidak boleh melewatkan makan, Kairo juga telaten mengingatkan snacking ketika jam sepuluh dan jam tiga sore.

Pernah kambuh, tapi tidak pernah yang sampai collapse. Penyebabnya satu, anak itu diam-diam masih suka insom dan memanfaatkannya dengan belajar.

Ternyata tanpa ditekan pun, dia sudah ambis. Jadi Ranu setiap malam akan mengecek kamar Arkhana dan memaksa anak itu tidur jika ketahuan masih melek. Karena mempunyai masa lalu yang tidak menyenangkan membuat adiknya sampai dihantui mimpi buruk, jadi Ranu akan menyalakan lilin aromaterapi dan sleeping music.

Daripada saat di Korea, Arkhana jauh terlihat lebih baik saat disini. Jelas karena mereka semua sangat memperhatikan anak itu, menjaganya layaknya barang yang mudah pecah, dan satu yang pasti, tidak ada lagi gurat suram di wajah manis itu.

"Gimana? Puas?" Tanya Kairo melihat kegembiraan di wajah Arkhana setelah melahap irisan salmon.

Arkhana mengangguk dengan pipi menggembung karena penuh.

"Kunyah sampe lembut."

Setelah mengikuti tes gelombang dua, Arkhana diterima di kampus yang sama dengan Kairo, memang daftarnya kesitu, sih. Awalnya Arkhana benar-benar mau masuk seni takut Kairo tidak nyaman sekampus dengannya tapi diam-diam tanpa diketahui adiknya, Kairo bicara empat mata kepada Bachtiar agar menyuruh Arkhana masuk ke kampusnya saja. Intinya tidak apa-apa.

Biar enak saja, kalau ada sesuatu kan sudah dalam jangkauannya.

"Kak Seno dari kemarin-kemarin sibuk, lo kok lempeng-lempeng aja sih, bang. Dengar-dengar lo masuk kepanitiaan juga," ucap Arkhana, diam-diam mencelupkan makanannya ke piring berisi saus mentai.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang