Ada kok yang bisa memisahkan Kairo dan Arkhana kecuali maut.
Maminya.
Kairo terbangun dengan rasa pusing yang luar biasa, hidungnya mampet total, dan rasa sakit di tenggorokan. Berjalan keluar dari ke kamar menuju dapur untuk mengambil segelas air namun yang ia temukan malah ketegangan di ruang tengah karena kehadiran ibunya.
Apakah akan ada kekacauan di pagi hari? Kairo mendekati Arkhana yang duduk di belakang ayahnya. Pria itu berdiri berhadapan dengan Aluna, terdengar saling berteriak membahas soal Arkhana.
Persis dengan kejadian saat ia kecil dulu.
"Ayah, ada apa? Kana sakit, kenapa malah ikut disini."
Ucapan Kairo tidak digubris. Bachtiar dengan rahang mengeras menepis tangan Aluna yang ingin menyentuh Arkhana.
"Kamu ini kenapa, Atma? Aku hanya ingin mengambil anakku."
"Dia nggak mau, Lun. Dia nggak mau kamu ajak pergi."
Aluna tertawa kecil, menatap tidak percaya pada Arkhana yang diam menundukkan kepala.
"Mau tidak mau aku tetap bisa membawanya, Atma. Dia anak kandungku, anakku dengan Jo. Kamu nggak bisa menghalangiku hanya karena dia memilihmu. Mau bagaimanapun caranya kamu mau memisahkan aku dengan Kana, dia tetap milikku. Dan akan ku ajak ke Jakarta hari ini juga!"
Bachtiar mengendurkan tautan alisnya mendengar ucapan Aluna yang menurutnya benar. Ia menatap Arkhana yang berada di belakangnya. Anak itu sedang sakit karena efek kemonya.
"Tapi dia adikku-"
Ucapan Kairo terpotong saat Aluna berhasil menarik tangan Arkhana kencang, sontak membuat anak itu berdiri meski terhuyung karena pusing. Kairo berusaha memegangi adiknya, berharap kejadian dulu tidak terulang lagi.
"Kamu hanya kakaknya, Kairo. Mami yang lebih berhak disini. Kamu harusnya paham."
Kairo makin pusing, suhu tubuhnya terasa makin naik karena gejolak emosi dalam hatinya. Ia menatap adiknya tajam, mencengkram bahu itu agar Arkhana menatap wajahnya.
"Jangan bilang lo mau ikut gitu aja, Kan?? Terakhir kali lo ikut mami keadaan lo kacau!"
Arkhana menunduk, tidak berani menatap mata tajam Kairo dan hanya bisa terdiam menggigit bibir bawahnya kuat sambil menahan air mata. Bagaimana caranya menolak?
"Setelah apa yang ayah berikan sama lo, lo tetep mau ikut sama mami?!" Sentak Kairo, mengguncang tubuh adiknya.
Sebenarnya Kairo tidak ingin mengungkit perkara yang ia sebutkan itu, namun biar saja Arkhana merasa bersalah.
"Maaf..." Gumam anak itu.
Bachtiar menghela napas berat melihat kedua anaknya yang malah bersitegang itu. Ia menatap Aluna lurus.
"Kamu ini kenapa, Aluna? Kamu bahkan nggak menganggap Arkhana anakmu lagi, kamu cuma mau menganggap Erlang, Ranu, dan Kairo sebagai anakmu, kan? Kenapa tiba-tiba. Kamu merencanakan sesuatu?"
Aluna berdecak, ia mendorong tubuh Kairo dan menarik Arkhana agar lebih dekat dengannya. Tentu saja Bachtiar yang melihat itu terkejut dan merangkul Kairo yang juga sedang sakit. Astaga, kasar sekali.
"Apapun rencanaku itu bukan urusanmu, Atma. Aku hanya mengambil anakku lagi, kamu urus saja anak-anak kita yang sudah jadi hak asuhmu."
Sakit sekali Kairo mendengarnya. Dirinya juga anaknya tapi Aluna seakan tidak mau mengurusnya juga. Arkhana diambil pun juga tidak menjamin akan diurus juga.
"Ayo, Kana. Ikut mami. Ini bukan tempat kamu!"
Bachtiar meraih sebelah tangan Arkhana, menahan Aluna. "Okay. Kamu bisa mengambil Arkhana lagi, dia milikmu. Tapi bisakah kita buat perjanjian dulu? Kalau kamu gak akan menyakitinya lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGA TIDUR✔️
Fanfiction"Simpan kenangan yang baik saja. Tidurlah, pagi akan segera tiba, Arkhana." Pak Bah.