12

3.7K 415 43
                                    

Rumah tampak begitu sepi, biasanya memang tampak begitu tapi Erlang merasa ada yang aneh karena tidak melihat Ranu di dapur ketika ia keluar kamar. Bukankah dia biasanya sudah berkutat di depan kompor habis sholat subuh?

Ia berjalan menapaki tangga sambil mengencangkan sarung, lalu membuka pintu kamar Arkhana.

"Ar... Bang-"

Erlang sontak membisu ketika membuka kamar hanya disambut kegelapan. Jelas, penghuninya sudah tidak ada bagaimana ia bisa lupa. Erlang terkekeh, menepuk dahi dan memutuskan ke dapur saja untuk minum. Sepertinya ia sudah gila karena kepikiran terus dengan adiknya itu.

Anak itu sepertinya mustahil akan kesini lagi mengingat Aluna saja tidak pernah mengunjunginya barang sekalipun setelah perceraian dengan Bachtiar.

"Pagi, mas."

Erlang tersadar, ia tersenyum. "Pagi."

Ranu membuka kulkas, melihat begitu banyak bahan sisa barbeque-an yang bisa ia olah untuk sarapan. Semua itu karena ada Arkhana disini, agar adiknya yang malnutrisi itu bisa tercukupi gizinya tapi ternyata malah pergi lebih awal.

"Mau sarapan apa, mas Er?"

"Jujur aja sebenernya lo lagi males masak kan, Ran."

Perkataan Erlang yang tanpa basa basi tepat sekali akan isi hatinya yang paling dalam. Ranu mengangguk, ia bergabung di meja makan sambil minum air putih hangat. Keseringan minum teh juga gak bagus.

"Iya, mas. Males masak gue jadinya."

Erlang terkekeh. "Tapi tawarin aja si Kairo kali aja mau makan apa gitu."

"Gak juga pengen apa-apa," sahut Kairo, baru datang dengan muka bantalnya. "Mau sarapan bareng sama Surga aja pake whiskas."

Ranu menahan tawanya melihat wajah tidak semangat adiknya. "Jangan lah, Ro. Jadwal masuk rumah sakit lo itu pertengahan semester pas musim tugas, bukan sekarang."

Kairo mendesis sinis.

"Gue masakin nasi goreng aja ya?" Ranu masih menawarkan, tidak adil jika ia hanya selalu menawari Arkhana.

"Gampang gue, mas. Habis ini gue mau pergi sepedaan sama Seno ntar juga mau sarapan liwet di jalan," jawab Kairo.

Erlang mengambil selembar roti dan mengolesinya dengan selai blueberry. Menurutnya rasa buah lebih enak daripada coklat atau susu yang bikin cepat eneg. "Katamu Seno trauma sepedaan sama kamu. Kok tiba-tiba mau lagi?"

"Gak tau, dia juga gabut kali. Lagian alay banget emang Seno, belum juga gue ajak sepedaan dari solo ke jogja udah trauma."

Ranu melirik sinis. "Gak usah solo jogja, lo ngajak orang sepedaan tiga jam siapa yang gak bakal tepar."

Kairo sontak tertawa, membuat matanya hilang tinggal segaris.

"Mana sepedanya nungging banget kek unta," timpal Erlang, tertawa denga mulut penuh roti.

"Emang cuma ayah bisa gue ajak sepedaan, kalian semua payah!" Ejek Kiro, mengambil mangkok dan menuangkan sereal juga susu.

Melihat bagaimana pemandangan pagi ini di meja makan membuat Bachtiar yang memperhatikan dari awal mengernyit bingung. Ia sudah datang dari tadi, niat hati ingin mengagetkan mereka dengan kedatangannya namun melihat hanya ada tiga orang di meja makan apalagi dengan menu makanan yang sama seperti rutinitas awal membuat Bachtiar bertanya-tanya.

"Arkhana kok gak keliatan? Dimana dia?"

Mendengar suara ayahnya membuat ketiganya menoleh kaget, tapi sedetik kemudian biasa lagi. Mereka lupa tidak mengabari ayahnya. Bachtiar duduk di samping Kairo, menatap anaknya satu persatu.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang