48

3.2K 446 56
                                    

"Dok, ini belum boleh dicabut, ya?"

Dokter menahan senyumnya saat Arkhana mengangkat tangan kirinya.

"Emangnya kenapa? Kamu masih butuh banget. Atau mau obat dalam bentuk pil semua?"

Arkhana sontak menggeleng tegas. "Minum pil terus rambut saya jadi makin rontok banget, dok."

Dokter mengulum bibirnya, menahan napas saat ia lagi-lagi menusuk kulit pasiennya ini. Arkhana menggigit lidahnya untuk menahan ringisan.

"Gak apa-apa rontok, namanya juga lagi pengobatan. Nanti kalau sudah sembuh juga rambutnya tumbuh lebat lagi."

"Padahal saya minum obat terus, kemaren juga udah kemo sama radiasi tapi kok tetep nyebar ya, dok. Mana cepet banget lagi. Waktu saya masih panjang gak, dok?"

Hening sebentar, sang dokter tersenyum tipis saat Arkhana juga memberikan senyum kepadanya. "Masih panjang kalau kamu diem aja sampe bener-bener sembuh. Enggak jalan-jalan mulu, terus dateng-dateng mencet bel kamar brutal banget."

Arkhana terkekeh, itu kelakuan Elkairo si paling gym.

"Mana saudara-saudara mu itu? Biasanya pada main game di sofa."

"Barusan pulang, dok. Katanya nanti bunda sama ayah saya yang kesini."

"Kok katanya?"

Arkhana menjawab dengan senyuman lebar yang terlihat dibuat-buat.

"Semenjak kamu bangun, saya jarang lihat ayah kamu masuk ke kamar. Lagi marahan, ya?"

"Uhm... Iya, dok. Ayah yang marah sama saya."

Dokter itu tertawa renyah.

"Lagian kamu bandel banget. Kamu tau nggak pas kamu masih kritis di ICU, ayahmu itu yang setiap hari stand by. Megangin tanganmu tiap hari, katanya biar nggak kedinginan."

Sebenarnya agak berbohong, Bachtiar tidak seminggu penuh di ICU karena izin pergi ke selama dua hari untuk acara tabur bunga itu. Yang hampir setiap jam datang itu saudara-saudaranya. Tapi ya sama saja, Bachtiar yang paling terlihat terpukul dan takut akan kondisi anaknya ini.

Mendengar cerita dari dokter itu Arkhana langsung terdiam.

"Patah hatinya orang tua itu ketika melihat anaknya sakit. Ayahmu itu sampai bilang sama saya, nyuruh saya selamatkan kamu gimanapun caranya, kalaupun disini tidak mengatasi dan harus dirujuk saat itu juga ayahmu siap. Untungnya kamu selamat dan masih bisa ditangani disini, bahkan pak Atma sudah meminta surat rujukan ke Singapore."

Arkhana sudah dengar dengan point yang terakhir. Ia akan ke Singapura beberapa hari lagi, namun jika ia pergi bagaimana nasib ibunya?

"Makan yang banyak, semangat sembuh buat keluarga yang sayang sama kamu, Arkhana. Terutama buat ayahmu, dokter sedikit tau masalah kalian. Kamu juga gak salah, kamu memang berada di situasi yang gak enak. Meskipun begitu jangan dipikirkan terlalu dalam biar umurmu panjang," Guraunya, menoel pipi pasiennya yang tirus.

"Kebanyakan penyakit itu timbul dari pikiran kita sendiri yang rumit. Makanya lakuin saja, Tuhan tau kok mana yang terbaik buat kita, Kana." Lanjut sang dokter.

Arkhana tersenyum tipis, lalu mengangkat tangan kirinya. "Copot infusnya, dok. Biar saya bisa lakuin semuanya."

"Kamu mau ngapain sih sebenernya? Diam saja disini, puter tv nya kalau bosen," Dokter kesal juga. Pantas Bachtiar angkat tangan.

"Cuma hari ini, dok. Itupun gak sehari full, saya cuma mau main ke gedung belakang dengan leluasa," ucap Arkhana sambil mengangkat jari telunjuknya. "Masa satu hari gak pake infus bikin saya langsung dead?"

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang