45

3.3K 407 52
                                    

Suara gemuruh dari langit mulai terdengar, tidak lama kemudian rintik-rintik air mulai turun. Sesuai perkiraan cuaca kalau hari ini akan hujan, namun Bachtiar tidak peduli. Dengan raut wajah sedih, matanya menyorot kosong, ia tetap menaburkan kelopak mawar merah.

"Semoga tenang disana..."

Air mata Bachtiar jatuh bersamaan dengan hujan yang semakin deras dan terasa menyakitkan saat mengenai kepalanya yang sudah sedikit pusing. Bachtiar tidak mempunyai tidur yang cukup akhir-akhir ini, ia tidak bisa memejamkan matanya.

Dulu ia suka mengatakan kepada Arkhana kalau sulit maka pikiran hal-hal yang indah saja. Ternyata tidak semudah itu, diingatannya kenangan indah itu jadi sebuah kenangan pahit dan sakit untuk diingat.

Apa ia minum saja obat tidur milik Kana yang ia simpan?

"Sudah, pak. Mereka sudah kekal di sisi Tuhan."

Seseorang datang memayunginya. Bachtiar menoleh, dan menerima uluran handuk dari rekannya.

"Bayangin gimana paniknya saat pesawat jatuh, ruh nya dipaksa lepas dari tubuh mereka, Hen." Isak Bachtiar.

Co-pilot yang bertugas adalah junior Bachtiar, dia selalu menghiburnya ketika bertugas. Paling antusias ketika Bachtiar menceritakan tentang keunikan anak-anaknya karena istrinya masih hamil anak pertama.

Bachtiar dituntun masuk, kapal sudah mau kembali pelabuhan karena cuaca yang semakin buruk. Setelah itu menuju bandara dan pulang ke Indonesia.

"Kenapa maksa ikut kesini sih, pak. Kalau bapak juga lagi bersedih."

"Ya bagaimanapun juga kan pesawat ini harusnya saya yang nyupir."

"Jangan dipikirin, pak. Bapak waktu itu juga nggak punya pilihan karena lagi sakit, daripada diteruskan juga mengkhawatirkan untuk bapak dan penumpang."

Bachtiar menundukkan kepalanya dalam. Punggungnya diusap pelan.

"Yang sabar ya, pak..."

Mau apalagi yang dilakukan selain sabar sekarang. Sampai kapanpun ia berusaha melapangkan hatinya seluas samudera.

Ah, kan. Jadi rindu dengan pemilik nama itu. Arkhana Samudra.

Dulu, kebetulan Bachtiar sedang berada di rumah saat Aluna mengalami kontraksi saat hamil Arkhana. Jadi ia berkesempatan mendampingi Aluna persalinan secara langsung untuk yang pertama kali.

Karena saat melahirkan Erlang, Bachtiar sedang bertugas jadi tidak bisa berada di samping Aluna. Wanita itu juga ikut dalam penerbangan disaat sudah memasuki tanggal-tanggal hpl sehingga benar yang ditakutkan dokter, Aluna melahirkan di pesawat.

Saat Ranubayu lahir juga begitu, Bachtiar tidak ada disana. Awalnya sudah terencana namun ternyata Ranu lahir lebih cepat dari perkiraan dokter. Lalu Kairo, sama saja. Ia datang-datang Kairo sudah berada di rumah.

Mungkin alasan mengapa Aluna muak dengannya dan mencari hiburan di luar rumah pasti karena dirinya memang jarang di rumah. Tapi ya mau bagaimana lagi, sudah pekerjaannya dan uang juga buat mereka. Batin Bachtiar.

Jadi ketika Bachtiar mempunyai kesempatan langsung untuk mendampingi Aluna melahirkan tentu senang sekali meski ia juga takut karena ternyata Aluna harus operasi untuk mengeluarkan bayinya yang membahayakan sang ibu dan anak karena mengalami pendarahan akibat plasentanya lepas. Kalau kata Aluna itu yang menjadi penyebab Arkhana lahir prematur.

Tapi ternyata hanya bualan Aluna saja.

Banyak yang menjadi penyebab plasenta lepas sebelum persalinan dan itu memang Aluna yang perbuat.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang