26

3.7K 388 30
                                    

Bachtiar geleng-geleng kepala melihat keadaan ruang rawat inap Arkhana yang seperti pesawat habis nabrak gunung. Hari ini minggu, pantas jika dua orang itu tidak bekerja tetapi tidak menyangka akan terlihat seperti orang tidak berguna.

Dan kenapa yang sakit malah tidur duduk di sofa, sedangkan yang waras dhohir dan batinnya malah enak-enak tidur di ranjang pesakitan Arkhana.

Pelakunya adalah Kairo.

Erlang tertidur di sebuah kursi di sisi ranjang sambil memegangi tangan Kairo. Dan Arkhana malah duduk di sofa panjang bersama Ranu. Berantakan sekali, banyak bungkus snack di atas meja, sandal-sandal yang terlempar tidak beraturan, dan laptop Ranu yang masih menyala.

Bachtiar menarik napas panjang. "EHEM!"

Kairo dan Erlang langsung terlonjak kaget, saling berhadapan dan melepaskan genggaman tangan yang tanpa disadari. Erlang perasaan tadi menggenggam tangan Arkhana, dan Kairo bingung kenapa adiknya tidak ada di sisinya.

"Eh, ayah??" Arkhana mengucek matanya dan tersenyum.

"Kok tidur disini sih, nak? Pegel nanti badan kamu," Ujar Bachtiar, lalu melirik Kairo yang turun dari kasur dan menghampiri dirinya. "Malah ditempatin sama barudak mager itu."

"Kita tadi nonton film, yah... Terus pada ketiduran kecuali mas Ranu lagi kerja. Kairo juga gak tau kenapa dia disini dan mas Erlang pegang-pegang tangan gueee," jawab Kairo lalu mengusap-usap punggung tangannya.

Erlang berdecih.

Ranu menguap lebar mendengar keributan di siang hari, lengket banget matanya, heran. Ada alteco nya apa bagaimana ini.

"Tadi Kana kebangun, yah. Terus ngajak mas Ranu ke taman," sahut Arkhana.

"Terus tidur lagi," tambah Ranu, lalu menguap lagi. Ia menatap penampilan ayahnya dari atas sampai bawah. "Ayah ini dari mana sih? Pulang kerja apa pulang main golf?"

Kaus polo yang dimasukkan ke celana bahan katun dan sepatu. Jangan lupakan kaca mata hitam yang bertengger di hidung kokoh ayahnya tapi dibuat agak melorot.

Bachtiar mengangguk, tersenyum lebar. "Iya, ayah pulang subuh tadi. Terus sebelum kesini main golf dulu."

"Buset," sahut Kairo. "Udah gak pulang-pulang, anak sakit bukannya buru-buru kesini malah main golf dulu."

Bachtiar tertawa, mencolek dagu Kairo sambil mengerling. Anak itu kalau ngomong memang suka bener.

"Ayo ayo, pindah ke kasur dulu," Bachtiar memaksa Arkhana berdiri dan membantunya berjalan. "Kata dokter Tama kamu dirawat dua hari lagi, kan? Ayah libur tiga hari, ada waktu buat kalian. Yhaa... Seneng, gak? Seneng lah masa enggak."

Mendengarnya Arkhana tertawa. "Awalnya Kana sedih pas sakit gak ada ayah, tapi kata bang Kai harus terbiasa karena ayah lebih mentingin penumpang ayah."

Bachtiar sontak melirik sinis Kairo yang juga menatapnya santai sambil makan makanan ringan sisa semalam. Lupa dilipat jadi sudah melempem tapi makan ajalah selagi tidak bikin mati.

"Bukannya mentingin, Kana. Tapi kan pekerjaan ayah emang begitu. Ayah khawatir banget tau denger kamu sakit sampe jantung ayah bunyi keras banget kayak suara bedug mesjid," Jawab Bachtiar lebay.

Erlang, Ranu, Kairo tertawa. Punya ayah random banget.

Arkhana terkekeh sembari menatap punggung tangannya yang terlihat bengkak lalu menoleh pada Ayahnya yang ikut duduk di kasur. "Iya, Ayah. Kana paham kok. Aku bercanda aja tadi. Lagian ada mas-mas sama bang Kai udah bersyukur banget, daripada dulu cuma sama bibi Mary..."

Air muka Bachtiar langsung berubah.

"Malah kadang sendirian. Hehe," lanjut Arkhana.

Padahal anak itu mengucapkannya sambil tertawa kenapa hati mereka yang mendengarkan jadi teriris begini. Bachtiar tersenyum haru tapi dibuat berlebihan, ia tarik tubuh Arkhana dan ia peluk erat.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang