"Kamar lo ada dimana, Kan?"
Arkhana menunjuk ke arah tangga. "Lantai dua, bang."
Seno mengangguk-angguk melihat isi apartemen Aluna, benar-benar mewah. Sebenarnya Seno juga bisa merasakan kemewahan begini kalau seumpama bapaknya masih hidup.
Dulu sekali mereka tinggal bersandingan dengan keluarga Bachtiar saat di Bali, namun sebelum Arkhana mengalami kecelakaan dan adanya prahara rumah tangga Bachtiar, Seno harus pindah bersama Raina ke kampung halaman Raina yakni Solo karena bapaknya mau dibawa pergi berobat ke luar negri oleh ibunya. Namun Tuhan berkehendak lain, bapaknya dijemput pulang oleh Tuhan dan rumah besar di Bali itu dijual oleh mertuanya Raina.
Lagipula ia dan ibunya sama sekali tidak ada niatan untuk kesana dan mempermasalahkan harta, kalau mereka mau ambil saja semuanya. Raina dan Seno masih kuat untuk mencari sendiri.
"Sen, bantuin gue."
Seno segera tersadar, ia membantu Arkhana turun dari punggung Kairo. Seno dengan cepat menata bantal di belakang punggung anak itu.
"Maaf... Baru dateng gue udah ngerepotin."
"Gue cari sesuatu buat asam lambung lo dulu," ujar Seno lantas berlari keluar kamar.
Melihat rupa adiknya yang penuh luka, Kairo mengeraskan rahangnya dan duduk di sisi ranjang lalu menyentuh memar di pipi adiknya. "Jawab gue siapa yang buat lo kayak gini?"
Arkhana menggeleng cepat. "Gak ada, bang. Kemaren gue habis jatuh."
Dikira dirinya itu balita atau bagaimana, Kairo jelas tidak percaya. Namun melihat bagaimana Arkhana seperti tidak mau bercerita jadi ia mengangguk saja. Ia usap perut yang sedari tadi dicengkeram adiknya.
"Ke rumah sakit?"
"Enggak, bang. Gue gak apa-apa, kok.." jawab Arkhana sambil mencoba menarik napas panjang. Rasa panas yang naik ke dadanya selalu membuat ia tidak leluasa bernapas. "Ha-harusnya... Gue gak nyambut lo dengan keadaan kayak gini, bang."
Kairo tersenyum, ia menggumam. "Gue malah jadi tau kalau lo disini gak baik-baik aja."
"Apa, bang?"
"Oh, enggak. Tadi lo habis darimana? Kenapa malem banget pulangnya? Habis les?"
Arkhana meringis. "Gue bolos, bang. Tadi habis main ke nami island makanya pulang malem banget karena jauh perjalanannya terus tadi muter-muter aja."
"Gak dicariin mami?"
"Mami lagi dinas, dia gak pulang." Gak pernah pulang.
Penthouse mewah ini beliau beli hanya karena ingin validasi dari orang-orang saja, Aluna lebih memilih tempat tinggal lain karena tidak mau berlama-lama dengan Arkhana. Ia tahu itu.
Seno kembali masuk ke kamarnya dengan membawa nampan berisi air putih, semangkuk nasi yang dijadikan bubur, dan kresek.
"Perut lo kosong banget itu makanya naik, jadi bisa gak bisa minimal isi perut lo, ya? Terus kalau mau muntah gue bawain kresek, kalau muntah terus gak berhenti-henti nanti lo gue gotong bawa ke rumah sakit sama Kairo."
Arkhana tertawa tanpa suara, tau aja Seno kalau dirinya mau muntah. Meski begitu, Arkhana mengambil semangkuk bubur dan mencoba memakannya perlahan-lahan. Sudah mulutnya terasa pahit, bubur buatan Seno jadi tidak ada rasanya sama sekali membuat Arkhana mengernyit benar-benar ingin muntah.
Rasanya kalau sedang sakit begini, Arkhana tidak ingin melakukan apapun dan hanya ingin pasrah.
"Obat lo dimana?" Tanya Kairo.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGA TIDUR✔️
Fanfiction"Simpan kenangan yang baik saja. Tidurlah, pagi akan segera tiba, Arkhana." Pak Bah.