21

4K 397 44
                                    

Ranu meletakkan sepiring nasi goreng di depan Arkhana yang sedang menonton televisi sambil menyandarkan kepala di bahu Bachtiar.

Ketika mereka semua makan malam, Arkhana masih di kamar mandi sehingga anak itu tertinggal dan nasi gorengnya sudah agak dingin.

"Makasih, mas. Ini mas yang masak?" Tanyanya kemudian memangku piring.

"Tadi mas Erlang beli di depan. Di rumah lagi gak ada apa-apa, beras pun gak ada," Jawab Ranu melas.

Bachtiar mendengus mendengarnya. "Kalian ini emang kebiasaan, mentang-mentang gak ada ayah kalian jarang makan di rumah."

"Kata ayah suruh beli aja gapapa, kan," sahut Kairo yang datang dari depan kemudian duduk di samping Erlang.

"Iya... Tapi ya minimal punya stok apa kek. Kulkas isinya cuma air putih," cibir Bachtiar. "Uang yang ayah kasih kurang, kah?"

"Bukannya kurang. Ayah malah belum ngasih lagi sejak dua minggu yang lalu makanya Kairo gak belanja," jawab Kairo ketus.

Mendengar itu Arkhana mengentikan aktivitas mengunyahnya, ia meletakkan piring dan menatap Bachtiar sedih. Pria itu pasti habis banyak untuk operasi dan perawatan, bahkan hotel untuk berminggu-minggu.

"Ayah, maafin Kana, ya, udah ngabisin uang ayah. Kana janji bakal usaha keras disini, belajar terus jadi orang sukses nanti Kana bakal ganti semua uang ayah."

Bachtiar tertawa mendengar ucapan Arkhana yang tiba-tiba, ia mengambil piring dan menyuapkan secara paksa ke mulut kecil itu. "Udah, kamu makan aja yang kenyang."

"Gak usah dipikirin, Kan. Bagi ayah itu juga gak seberapa kok, lagian demi anak sendiri ayah selalu gak perhitungan," sahur Ranu dengan tenang.

Bachtiar mengangguk bangga, kemudian menunjukkan bukti transfer di depan mata Kairo. "Terus ini apa? Baru beberapa hari yang lalu, emang kamunya aja."

Kairo nyengir kuda, meringis kecil. Memang sudah, tapi uangnya sebagian sudah Kairo gunakan untuk servis sepedanya kemarin. Tapi ia diam saja atau tambah dirujak oleh ayahnya.

"Terus habis ini mau kuliah dimana Kana, yah?" Tanya Erlang yang sedari tadi diam.

Bachtiar mengendikkan bahu, ia menoleh pada anak di sampingnya. "Kamu mau kuliah dimana, nak?"

Haruskah Arkhana memberikan jawaban? Dimana? Ia juga bingung.

"Kayaknya lo suka musik. Gimana kalau institut seni?" Erlang memberikan penawaran dan clue sekalian karena ia tahu anak itu pasti bingung.

"Bang Kai juga kuliah disana?" Tanya Arkhana.

Kairo hanya menjawab dengan gelengan singkat tanpa menatap adiknya. Ingat, jika dia masih kesal.

"Kairo di univ, Kan. Lo mau sekampus sama Kairo?" Tanya Ranu.

"Dih, jangan lah!" Sahut Kairo tanpa basa-basi.

Ranu refleks melempar bantal sofa kepada adiknya, lalu memberikan tatapan tajam yang mengartikan bahwa 'diem aja, anjrit'. Kairo langsung merengut. Sok-sokan tidak mau, nanti juga demen dia ada temen berangkat. Heran, punya mas dan adek tsundere semua.

"Enggak... Cuma tanya," jawab Arkhana canggung kemudian melirik Kairo takut.

"Jujur aja kamu mau jurusan apa, nak?" Tanya Bachtiar.

Arkhana tampak berpikir, bolehkah ia menyuarakan keinginannya? Nanti kalau merepotkan orang bagaimana? Nanti kalau mereka meragukan pilihannya bagaimana?

"Ayo, gapapa. Bilang aja..."

"Yang penting jangan bilang terserah," ketus Kairo yang mendapat pelototan dari Ranu.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang