25

4.1K 404 42
                                    

Kairo menguap beberapa kali sambil memegangi mangkuk bubur milik Arkhana. Bahkan ia sudah hampir tertidur karena menunggu adiknya yang lama sekali mengunyah. Padahal cuma bubur, bukan beling.

Terhitung sudah satu hari setengah dia dirawat tapi belum ada peningkatan yang baik, tapi setidaknya alat bantu napas sudah dilepas. Arkhana memang makan tapi pasti nanti juga dikeluarkan lagi.

"Bang Kai-- emmph!"

Kairo menatap adiknya lelah. Kan?

Sudah sangat paham apa yang harus dilakukan, Kairo meraih ember di bawah ranjang dan memeganginya selama Arkhana muntah. Melihatnya Kairo jadi pengen ikut mual. Sifatnya memang nular kayak nguap.

"Hahhh..."

"Udah?"

Arkhana mengangguk dengan lemas. Melas sekali wajahnya.

Kairo mengambil tissue basah dan mengelap bibir adiknya, dirasa sudah bersih ia ke kamar mandi untuk membuang isi perut Arkhana tadi dan langsung membersihkan ember lalu meletakkannya lagi di bawah kasur pesakitan adiknya.

Anak itu menelan makanan yang menjadi pantangannya semua makanya lambungnya langsung demo tidak mau mencerna. Membuat Kairo kalang kabut kemarin yang untungnya pertandingan sudah selesai.

"Makan lagi, ya? Tadi dikit banget terus kapan sembuhnya kalo gitu," ucap Kairo berusaha membujuk Arkhana.

"Gak bisa, bang."

"Ya udah minum air anget dulu, gue suapin."

Kedua mas nya sedang bekerja. Ranu berada di Yogyakarta dan bertemu client baru lagi, pria itu sibuk katanya pulang larut malam. Sedangkan Erlang nanti habis magrib juga pulang sekalian bawain makan malam buat Kairo. Jadilah ia sekarang yang merawat Arkhana sendirian.

Tidak melelahkan sebenarnya, hanya membantu adiknya berjalan ke kamar mandi, menyuapi anak itu karena masih lemas, dan membantu minum obat. Sisanya Arkhana buat tidur karena semalam disaat dirinya ngorok bersama Ranu, ternyata Erlang dan Arkhana tidak tidur.

Kairo menatap sedih dalam hati melihat Arkhana sekarang tampak berusaha mengatur napas dan menenangkan dirinya sendiri. Kata psikiater memang harus bisa rileksasi sendiri atau tubuh akan dikuasai kecemasan yang berujung asam lambungnya naik.

Arkhana pernah bercerita, dulu dia malah sering mengalami hal yang lebih menyakitkan katanya. Arkhana merasa takut setiap hari, pikirannya selalu kalut, sehingga penyakitnya yang tidak boleh sampai stress itu kambuh-kambuhan. Hampir terjadi setiap hari tetapi ia harus tetap berlari atau jika tidak ia makin tidak baik-baik saja.

Buruk, dulu itu seperti mimpi buruk bagi Arkhana.

"Tiba-tiba pengen pulang, bang."

Kairo berdecih. Ngomong begitu tidak sadar keadaan sendiri, kah? "Baru juga log in udah minta log out, Kan. Nikmati lah rumah kedua lo ini..."

Pemuda itu terkekeh kecil, memandang kosong langit-langit kamar.

"Endoskopi ya, Kan. Biar tau keadaan lambung lo."

Arkhana sontak menoleh pada Kairo, lantas menggeleng. "Kan udah, mas."

"Ya itu dulu, sebelum lo kesini. Gue gak puas meskipun lo udah check up karena lo cuma konsul doang terus dikasih obat. Takutnya ada apa-apa," tukas Kairo sedih tapi tidak menunjukkan kalau ia sedih.

Tapi dari nada bicara tidak bisa ditutupi, Kairo merutuki diri sendiri yang kalau sudah terlampau khawatir bukannya marah lagi tapi hawanya ingin menangis.

Arkhana terkekeh, ia menyandarkan tubuhnya dan memeluk tangan Kairo. "Gue gak apa-apa, bang. Kalaupun parah pasti dokter Tama udah nyuruh gue ngelakuin ini itu, kan."

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang