Tepatnya jam sebelas malam, Bachtiar tiba di rumah setelah beberapa hari bertugas. Harusnya sudah sejak sore tadi tapi beberapa rekannya mengajak makan malam, karaoke, padahal tubuh sudah mengirim sinyal minta direbahkan setelah terbang beberapa jam.
Namun hidupnya yang monoton dan melelahkan ini juga butuh apresiasi. Apapun itu, Bachtiar merayakannya sendiri meskipun ia sudah cukup mendapatkan pengakuan hangat dari anak-anaknya.
Keadaan rumah sudah gelap, sunyi namun Bachtiar tidak merasa hampa disini. Semenjak tidak mengharapkan apapun sejak runtuhnya rumah yang ia bangun, Bachtiar menemukan kebahagiaan yang lebih dari cukup.
Memahami kata cukup berarti memahami apa yang kita butuhkan. Bukan yang kita inginkan.
Kini, Bachtiar hanya tinggal beradaptasi dengan realita yang ada.
Tapi Bachtiar tidak mengajarkan anak-anaknya untuk seperti itu juga. Mereka masih muda, tidak apa-apa mau berharap setinggi langit, kalau jatuh pun semoga masih tersangkut di pohon dan nanti bangun lagi.
"Ini apa aku nyari orang buat bersih-bersih, ya..." Gumam Bachtiar melihat betapa kacaunya ruang tengah.
Berantakan dan banyak bungkus snack. Memang ya para bujang-bujang itu.
"Nyari istri aja, yah."
Bachtiar agak terkesiap, saat tahu-tahu Kairo muncul dan berdiri di sampingnya membawa kertas folio, penggaris, dan laptop sambil menguap lebar.
"Istri bukan babu, Kairo." Jawab Bachtiar malas. "Kamu ini kenapa belum tidur??"
Kairo menghembus napas lelah lalu menguap lagi, mengurut tengkuknya yang terasa kencang. Bisa-bisanya Bachtiar bertanya disaat ia sedang membawa alat perangnya. "Biasa, Yah. Anak teknik habis mabar."
Bachtiar sontak tergelak. Lupa kalau Kairo pasti sudah mulai banyak tugas. "Sulit banget ya jurusan teknik? Semangat, ya."
"Enggak sulit, Yah." Sahut Kairo tersenyum manis. "Jurusan teknik itu jurusan paling santuy, full healing dan yaallah.. kayak main-main doang, Yah. Tanya Seno, Kairo nongkrong tiap hari ngabisin duit ayah."
"Tapi kantong mata kamu udah ngejelasin semuanya," kekeh Bachtiar.
"Ini karena Kairo push rank sampe subuh," jawab Kairo dengan senyum bak sales. "Harusnya si Kana masuk teknik kayak Kairo biar full senyum, malah ngambil hukum, ya baca buku terus sampe bikin gumoh tiap hari karena asam lambungnya naik."
Bachtiar masih tertawa, mengangguk mengiyakan perkataan Kairo.
"Kairo mau tidur ya, Yah. Capek banget abis mabar."
"Iya, tidur yang nyenyak," balas Bachtiar, mengusap singkat kepala anaknya lalu kembali ke kamarnya sendiri untuk bersih-bersih.
Setelah bertugas selama dua minggu, Bachtiar mendapatkan libur lima hari dan seperti biasa ia gunakan hanya untuk quality time bersama anak-anaknya. Tapi mereka juga sibuk, jadi kadang Bachtiar libur cuma buat ngurus tanaman belakang rumah.
Selesai dengan urusannya dan merasa belum mengantuk, Bachtiar menaiki tangga menuju kamar Arkhana untuk membayar rasa rindunya. Bachtiar tidak memberitahu kabar kepulangannya kepada anak-anaknya karena jika Arkhana tahu pasti dia akan menunggunya pulang sampai dini hari sekalipun.
Bachtiar tersenyum tipis melihat anak itu sudah tertidur meski dilihat dari posisinya dia tidak niat tidur tetapi belajar. Bachtiar mematikan lampu kamar yang masih menyala, lalu memungut buku tebal yang tergeletak jatuh di lantai, kemudian menaikkan sebelah kaki Arkhana dan tangan yang terjuntai dari ranjang.
Dalam keheningan, pria paruh baya itu duduk memandangi wajah Arkhana yang tampak lelap setelah ia menyelimutinya sampai perut. Bachtiar tersenyum sembari menggenggam lembut jari-jari lentik anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGA TIDUR✔️
Fanfiction"Simpan kenangan yang baik saja. Tidurlah, pagi akan segera tiba, Arkhana." Pak Bah.