"Katanya kamu mau sebulan disini, Su."
Oma yang sedang memijit kaki Arkhana langsung menoleh tajam pada Bachtiar. Sedangkan pria itu langsung nyengir dan tergagap.
"S-surendra," Jawab Bachtiar cepat. Lalu membatin, lagian namain orang ambigu banget.
"Iya, mas. Sorry banget, ya. Ini mau siap-siap," jawab Surendra.
"Mama juga ikut pulang?" Tanya Raina.
Oma mengangguk. "Padahal nanti mama mau sekalian ikut kalian nanti. Tapi masih ada kerjaan, Rain."
"Ayo kita tetep disini aja, Oma. Biarin dad, mom, sama kak Rina pulang duluan. Atau sekarang juga kita check out rumah di Solo, Oma." Sahut Calvin dengan semangat.
"Habis dari sini Pakde aja mau boyongan ke Singapore, Cal. Kamu mau ngapain di Solo?" Katarina berucap sinis. "Jualan soto?"
Calvin mendengus sebal, ia memeluk lengan Bachtiar. "Pakde mau pindah? Serius? Beneran? Kapan?"
Bachtiar terkekeh. "Tunggu kak Kana baikan terus kita langsung terbang ke Singapore."
"Asik!"
Selain Calvin yang senang, Surendra juga diam-diam bahagia karena dompetnya terselamatkan. Calvin tidak mereog minta beli rumah lagi di Indonesia.
Sudah dua hari berlalu semenjak Arkhana bangun dari tidur panjangnya, Bachtiar mempersiapkan tentang operasi kanker anaknya setelah berkonsultasi dengan dokter yang ada di Singapore, memberikan hasil pemeriksaan terbaru dan katanya masih harus kemo dan radiasi dulu beberapa kali lagi sebelum bisa dioperasi.
Namun untuk melakukan terapi itu belum bisa dikarenakan kondisi Arkhana yang masih belum bagus. Akibat minuman itu lapisan lambung anaknya iritasi parah, makanan jika tidak benar-benar halus maka akan langsung muntah.
Sekarang anak itu masih tertidur, pulas sekali sampai Kairo setiap lima menit sekali menepuki pipi adiknya dan jika dibalas gumaman akan berhenti dan jika tidak Kairo benar-benar akan membangunkan Arkhana.
Se-trauma itu dia.
"Udah, El. Kamu nepokin pipi adekmu, nanti tak bales pantatmu yang Oma tepokin, ya. Pake teflon," Omel Oma, lelah dengan kelakuan Kairo.
Kairo langsung menjauhkan tangannya dari pipi Arkhana. Mundur lagi duduk di samping Seno dan menyandarkan kepalanya lemas pada mantan sahabatnya itu.
"Oma kalau di tempat kejadian pasti juga kayak Kairo."
"Iya tapi ya kan sekarang udah baik-baik aja, El. Semuanya udah lewat dan nggak akan terjadi lagi."
Mendengar ucapan Oma, Erlang menunduk dan tersenyum tipis. Tidak. Adiknya belum baik-baik dan tidak bisa dinilai dari apa yang terlihat.
"Lagian mami kalian itu aneh-aneh banget. Kok bisa, Oma pengen labrak tapi ternyata dia juga ada disin-"
"Oma nggak usah bahas itu lagi lah. Lupain aja," Ranu menyela sambil melirik Arkhana.
Takut kalau anak itu bangun dan mendengar. Tapi sepertinya tidak, jadi ya udah lanjut saja. Bismillah, ghibah dimulai.
"Jadi bener apa yang Cale denger, mas?"
Seno menjitak pelan kepala Calvin. "Anak kecil gak usah ikut-ikutan, sini lo main warm zone aja sama gue."
Bachtiar tertawa kecil, lalu mengangguk seraya mengambil napas panjang. "Tapi untungnya gak parah, Ma. Yang nylametin tepat waktu jadi cuma lecet kena aspal. Tapi ya harus dirawat."
Setelah meminta bertemu dengan Arkhana namun tidak diperbolehkan dengan Bachtiar, Aluna menggegerkan warga rumah sakit karena menyebrang tidak lihat kanan kiri, seolah sengaja ingin ditabrak namun seseorang menarik tubuhnya tepat waktu. Wanita itu terdiam lalu menangis dan masih terus mencoba melukai dirinya sendiri membuat perawat mau tidak mau membawanya ke poli jiwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNGA TIDUR✔️
Fanfiction"Simpan kenangan yang baik saja. Tidurlah, pagi akan segera tiba, Arkhana." Pak Bah.