O5

5.5K 564 57
                                    

"Mas gak punya waktu, mas tuh sibuk."

"Mas sibuk apalagi aku? Aku kayak gini juga gara-gara mas Atma!"

Bachtiar menggerutu. "Gak usah drama, su. Sudah punya anak dua masih aja komen. Tinggal jalani aja."

"Panggil nama yang bener!"

Bachtiar menjauhkan ponselnya. Pengang sekali. "Namamu kan Surendra, ya mas gak salah dong panggil su."

Terdengar hela napas panjang disana. Bachtiar menahan tawanya.

"Orang-orang mu kan banyak..."

"Memang kenapa sih mas mau nyari tau soal dia? Mas juga tau sendiri kan dia udah sukses, udah jadi diplomat, dulu cere sama mas besoknya langsung nikah kan sama selingkuhannya yang pengusaha tembakau itu."

"Iya kan? Kaya ya dia. Emang apa daya yang cuma supir ini."

Surendra terbahak.

"Haduh... Mas kalo mau marah sekali juga gak papa banget lho, mas. Sombong dikit juga gak papa. Gak paham juga apa yang dia cari."

Bachtiar tersenyum kecut, ia terdiam sebentar sambil memandangi putra Aluna yang sekarang ada di depannya dengan keadaan mengenaskan pasca operasi, anak itu sudah sadar tadi tapi tertidur kembali karena masih bingung.

"Gak papa, dia gak salah, aku aja yang salah menilai dia."

Hening sebentar.

"Mas mau cari tau tentang apa? Paling lambat besok pagi udah dapet informasinya."

"Mas hanya ingin tau kehidupan di rumahnya Aluna, lebih tepatnya kehidupan Arkhana."

Surendra berdecak keras, terdengar suara laptop yang ditutup keras.

"Mas kepo banget jadi manusia, biarin ajalah... Dia bukan anak mas lagi, dia anak Aluna sama selingkuhannya. Dasar wanita ular memang."

Bachtiar terkekeh, ia berjalan pelan mendekati ranjang dan duduk di sisi Arkhana sambil mengelus alisnya yang bertaut.

"Anak itu ada sama mas sekarang."

"Apa?! Dimana? Di Solo? Ngapain?? Ada muka dia nemuin mas? Tiba-tiba banget?"

Rahang Bachtiar mengeras. "Arkhana tidak salah apa-apa, jangan punya pikiran dangkal kayak Kairo atau mas jatuhin pesawat di atas mansion mu itu."

Surendra tertawa keras.

"Iya-iya, sorry. Itu anak sebenarnya gemes banget sayang Mak nya nyebelin. Sekarang dia gimana, mas? Baik-baik aja? Masih gemes apa udah lakik kayak Kairo."

Bachtiar mengusap-usap pipi hangat Arkhana, tersenyum tipis lantas mencolek kecil hidung bangir yang sekarang ditancapi selang oksigen. Tentu saja terlihat sudah dewasa, namun di matanya Arkhana masih saja menggemaskan. Kairo pun begitu, badannya saja yang sekarang membesar, wajahnya ketika bangun tidur sama halnya dengan bolu kukus.

"Gak baik. Makanya mas pengen tau."

"Kalo mama tau bakal kelar hidupmu, mas."

"Kalau sampai mama tau, hidupmu juga bakal mas kelarin."

Surendra langsung terdiam, Bachtiar terkekeh.

"Oke deh, mas. Infonya nanti ya, kapan-kapan aku sama Shiren main ke Solo. Jadi pengen ketemu si Arkhana. Atau kalau gak sempet mas aja yang kesini ajak anak-anak."

"Nyaman disini, bre."

"Berarti mansion mas disini gapapa ya ku jual?"

"Jual aja. Bhay!"

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang