23

3.9K 432 25
                                    

Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Arkhana mengeluarkan kipas angin genggam yang dibelikan Kairo kemarin. Sambil menunggu jemputan Ranu karena mau pulang bareng Seno, dia masih evaluasi acara hari ini bersama panitia lainnya. Jelas lama dan Arkhana sudah tidak sabar untuk meluruskan punggungnya.

Pegel banget kayak penderita asam urat habis makan jeroan.

Memang harusnya jika ia menuruti keadaan tubuhnya, mungkin sudah berada di rumah sejak tadi siang. Tapi Arkhana hanya sedang tidak mau melewatkan momen. Sehingga ia bisa punya banyak kenalan, teman baru, suasana baru.

"Kipas lo bagus banget."

Arkhana refleks menoleh, ia menatap maba seperti dirinya yang mungkin juga menunggu jemputan pulang karena peserta ospek dilarang membawa kendaraan pribadi.

"Kenapa? Lo pengen?"

Maba itu terkekeh sinis. "Sorry, gue bukan bocah TK."

"Dih, kalau didenger Abang gue bisa abis lo sama dia," balas Arkhana nyolot.

Dari gelagatnya sepertinya dia akan seperti Juwon, kenapa tidak santai sekali cara menatapnya. Arkhana mendengus, kembali mengipasi wajahnya yang berkeringat banyak. Rasanya sudah capek, mules, perut perih tidak tau kenapa padahal ia tidak melewatkan makan karena Seno sangat ketat mengawasinya, kepala ngelu, panas, membuat Arkhana terasa dicekik.

"Gue lihat-lihat lo aktif banget tadi, ngomong mulu. Lagi caper, ya?"

Arkhana menoleh lagi, kali ini dengan sinis. Apa maksudnya?? Meski ia sedikit paham.

"Lah?"

Pemuda itu berdecih, lantas meninggalkan Arkhana begitu saja tanpa menjawab pertanyaan dahulu. Arkhana pikir ia biasa saja, ia memang orang pertama yang berani bertanya ketika diberikan kesempatan, tapi bukan maksud apa-apa karena Arkhana menang tidak paham lali bertanya. Ia juga tidak sembarang menyahuti saat senior atau pembicara sedang menyampaikan materi, ia bicara tentang menyanggah pendapat atau memberikan saran pun jika mahasiswa diberikan ruang. Itu yang dimaksud ngomong mulu?

Tin tinnn!!!

Daihatsu Sirion putih milik Ranu tahu-tahu sudah ada di depannya, Arkhana dengan wajah sebal segera masuk dan melemparkan tas nya ke belakang. Ranu segera melajukan mobilnya.

"Kenapa muka lo kek tumpukan baju belum dilipet gitu?"

Arkhana menggeleng, ia sibuk mengatur reclining agar tidak terlalu tegak. "Capek, mas."

Ranu tertawa. "Tapi seru, kan?"

"Seru. Gue kenalan sama semua orang yang ada di dalem kampus."

"Buset. Sama satpam juga kenalan lo?"

"Iya. Namanya pak Awan."

Ranu manggut-manggut, melirik sekilas pada Arkhana yang tampak mengurut kepala. "Bagus ya namanya."

"Nama lengkapnya Kurniawan," lanjut Arkhana sontak membuat Ranu tertawa.

"Gue dapet temen baru, banyak banget. Tapi yang bener-bener deket cuma satu, panggilannya Guri," ujar Arkhana lalu menguap.

"Guri?"

"Heem. Guri, nama lengkapnya Guritno. Tapi aslinya nama dia Dewangga, Guritno itu nama bapaknya tapi temen-temen yang kenal sama dia manggil nama bapaknya."

Ranu tertawa lagi, lucu karena cerita Arkhana dan ekspresi anak itu ketika berbicara. Rasa lelah seharian duduk di kantor sambil gambar langsung terasa ringan setelah tertawa seperti ini. Otot-ototnya yang kencang agak mengendur.

BUNGA TIDUR✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang