Multimedia: Aryn Adhrita Herley
*-----*
Hari beraktifitas kembali datang. Aryn melangkah enggan di atas high heels yang ia kenakan ketika tengah mempersiapkan diri di hadapan lemari dengan cermin yang besar.
Gadis cantik itu kini mengenakan jas hitam dan celana panjang yang ia padukan dengan high heels yang sama-sama berwarna hitam. Ia memilih untuk mengenakan anting-anting kecil agar penampilannya tak terlalu polos dan ia juga melengkapi penampilannya dengan mengenakan jam tangan di pergelangan tangan kirinya yang dominan.
Ia menarik napas panjang. Kenapa setelah mendapatkan pekerjaan yang layak ia justru merasa enggan untuk bekerja?"
Meski merasa malas, Aryn menyantolkan tas selempang yang biasanya ia isi dengan charger, lip balm, parfum kecil, serta sun cream ke salah satu tangannya.
Dengan segera, ia keluar kamar untuk mendapati keadaan kacau yang serupa di setiap harinya. Gadis itu terkekeh kecil, pasti Ibunya kesiangan karena kelelahan menjaga sang Ayah yang baru bisa pulang satu hari yang lalu dari rumah sakit.
Setelah menapakkan kaki di lantai pertama, Aryn melirik pada Ezra Aditia Herley yang tampak kurus kerempeng setelah beberapa minggu terbaring di rumah sakit.
Lelaki yang sudah tak lagi muda itu tampak pucat meski ada senyum manis tercetak jelas di pipinya yang sudah mengkerut termakan usia.
Aryn mendekat "Bapak sudah benar-benar sehat? Kenapa rumah sakit memperbolehkan pulang kalau keadaan Bapak masih mencurigakan seperti ini"
Lelaki senja yang diomeli terkekeh lembut "Bapak sudah mulai membaik. Hanya saja masih lemas. Mungkin masih butuh beberapa hari untuk pulih" ujarnya sambil lalu menyerahkan tangan untuk mengusap pucuk kepala milik Aryn yang masih saja tampak tak terima bahwa lelaki itu sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit.
Felicia Joyce Herley, Ibunda Aryn terkekeh pada putrinya "Sudah. Jangan protes-protes terus. Bapak masih lemas, jangan cerewet" sergah wanita cantik itu sesaat setelah ia mencubit hidung mancung milik putrinya.
Ezra menghela napas ketika ia melihat istrinya menyerahkan satu mangkuk bubur tanpa toping, lelaki itu tampaknya tidak semangat dengan sarapannya meski melihat istrinya sudah menyiapkan itu sejak pagi tadi.
"Dimakan loh, Pak. Emang mau di omelin sama Ibu?" goda Aryn yang membuat Ezra meringis karena ancaman tidak langsung dari putrinya "Aku berangkat deh ya, daripada kena omel Ibu juga" gadis cantik bergigi kelinci itu terkekeh lembut seraya menyingkirkan diri dari kedua orangtuanya "Babay" ia melambai disertai kekehan lembut sebelum kemudian melangkah di bawah sinar matahari untuk pergi ke halte.
Aryn melenggang perlahan di trotoar sampai kemudian sebuah mobil tiba-tiba saja berhenti di dekatnya.
Jendela mobil merk audi yang tampak mewah itu kemudian terbuka untuk menampakkan sosok Abigail yang tengah mengenakan kacamata hitam di balik kemudi.
Kening Aryn seketika menekuk dalam saat melihat wanita cantik itu tiba-tiba mengubah mobil lantas menghampiri dirinya di samping trotoar seperti ini "Masuklah" ujarnya lembut dengan nada yang terdengar otoriter di kedua gendang telinganya.
Aryn melirik halte yang sekiranya tinggal tiga meter di hadapannya. "Aku bisa naik bus" jawab Aryn sedikit menolak.
Wanita cantik yang berada di balik kursi kemudi itu melepaskan kacamata yang ia kenakan dan menatap Aryn dengan pandangan tajam "Masuk" ulangnya dengan nada yang lebih menekan.
Abigail bergerak guna melonggarkan sabuk pengaman yang meliliti tubuhnya dengan sempurna. Ia menunjukkan jam yang melingkar di tangan kanannya "Sudah hampir jam 7. Bus akan datang sekitar dua atau tiga puluh menit lagi. Kamu bisa kesiangan"
Gadis bergigi kelinci itu kemudian menggigit bibir bawahnya kaku. Oh, jadi mereka akan kembali menjadi atasan dan bawahan jika sedang berurusan tentang perusahaan?
Aryn mengangguk lantas membungkukkan badannya setengah "Baik, Miss" jawab Aryn sebelum kemudian mengelilingi kepala mobil untuk masuk ke kursi penumpang.
Saat Aryn memasuki kursi penumpang, wanita cantik itu menyerahkan satu gelas kopi yang masih mengepulkan asap "Sebagai upah karena kamu sudah menemani saya kemarin"
Aryn tahu kalau mereka sedang berada dalam posisi 'atasan-bawahan' sekarang. Jadi, ia tak berani untuk menolak pemberian Abigail meskipun dirinya tak terlalu suka meminum kopi sepagi ini.
"Kamu terlihat murung. Ada apa?" Aryn melirik sedikit pada Abigail yang memakai pakaian kantoran yang menurutnya sedikit lebih sopan dibanding biasanya.
Wanita itu kini mengenakan kemeja panjang berwarna merah dengan celana panjang yang berwarna sama. Ia tak mengenakan high heels seperti biasanya dan hanya melengkapi penampilannya dengan setelan sepatu pantopel berwarna hitam yang tingginya di atas mata kaki.
"Tak apa" balas Aryn seraya mempererat genggamannya di gelas kopi.
Abigail memperlambat laju mobil ketika ia melihat di hadapan mereka jalanan sudah mulai ramai "Mulai hari ini, kamu harus membiasakan diri untuk laporan pengeluaran keuangan setiap pekerja di pagi hari. Kamu bisa melatihnya sejak hari ini, trialnya selama satu minggu. Kalau kamu gagal, kemungkinan saya akan mencari pekerja yang lain"
"Eh?"
Kenapa wanita itu tiba-tiba berubah sekejam ini?
*-GEMINI By Riska Pramita Tobing-*
Mobil mewah milik Abigail berhenti tepat di hadapan perusahaan. Wanita cantik itu kemudian bergerak untuk mengambil tas dior yang ia simpan di kursi belakang sebelum kemudian keluar dari mobil hampir secara bersamaan dengan Aryn.
"Terimakasih tumpangannya Miss" ia membungkuk sebentar lantas berlalu lebih dulu untuk melakukan absen dan pengecekan kerapihan seragam.
Gadis itu berdiri di hadapan koleganya yang bernama Adinda yang tengah piket hari ini.
"Rentangkan tangan" ujar Adinda pada Aryn yang langsung melakukannya.
Adinda melirik dari atas ke bawah dengan teliti, gadis cantik itu kemudian mengelilingi tubuh Aryn dan menyentuh celana yang ia kenakan "Kalau sepatunya high heels, lebih baik nanti pakai celananya jangan yang pas ya. Biar lebih kelihatan sopan" Aryn mengangguk pada Adinda ketika gadis cantik itu mencatat sesuatu di buku yang baru ia ambil dari meja yang ada di dekatnya "Minus 5. Karena celananya terlalu ketat di bagian bawah dan kamu tidak memakai lipstik"
Aryn memonyongkan bibir. "Minus tiga" ujarnya mengoreksi "Aku bawa lipstik di tas" ia menorehkan senyum tanpa dosa ketika mengatakan itu pada Adinda yang ikut terkekeh.
"Yasudah pakai dulu, nanti aku kurangi minusnya"
Aryn bergerak perlahan untuk membuka tas selempang yang ia kenakan sebelum kemudian mengambil lipstik dari sana.
Ia memoleskan sedikit pada bibirnya sebelum kemudian menampilkannya pada Adinda yang langsung mengacungkan jempol "Tapi nude. Tetep nggak kelihatan pakai lipstik" protes si cantik "Minus empat" ujarnya memberitahu pada Aryn yang hanya bisa mendecak.
Usahanya sia-sia belaka.
Saat Adinda hampir menulis kembali di bukunya, Abigail mendekat pada keduanya sebelum kemudian menyerahkan lipstik berwarna merah miliknya yang tampak mahal.
"Pakai saja" ujarnya sebelum kemudian berlalu dari mereka berdua.
Baik Aryn ataupun Adinda, keduanya terdiam saat mendapat perlakuan seperti itu dari Abigail.
"Apa Miss Abigail barusaja memberikan lipstik ysl mahalnya pada kamu?"
Aryn hanya terdiam. Tak tahu harus bereaksi atau menjawab seperti apa pada koleganya.
*-----*
Riska Pramita Tobing.
Diem-diem perhatian, diem-diem ngasih lipstik, diem-diem ngasih mobil. Mau lah pacar yang kayak Abigail 😭😭
Jiwa jombloku meronta-ronta
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMINI [BECKYXFREEN]
Teen Fiction"Apa kamu tidak lelah berpura-pura baik-baik saja sementara hatimu membutuhkan pertolongan?" -Aryn Adhrita Herley